ADMINISTRASI PAJAK

Perbedaan Pegawai Tetap dari Aspek Perpajakan dan Ketenagakerjaan

Redaksi DDTCNews | Selasa, 27 Februari 2024 | 14:30 WIB
Perbedaan Pegawai Tetap dari Aspek Perpajakan dan Ketenagakerjaan

Sejumlah pekerja berjalan pulang di Jalan Sudirman, Jakarta, Selasa (6/2/2024). Pemerintah mengeluarkan Surat Edaran (SE) Nomor 1 Tahun 2024 terkait pekerja atau buruh yang masuk kerja saat Pemilu 14 Februari 2024 berhak atas upah lembur dan hak-hak lainnya sesuai aturan upah lembur pada hari libur resmi. ANTARA FOTO/Bayu Pratama S.

JAKARTA, DDTCNews - Peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan ikut mengatur pengenaan pajak penghasilan (PPh) atas pegawai. Berdasarkan PMK 168/2023, pengenaan PPh bergantung pada jenis pegawai, apakah tetap atau tidak tetap.

Namun, ternyata ada perbedaan makna 'pegawai tetap' jika dilihat dari aspek ketenagakerjaan dan perpajakan.

Mengacu pada UU PPh dan PMK 168/2023, pegawai tetap adalah pegawai yang menerima atau memperoleh penghasilan secara teratur, termasuk anggota dewan komisaris dan anggota dewan pengawas, serta pegawai yang bekerja berdasarkan kontrak untuk suatu jangka waktu tertentu sepanjang pegawai yang bersangkutan bekerja penuh dalam pekerjaan tersebut.

Baca Juga:
Pemerikaan Pajak oleh DJP terhadap Kontraktor Migas, Apa Saja?

Sementara dalam UU Ketenagakerjaan, pegawai atau karyawan terbagi menjadi dua status, yakni Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu (PKWTT) dan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT). PKWTT merupakan perjanjian kerja yang mengikat karyawan tetap.

Pada PKWTT, perjanjian dibuat antara pekerja dengan pengusaha untuk mengadakan hubungan kerja yang bersifat tetap. PKWTT dapat mensyaratkan masa percobaan kerja paling lama 3 bulan. Pada masa ini, pengusaha dilarang menbayar upah di bawah upah minimum yang berlaku

Pegawai Tetap dalam Perpajakan

Berdasarkan buku Petunjuk Penggunaan Aplikasi e-Bupot 21/26 yang dirilis Ditjen Pajak (DJP), dalam UU Perpajakan, kategori pegawai tetap dilihat dari 3 karakteristik.

Baca Juga:
Tahap Pra-Implementasi Aplikasi Coretax, DJP Imbau WP Soal Ini

Pertama, apakah pegawai tersebut memperoleh penghasilan secara tetap, tidak dipengaruhi oleh jumlah hari bekerja atau penyelesaian pekerjaan?

Kedua, apakah yang bersangkutan bekerja penuh dalam pekerjaan tersebut?

Ketiga, apakah yang bersangkutan bekerja berdasarkan kontrak/kesepekatan/perjanjian tertulis/perjanjian tidak tertulis/menduduki jabatan tertentu?

Baca Juga:
Hingga November, Kanwil DJP Jakbar Kumpulkan Pajak Rp57,67 Triliun

"Pegawai outsourcing bisa dikategorikan sebagai pegawai tetap secara perpajakan jika memenuhi 3 kriteria di atas," tulis DJP.

Bagi pegawai tetap, PPh Pasal 21 dikenakan atas penghasilan yang diterima atau diperoleh pegawai tetap, baik yang bersifat teratur maupun tidak teratur. Penghasilan yang dimaksud tersebut di antaranya dapat berupa 6 bentuk.

Pertama, seluruh gaji, segala jenis tunjangan dan penghasilan teratur lainnya, termasuk uang lembur (overtime) dan penghasilan sejenisnya. Kedua, bonus, tunjangan hari raya (THR), jasa produksi, tantiem, gratifikasi, premi, dan penghasilan lain yang sifatnya tidak teratur.

Baca Juga:
Nanti Ada Coretax, Masih Perlu Ajukan Sertifikat Elektronik?

Ketiga, imbalan sehubungan dengan kegiatan yang diselenggarakan oleh pemberi kerja. Keempat, pembayaran iuran jaminan kecelakaan kerja dan iuran jaminan kematian kepada badan penyelenggara jaminan sosial ketenagakerjaan, yang dibayarkan oleh pemberi kerja.

