Ilustrasi. Petugas (kanan) menjelaskan keunggulan dari salah satu mobil keluaran terbaru kepada calon pembeli di dealer resmi Daihatsu, Banda Aceh, Aceh, Kamis (3/6/2021). Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) memperkirakan akan terjadi peningkatan penjualan mobil baru dari 750.000 unit menjadi 800.000 unit lebih setelah pemerintah memberikan keringanan pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM) selama 2021. ANTARA FOTO / Irwansyah Putra/foc.
JAKARTA, DDTCNews – Skenario perubahan skema pemajakan terhadap konsumsi barang kena pajak (BKP) yang tergolong mewah dari pengenaan PPnBM menjadi PPN disebutkan dalam Naskah Akademik (NA) Rancangan Undang-Undang (RUU) Ketentuan Umum Perpajakan (KUP).
Pengenaan pajak pertambahan nilai (PPN) dengan tarif lebih tinggi atas konsumsi barang kena pajak (BKP) yang tergolong mewah dinilai lebih sederhana. Kebijakan ini juga dapat meningkatkan penerimaan karena ada penambahan kelompok BKP yang tergolong mewah sesuai dengan perkembangan dan kebutuhan.
“[Langkah ini] dapat meningkatkan penerimaan dengan penambahan kelompok BKP yang tergolong mewah dan meredam distorsi ekonomi dan ketidakadilan, serta lebih mudah dalam pengawasan sehingga lebih efektif untuk mencegah upaya penghindaran pajak,” jelas pemerintah dalam NA RUU KUP, dikutip pada Senin (19/7/2021).
Implementasi perubahan skema pengenaan pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM) atas penyerahan BKP yang tergolong mewah menjadi pengenaan tarif PPN yang lebih tinggi akan diberlakukan melalui 2 tahap.
Pada tahap pertama, pengenaan tarif PPN yang lebih tinggi akan diberlakukan bagi kelompok BKP yang tergolong mewah selain kendaraan bermotor. Dalam tahap ini, BKP yang tergolong mewah berupa kendaraan bermotor akan tetap dikenakan PPnBM.
Berdasarkan pada estimasi yang dilakukan Kementerian Keuangan, pengenaan tarif PPN yang lebih tinggi pada kelompok BKP yang tergolong mewah selain kendaraan bermotor akan menambah penerimaan PPN menjadi lebih tinggi.
Namun demikian, mengingat selisih pertambahan tarif PPN tidak setinggi pengenaan tarif PPnBM, maka terjadi selisih penerimaan negara yang cukup signifikan dari berkurangnya objek PPnBM.
Meski demikian, perubahan skema pengenaan PPnBM menjadi pengenaan PPN dengan tarif yang lebih tinggi dinilai lebih efektif untuk mencegah upaya penghindaran pajak yang dilakukan dengan memanfaatkan kelemahan skema PPnBM.
Hal tersebut dapat memberikan ruang bagi pemerintah untuk menambah kelompok BKP yang tergolong mewah seperti barang-barang fasyen berupa tas, arloji dan pakaian mewah, atau barang-barang elektronik dengan spesifikasi tertentu yang hanya dikonsumsi masyarakat berpenghasilan tinggi.
“Sehingga pada akhirnya dapat berdampak pada penambahan penerimaan negara,” imbuh pemerintah.
Adapun pada tahap kedua, pengenaan tarif PPN yang lebih tinggi terhadap kelompok BKP yang tergolong mewah berupa kendaraan bermotor.
Berdasarkan pada perhitungan Kementerian Keuangan, terdapat hasil yang serupa dengan penghitungan penerimaan PPN terhadap kelompok BKP yang tergolong mewah selain kendaraan bermotor.
Pertambahan penerimaan PPN akan berbanding lurus dengan pertambahan persentase kenaikan tarif PPN. Adapun selisih penerimaan negara akibat peralihan skema pengenaan pajak terhadap kelompok BKP yang tergolong mewah berupa kendaraan bermotor akan terkompensasi apabila terhadap kelompok BKP yang tergolong mewah berupa kendaraan bermotor dikenakan tarif PPN 25%. (kaw)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.