Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews – Pertumbuhan belanja modal dalam lima tahun terakhir masih lebih rendah dari belanja barang. Menurut otoritas fiskal, kondisi tersebut berkaitan erat dengan kinerja penerimaan negara.
Dirjen Anggaran Kemenkeu Askolani mengatakan untuk mengerek naik pertumbuhan belanja modal, penerimaan negara idealnya secara paralel ikut naik. Kapasitas fiskal, sambungnya, harus bergerak seimbang antara penerimaan dan alokasi belanja.
“Tentu menaikkan pertumbuhan belanja harus diseimbangkan dengan kemampuan fiskal kita,” katanya di ruang rapat Banggar, Kamis (27/6/2019).
Menurutnya, pengalokasian belanja modal juga tidak semudah mengalokasikan belanja lainnya dalam aspek tertib administrasi. Untuk pembangunan infrastruktur misalnya, anggaran belanja modal baru bisa direncanakan ketika lahannya sudah ada. Dengan demikian, pencairan anggaran bisa dilakukan segera.
“Dia [belanja modal] administrasinya harus selesai, perencanaannya juga matang, dan kadang-kadang dibutuhkan lebih dari setahun. Makanya, kadang-kadang harus dikontrakkan lagi. Itu tantangannya,” paparnya.
Menurutnya, alokasi belanja infrastruktur tidak selalu identik dengan pos belanja modal. Pembangunan fisik hematnya dapat dilakukan melalui pos belanja lainnya seperti dalam transfer ke daerah dan melalui dana desa.
“Belanja modal salah satu komponen untuk infrastruktur. Untuk pembangunan infrastruktur yang namanya juga belanja modal itu ada juga di TKDD, DAK fisik, dana desa, LMAN, dan PMN. Itu sama cuma namanya bukan belanja modal,” imbuhnya.
Data Ditjen Anggaran menunjukan sejak 2014-2019, rata-rata pertumbuhan belanja K/L per tahunnya mengalami peningkatan 8,2%. Dari angka tersebut, belanja pegawai setiap tahunnya tumbuh 9,5%, belanja barang tumbuh 14,3% dan belanja modal 4,1%. (kaw)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.