Kelima, pembayaran iuran jaminan pemeliharaan kesehatan kepada badan penyelenggara jaminan sosial kesehatan yang dibayarkan oleh pemberi kerja. Keenam, pembayaran premi asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan kerja, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi beasiswa yang dibayarkan oleh pemberi kerja.

Secara ringkas, penghitungan PPh Pasal 21 untuk pegawai tetap dibedakan menjadi 2 hal. Pertama, penghitungan PPh Pasal 21 terutang atas penghasilan yang diterima atau diperoleh setiap masa pajak selain masa pajak terakhir.

Baca Juga:
Ketentuan Pelaporan PPh Atas Penjualan Saham Berubah, Jadi Lebih Cepat

Besaran PPh Pasal 21 terutang pada setiap masa pajak selain masa pajak terakhir dihitung dengan menggunakan tarif efektif bulanan dikalikan dengan jumlah penghasilan bruto yang diterima atau diperoleh pegawai tetap dalam 1 masa pajak.

Kedua, penghitungan kembali PPh Pasal 21 terutang atas penghasilan yang diterima atau diperoleh dalam 1 tahun pajak atau bagian tahun pajak yang digunakan sebagai dasar pengisian bukti pemotongan PPh Pasal 21 pada masa pajak terakhir. Penghitungan kembali ini dilakukan pada masa pajak terakhir, yaitu pada:

  1. bulan di mana pegawai tetap berhenti bekerja atau pensiun;
  2. bulan di mana pensiunan berhenti menerima atau memperoleh uang terkait pensiun;
  3. bulan Desember untuk pegawai tetap yang bekerja sampai dengan akhir tahun pajak dan untuk pensiunan yang menerima atau memperoleh uang terkait pensiun sampai dengan akhir tahun pajak.

Besaran PPh Pasal 21 terutang pada masa pajak terakhir dihitung berdasarkan jumlah PPh Pasal 21 terutang dalam 1 tahun pajak atau bagian tahun pajak dikurangi dengan jumlah PPh Pasal 21 yang telah dipotong pada setiap masa pajak selain masa pajak terakhir.

Adapun jumlah PPh Pasal 21 terutang dalam 1 tahun pajak atau bagian tahun pajak dihitung dengan menggunakan tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a UU PPh dikalikan dengan jumlah penghasilan kena pajak (PKP). Simak Tarif Efektif PPh 21 Berlaku Tahun Depan, Begini Contoh Pemotongannya. (sap)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Rabu, 25 Desember 2024 | 11:30 WIB PMK 94/2023

Pemerikaan Pajak oleh DJP terhadap Kontraktor Migas, Apa Saja?

Rabu, 25 Desember 2024 | 08:00 WIB BERITA PAJAK HARI INI

Tahap Pra-Implementasi Aplikasi Coretax, DJP Imbau WP Soal Ini

Selasa, 24 Desember 2024 | 18:00 WIB KANWIL DJP JAKARTA BARAT

Hingga November, Kanwil DJP Jakbar Kumpulkan Pajak Rp57,67 Triliun

Selasa, 24 Desember 2024 | 16:00 WIB CORETAX SYSTEM

Nanti Ada Coretax, Masih Perlu Ajukan Sertifikat Elektronik?

BERITA PILIHAN
Rabu, 25 Desember 2024 | 15:00 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Pemerintah akan Salurkan KUR Rp300 Triliun Tahun Depan

Rabu, 25 Desember 2024 | 13:30 WIB PSAK 201

Item-Item dalam Laporan Posisi Keuangan Berdasarkan PSAK 201

Rabu, 25 Desember 2024 | 13:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Kontribusi ke Negara, DJP: Langganan Platform Digital Kena PPN 12%

Rabu, 25 Desember 2024 | 12:30 WIB KEBIJAKAN KEPABEANAN

Fitur MFA Sudah Diterapkan di Portal CEISA sejak 1 Desember 2024

Rabu, 25 Desember 2024 | 11:30 WIB PMK 94/2023

Pemerikaan Pajak oleh DJP terhadap Kontraktor Migas, Apa Saja?

Rabu, 25 Desember 2024 | 11:00 WIB INFOGRAFIS PAJAK

Dokumen yang Dilampirkan saat Pemberitahuan Perpanjangan SPT Tahunan

Rabu, 25 Desember 2024 | 09:37 WIB KURS PAJAK 25 DESEMBER 2024 - 31 DESEMBER 2024

Kurs Pajak Terbaru: Rupiah Melemah terhadap Mayoritas Mata Uang Mitra