PMK 68/2022

Pungut Pajak Baru, Pemerintah Punya PR Berantas Pinjol & Kripto Ilegal

Redaksi DDTCNews | Rabu, 13 April 2022 | 13:00 WIB
Pungut Pajak Baru, Pemerintah Punya PR Berantas Pinjol & Kripto Ilegal

Pelaku bisnis Kripto, Nanda Rizal memantau grafik perkembangan nilai aset kripto, Bitcoin di Malang, Jawa Timur, Sabtu (12/3/2022). ANTARA FOTO/Ari Bowo Sucipto/rwa.

JAKARTA, DDTCNews - Pemerintah resmi memberlakukan pengenaan Pajak Penghasilan (PPh) dan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atas transaksi perdagangan aset kripto dan penyelenggaraan teknologi finansial atau financial technology (fintech).

Ketentuan baru tersebut mulai berlaku 1 Mei 2022. Anggota Komisi XI DPR Puteri Komarudin menilai aturan tersebut berpeluang meningkatkan basis penerimaan pajak sekaligus memperkuat keyakinan investor. Menurutnya, upaya ekstensifikasi pajak di sektor digital bisa menggenjot penerimaan negara.

"Apalagi selama ini tren transaksi dan penggunanya juga terus meningkat. Ketentuan ini bisa menciptakan playing field yang setara dengan instrumen lainnya. Hal ini juga semakin memperkuat legitimasi transaksi kripto. Sehingga, bisa semakin memperkuat keyakinan investor,” ujar Puteri dalam keterangannya, dikutip pada Rabu (13/4/2022).

Baca Juga:
Pembaruan Objek Penelitian PKP Berisiko Rendah untuk Cairkan Restitusi

Kendati demikian, Puteri mengatakan bahwa pengenaan PPh dan PPN terhadap aset kripto dan fintech juga harus mempertimbangkan kepentingan industri. Tujuannya untuk memastikan agar aset kripto tetap menarik dan berdaya saing. Beban pajak atas aset kripto ini, menurutnya, perlu dipastikan tidak memberatkan investor atau trader domestik.

"Yang dikhawatirkan bisa kabur ke pasar internasional untuk mengurangi beban transaksi. Bahkan, dapat berdampak mengurangi minat transaksi kripto dalam negeri. Pemerintah juga perlu mengevaluasi sejauh mana dampak pengenaan pajak ini pada penurunan potensi dan minat investor,” ujar Puteri.

Sebagai informasi, pemerintah menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 68/PMK/03/2022 yang menetapkan besaran tarif PPN atas penyerahan aset kripto sebesar 0,11% dikali nilai transaksi aset kripto. Besaran tarif tersebut dikenakan apabila investor melakukan transaksi pada platform yang terdaftar Bappebti. Kemudian, apabila transaksi dilakukan pada platform yang tidak terdaftar di Bappebti, tarif PPN yang dikenakan sebesar 0,22%.

Baca Juga:
Soal DPP Nilai Lain atas Jasa Penyediaan Tenaga Kerja, Ini Kata DJP

PMK 68/2022 itu juga mengatur atas penghasilan sehubungan dengan aset kripto, pemerintah menetapkan besaran tarif PPh Final Pasal 22 sebesar 0,1% dari nilai transaksi, tidak termasuk PPN dan PPnBM, apabila transaksi dilakukan pada platform yang terdaftar di Bappebti. Sementara, apabila transaksi dilakukan pada tidak terdaftar di Bappebti akan dikenakan tarif PPh Final Pasal 22 sebesar 0,2% dari nilai transaksi.

“Sebelum ketentuan ini berlaku, saya harap pemerintah terus memberikan edukasi dan sosialisasi terkait berbagai ketentuan teknis yang termuat dalam PMK ini kepada publik, khususnya pelaku industri dan investor,” ujar Puteri.

Di sisi lain, pengenaan PPN dan PPh atas penyelenggaraan Fintech diatur dalam PMK 69/PMK.03/2022, pemberi pinjaman dalam platform pinjaman online (pinjol) dikenakan PPh Pasal 23 dengan tarif 15% dari jumlah bruto atas bunga, apabila wajib pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap. Sementara, apabila wajib pajak luar negeri selain bentuk usaha tetap, pemberi pinjaman dikenakan PPh Pasal 26 sebesar 20% dari jumlah bruto atas bunga.

Baca Juga:
Sebanyak 41.150 Unit Rumah Nikmati Insentif PPN DTP pada 2024

Selain itu, ketentuan tersebut juga mengatur pengenaan PPN atas penyerahan jasa penyelenggaraan teknologi finansial oleh pengusaha, seperti uang elektronik dan dompet elektronik. Besaran tarif PPN tersebut adalah 11%.

“Jaminan perlindungan konsumen harus diutamakan. Misalnya, dengan segera mempercepat pembentukan bursa aset kripto. Agar transaksinya, termasuk pengaturan pajak, lebih akuntabel dan efisien. Tak hanya itu, upaya penindakan terhadap pinjol ilegal dan aset kripto ilegal juga harus ditingkatkan. Tujuannya agar menciptakan ekosistem fintech dan kripto yang aman dan produktif,” kata Puteri. (sap)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Senin, 27 Januari 2025 | 08:15 WIB BERITA PAJAK HARI INI

Pembaruan Objek Penelitian PKP Berisiko Rendah untuk Cairkan Restitusi

Minggu, 26 Januari 2025 | 14:30 WIB PERATURAN PAJAK

Soal DPP Nilai Lain atas Jasa Penyediaan Tenaga Kerja, Ini Kata DJP

Sabtu, 25 Januari 2025 | 14:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Sebanyak 41.150 Unit Rumah Nikmati Insentif PPN DTP pada 2024

Sabtu, 25 Januari 2025 | 12:30 WIB BERITA PAJAK SEPEKAN

Coretax Nyambung dengan Data Perbankan, DJP Rilis Imbauan Soal SPT

BERITA PILIHAN
Senin, 27 Januari 2025 | 15:30 WIB PMK 118/2024

Isi Materi Keberatan Sama dengan MAP, Ini yang Bisa Dilakukan WP

Senin, 27 Januari 2025 | 14:30 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Trump Tarik AS dari Kesepakatan Pajak Global, Ini Kata Sri Mulyani

Senin, 27 Januari 2025 | 14:00 WIB AMERIKA SERIKAT

Trump Janji Segera Bebaskan Uang Tip dari Pajak Penghasilan

Senin, 27 Januari 2025 | 13:30 WIB PMK 117/2024

Sri Mulyani Atur Ulang Ketentuan Penghapusan Piutang Pajak

Senin, 27 Januari 2025 | 13:00 WIB INFOGRAFIS PAJAK

Kategorisasi Kuasa dan Wakil Wajib Pajak di Coretax DJP

Senin, 27 Januari 2025 | 11:30 WIB PERDAGANGAN BERJANGKA

Nilai Transaksi Perdagangan Berjangka Komoditi 2024 Naik 29,3 Persen

Senin, 27 Januari 2025 | 10:00 WIB PMK 119/2024

Pemerintah Perinci Objek Penelitian atas PKP Berisiko Rendah

Senin, 27 Januari 2025 | 09:00 WIB KEBIJAKAN FISKAL

Siap-Siap SBN Ritel Perdana 2025! Besok Dirilis ORI027T3 dan ORI027T6