Tampilan cover Indonesia Taxation Quarterly Report (Q1-2019).
JAKARTA, DDTCNews – Tren kebijakan pajak di tataran global dan domestik dalam beberapa waktu terakhir sangat menarik untuk diikuti. Salah satu isu yang masih hangat diperbincangkan adalah perkembangan ekonomi digital yang berpotensi mengubah lanskap pajak.
Untuk memberikan gambaran sektor pajak terkini sekaligus analisis terkait berbagai isu dan kebijakannya, DDTC Fiscal Research merilis Indonesia Taxation Quarterly Report (Q1-2019) bertajuk ‘Tax and Digital Economy: Threats and Opportunities’ pada hari ini, Rabu (1/5/2019). Untuk mendapatkan Laporan tersebut, silahkan download DI SINI.
Dalam laporan kuartalan tersebut, DDTC Fiscal Research membagi tiga bagian. Pertama, Perkembangan Terkini. Dalam bagian ini, ada bahasan mengenai gambaran perekonomian terkini yang berpengaruh pada kinerja peneriman pada kuartal I/2019.
Selain itu, masih dalam bagian pertama, ada analisis tentang berbagai kebijakan terbaru yang diluncurkan pemerintah. Beberapa kebijakan itu seperti perluasan cakupan ekspor jasa yang dikenai PPN 0% dan penetapan kriteria Bentuk Usaha Tetap (BUT).
DDTC Fiscal Research juga menyajikan perkembangan diskusi terkait perubahan arsitektur pajak internasional tengah menghangat. Hal ini dipicu adanya proposal OECD terkait pemajakan ekonomi digital, Anti-Tax Avoidance Directive (ATAD) dari Uni Eropa, serta Policy Paper milik IMF.
Kedua, Pajak dan Ekonomi Digital. Perkembangan ekonomi digital telah menciptakan kerumitan dalam pemajakannya. Digitalisasi telah meningkatkan risiko base erosion and profit shifting (BEPS). DDTC Fiscal Research memaparkan beberapa tantangan dalam memajaki ekonomi digital.
Saat ini, opsi untuk memajaki ekonomi digital sedang dibicarakan di tingkat internasional. OECD juga telah mengajukan proposal yang berisi 2 pilar utama. Di Indonesia, pemerintah baru saja melangkah dengan PMK 210/2018. Sayangnya, beleid itu yang dicabut akhir Maret lalu.
Ketiga, Agenda Reformasi Pajak. Seperti diketahui, reformasi pajak masih menjadi agenda penting pemerintah yang menarik untuk diikuti. Bagaimanapun, arah reformasi pajak di suatu negara belum tentu sesuai untuk menyelesaikan permasalahan di negara lain.
Namun, pengetahuan mengenai sistem pajak di negara lain menjadi krusial. Hal ini dikarenakan interaksi antarsistem pajak makin tidak terhindarkan dalam konteks globalisasi. Bagaimanapun, reformasi pajak harus dipahami sebagai cara untuk membawa sedekat mungkin ke arah yang paling ideal dan seimbang (second best policy).
Dalam laporan tersebut, DDTC Fiscal Research menyuguhkan beberapa aspek yang menjadi pemicu tren reformasi pajak di berbagai negara dalam 5 tahun terakhir. Selain itu, ada pula analisis terkait beberapa aspek yang menjadi sasaran reformasi pajak. Tidak kalah pentingnya, laporan ini juga mengulas terkait reformasi pajak untuk mendorong daya saing.
Sekadar informasi, kehadiran Indonesia Taxation Quarterly Report (Q1-2019) menjadi wujud nyata salah satu visi DDTC yakni untuk mengeliminasi asimetri informasi pajak. Sebagai institusi pajak berbasis riset dan pengetahuan, laporan itu diharapkan juga berpengaruh dan berkontribusi bagi Indonesia dalam menentukan arah kebijakan pajaknya di masa mendatang.
Hingga saat ini, tidak ada ulasan komprehensif tentang perkembangan area pajak—baik di tingkat nasional, subnasional, dan internasional—yang terbit secara berkala dari institusi di luar pemerintah. Padahal, para pemangku kepentingan di area pajak maupun publik secara luas memerlukan informasi untuk pengambilan keputusan dan penunjuk arah ke depan.
Laporan ini akan secara rutin diterbitkan oleh DDTC Fiscal Research setiap kuartal. DDTC Fiscal Research juga akan mengadakan konferensi pers untuk mengupas laporan tersebut pada Kamis (2/5/2019) pukul 12.00 WIB di Menara DDTC. (kaw)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.