Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews – Sebanyak 23 pelaku usaha telah mendapatkan fasilitas supertax deduction penelitian dan pengembangan (litbang) hingga September 2022. Topik tersebut menjadi salah satu bahasan media nasional pada hari ini, Rabu (28/12/2022).
Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan mencatat pelaku usaha mengajukan sebanyak 168 proposal litbang dengan biaya litbang senilai Rp1,29 triliun. Dalam biaya tersebut, terdapat biaya aktiva tetap senilai Rp5,7 miliar.
Apabila dilihat dari fokus litbang dalam proposal, 3 terbesar fokus penelitian yang diajukan pelaku usaha adalah pangan (50 proposal); farmasi, kosmetik, dan alat kesehatan (48 proposal); dan kimia dasar berbasis migas dan batu bara (38 proposal).
Selain 3 fokus di atas, terdapat pula beberapa proposal litbang yang berfokus pada energi, logam, agroindustri, IT, alat transportasi, hingga tekstil.
Pada saat bersamaan, pemerintah mencatat terdapat 61 pelaku usaha yang mendapatkan fasilitas supertax deduction vokasi setelah mengadakan 772 perjanjian kerja sama dengan 682 lembaga pendidikan.
Menurut pemerintah, jumlah pemberian fasilitas tersebut tergolong rendah. Hal ini dikarenakan pandemi Covid-19 membatasi pelaksanaan sosialisasi fasilitas supertax deduction kepada pelaku usaha.
Kebijakan pemberian fasilitas supertax deduction vokasi telah berjalan selama 3 tahun. Hingga pertengahan September 2022, pelaku usaha baru memberikan pelatihan kepada 65.000 peserta, dengan estimasi biaya yang dikeluarkan sekitar Rp970 miliar.
Selain soal fasilitas supertax deduction, ada pula ulasan berita perpajakan lainnya terkait dengan target penerimaan PPN, rencana revisi perpres perihal perjanjian multilateral perpajakan, hingga SDM Ditjen Pajak. Berikut ulasan berita selengkapnya.
Ada Pemeriksaan, Begini Cara Tentukan DPP PPN Sesuai PP 44/2022
Melalui Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 44/2022, pemerintah menyesuaikan ketentuan dasar pengenaan pajak (DPP) dan PPN yang ditetapkan berdasarkan pada hasil pemeriksaan.
Mengacu Pasal 17 ayat (3) PP 44/2022, jika berdasarkan pada hasil pemeriksaan pengusaha kena pajak (PKP) tidak melaksanakan sebagian atau seluruh kewajiban pemungutan, DPP untuk menentukan PPN atau PPN dan PPnBM yang terutang ditetapkan sesuai dengan hasil pemeriksaan.
“Besarnya PPN atau PPN dan PPnBM yang terutang … dihitung berdasarkan tarif dikalikan dasar pengenaan pajak sesuai hasil pemeriksaan,” bunyi penggalan Pasal 17 ayat (4) PP 44/2022. (DDTCNews)
Pemerintah Pasang Target Tinggi Pajak Konsumsi pada Tahun Depan
Di tengah ancaman inflasi tinggi serta kian nyatanya ancaman resesi global, pemerintah mematok target pajak konsumsi yang tinggi di tahun depan.
Pemerintah menargetkan penerimaan pajak dari PPN dan PPnBM pada 2023 sejumlah Rp742,95 triliun, atau naik Rp103,96 triliun dari target sebagaimana diatur dalam Perpres 98/2022 senilai Rp638,99 triliun.
"Target penerimaan pajak termasuk PPN dihitung secara hati-hati, perkiraan penerimaan PPN tentu memperhitungkan angka perkiraan pertumbuhan ekonomi plus inflasi," ujar Kasubdit Peraturan PPN Perdagangan, Jasa dan Pajak Tidak Langsung Lainnya DJP Bonarsius Sipayung. (kontan.co.id)
Dampak Coretax System terhadap SDM Ditjen Pajak
Dirjen Pajak Suryo Utomo mengungkapkan pembangunan coretax administration system akan diikuti dengan reformasi SDM Ditjen Pajak (DJP).
Suryo mengatakan dengan adanya coretax administration system (CTAS) maka kerja DJP akan lebih berfokus pada pengawasan, bukan lagi pada pekerjaan-pekerjaan yang sifatnya administratif.
"Jadi, reform pajak tidak hanya mengganti aplikasi. Reform isn’t just setting atau implementing aplikasi. Aspek yang lebih penting adalah menyiapkan SDM, orangnya," katanya.
Dengan adanya coretax administration system, mayoritas pekerjaan yang sifatnya administratif dapat diselesaikan secara otomatis lewat sistem sehingga makin banyak pegawai yang DJP yang dapat ditugaskan untuk melakukan pengawasan dan pemeriksaan. (DDTCNews)
Perpres Soal Perjanjian Multilateral di Bidang Pajak Bakal Direvisi
Pemerintah berencana merevisi 2 peraturan presiden (perpres) terkait dengan ratifikasi atas perjanjian multilateral di bidang perpajakan pada tahun depan.
Perpres yang akan direvisi tersebut antara lain Perpres 77/2019 tentang pengesahan atas Multilateral Instrument (MLI) dan Perpres 159/2014 tentang pengesahan Convention On Mutual Administrative Assistance In Tax Matters (MAAC).
"Program penyusunan perpres ... ditetapkan untuk jangka waktu 1 tahun," bunyi Keputusan Presiden (Keppres) 26/2022. (DDTCNews)
Fasilitas Pajak di Kawasan Ekonomi Khusus Masih Sepi Peminat
Data pada Laporan Belanja Perpajakan 2021 menunjukkan insentif tax holiday dan tax allowance yang ditawarkan pemerintah di kawasan ekonomi khusus (KEK) masih sepi peminat.
Badan Kebijakan Fiskal (BKF) mencatat pemanfaatan insentif tax holiday di KEK pada 2021 masih senilai Rp0 dan diproyeksikan tetap senilai Rp0 pada tahun ini.
"Belum ada badan usaha atau pelaku usaha yang memanfaatkan tax holiday di KEK," tulis BKF dalam laporannya.
Padahal, nilai investasi yang diperlukan agar pelaku usaha bisa memanfaatkan insentif tax holiday di KEK sesungguhnya sudah jauh lebih rendah bila dibandingkan dengan tax holiday di luar KEK. (DDTCNews)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.