PARIS, DDTCNews - Rencana kenaikan pajak atas bahan bakar bermotor yang berakhir dengan kerusuhan di Prancis ternyata menjadi “puncak” dari besarnya beban pajak yang sebenarnya ditanggung oleh wajib pajak Prancis. Sebagaimana dilansir dari Proquest, Prancis merupakan satu-satunya negara barat yang mengenakan pajak paling tinggi untuk seluruh jenis pajak.
Menurut laporan statistik tahunan OECD yang dirilis oleh OECD secara mingguan, Prancis menduduki urutan pertama. Berdasarkan laporan OECD, kontribusi pajak bagi penerimaan negara di Prancis mencapai 46,2% pada tahun 2017. Jumlah kontribusi pajak di Prancis lebih besar daripada jumlah kontribusi pajak negara Denmark yang berjumlah 46%.
Di samping itu, berdasarkan laporan OECD juga, kontribusi pajak terhadap penerimaan negara di Prancis juga lebih besar daripada Swedia dan Jerman. Di Swedia, pajak berkontribusi terhadap penerimaan negara sebesar 44% dan Jerman sebesar 37,5%. Bahkan, kontribusi pajak bagi penerimaan negara di Prancis jauh lebih tinggi daripada rata-rata kontribusi pajak bagi penerimaan negara di negara-negara OECD yang berjumlah 34,2% atau di Amerika Serikat yang berjumlah 27,1%.
Ada tiga sektor utama yang menjadi penyokong terkait dengan tingginya penerimaan pajak di Prancis, yaitu asuransi sosial, penggajian (payroll) dan properti. Jika dibandingkan dengan negara-negara OECD, ketiga sektor tersebut bukan merupakan sumber penerimaan pajak yang tinggi di negara OECD lainnya. Pertama, kontribusi pajak terhadap penerimaan negara yang berasal dari asuransi sosial di Prancis dapat mencapai 37%. Sementara itu, pajak yang berasal asuransi sosial di sebagai besar negara-negara OECD hanya berkontribusi terhadap penerimaan negara sebesar 26%.
Kedua, pajak yang bersumber dari payroll di Prancis berkontribusi bagi penerimaan negara sebesar 3%, sedangkan kontribusi pajak yang berasal dari payroll di rata-rata negara OECD jumlah sangat tidak signifikan bagi penerimaan negara, yaitu hanya sebesar 1%. Ketiga, pajak properti di Prancis dapat berkontribusi bagi penerimaan negara sebesar 9%. Namun, kontribusi pajak properti bagi penerimaan negara di rata-rata negara OECD hanya sebesar 6%.
Selain itu, pemerintahan Macron juga mengenakan PPN dan pajak konsumsi lainnya yang kontribusinya terhadap penerimaan negara mencapai 24%. Memang, jumlah kedua pajak tersebut masih rendah jika dibandingkan dengan jumlah pajak yang diterapkan di sebagian besar di negara OECD, yaitu 33%. Akan tetapi, pajak konsumsi merupakan jenis pajak memberikan dampak paling besar bagi wajib pajak di kalangan miskin dan kelas menengah. Penyebabnya adalah kedua kelompok tersebut menghabiskan sebagai besar penghasilan mereka untuk kegiatan konsumsi.
Jika pemerintahan Presiden Macron tetap menaikkan pajak atas bahan bakar bermotor maka kenaikan pajak ini dapat menghancurkan sistem pemerintahannya. Kenaikan pajak atas bahan bakar bermotor akan memberatkan bagi pembayar pajak di kelas miskin dan kelas menengah, khususnya wajib pajak yang tinggal di daerah pedesaan dan daerah pinggiran lainnya. Terlebih lagi, Presiden Macron tidak pernah berkampanye untuk menaikkan pajak atas bahan bakar bermotor selama pemilihan presiden. (Amu)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.