Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews – Ditjen Pajak (DJP) telah menerbitkan peraturan baru terkait dengan klasifikasi lapangan usaha (KLU) wajib pajak. Topik tersebut menjadi salah satu bahasan media nasional pada hari ini, Selasa (20/9/2022).
Peraturan yang dimaksud adalah PER-12/PJ/2022. Dengan berlakunya beleid tersebut, yakni mulai 9 September 2022, KEP-233/PJ/2012 s.t.d.d KEP-321/PJ/2012 terkait dengan KLU wajib pajak dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
“Direktur jenderal pajak atau pejabat yang ditunjuk oleh direktur jenderal pajak melakukan perubahan KLU secara jabatan bagi wajib pajak yang sudah terdaftar di DJP, sesuai dengan peraturan direktur jenderal ini,” bunyi penggalan Pasal 7 ayat (1) PER-12/PJ/2022.
Adapun perubahan KLU juga dilakukan jika ada perubahan klasifikasi baku lapangan usaha Indonesia (KBLI). Jika ada KLU yang tidak dapat diidentifikasi sesuai dengan PER-12/PJ/2022, dirjen pajak atau pejabat yang ditunjuk secara jabatan atau berdasarkan permohonan wajib pajak menentukan KLU.
Selain mengenai KLU wajib pajak, ada pula bahasan terkait dengan terbitnya Peraturan Pemerintah (PP) 28/2022 untuk memperkuat tugas dan wewenang panitia urusan piutang negara (PUPN). Ada pula bahasan tentang pelaporan SPT Masa PPN 1111.
Sesuai dengan PER-12/PJ/2022, KBLI digunakan sebagai KLU bagi beberapa wajib pajak. Pertama, wajib pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas. Kedua, wajib pajak warisan belum terbagi yang melakukan kegiatan usaha. Ketiga, wajib pajak badan. Keempat, wajib pajak instansi pemerintah.
Kemudian, bagi wajib pajak orang pribadi yang disebutkan dalam Pasal 2 ayat (4) PER-12/PJ/2022 menggunakan KLU yang tercantum dalam lampiran. Wajib pajak orang pribadi yang dimaksud antara lain, pertama, pejabat dan penyelenggara negara.
Kedua, pegawai aparatur sipil negara (ASN). Ketiga, prajurit Tentara Nasional Indonesia (TNI) dan anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri). Keempat, pegawai BUMN/BUMD. Kelima, pegawai swasta. Keenam, pensiunan pegawai negeri sipil/prajurit TNI/anggota Polri.
Ketujuh, pejabat/pegawai perwakilan negara asing dan badan atau organisasi internasional. Kedelapan, orang pribadi yang bekerja dalam hubungan kerja lainnya. Kesembilan, orang pribadi yang tidak melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas dan tidak memiliki pekerjaan dalam hubungan pekerjaan. (DDTCNews)
Pemerintah mengatur penanggung utang negara atau debitur dapat dilakukan tindakan keperdataan dan/atau penghentian layanan publik sebagaimana diatur dalam PP 28/2022.
Tindakan tersebut termasuk penghentian layanan publik dalam bidang perpajakan, kekayaan negara dan barang milik negara, penerimaan negara bukan pajak, kepabeanan, dan cukai. Khusus di bidang perpajakan, ada 3 jenis layanan yang dapat dihentikan.
"Penghentian layanan publik dalam bidang perpajakan...dapat berupa surat keterangan fiskal; pengembalian pendahuluan kelebihan pajak; dan/atau tax holiday atau tax allowance," bunyi Pasal 51 ayat (3) huruf d PP 28/2022. (DDTCNews)
DJP mengingatkan kembali mengenai cara pelaporan SPT Masa PPN 1111. Sesuai dengan informasi yang disampaikan DJP, untuk melalukan pelaporan SPT Masa PPN 1111, pengusaha kena pajak (PKP) tidak perlu lagi create file CSV dari aplikasi e-faktur. Simak pula ‘Apa Itu Data CSV?’.
“Proses posting dan pelaporan SPT dilakukan secara langsung melalui laman https://web-efaktur.pajak.go.id,” demikian informasi dari DJP dalam sebuah video yang diunggah di Youtube. (DDTCNews)
Menteri keuangan telah memberikan persetujuan izin pembukaan data perpajakan terhadap wajib pajak yang masuk Daftar Sasaran Pengawasan Bersama (DSPB).
DSPB memuat daftar wajib pajak prioritas pengawasan wajib pajak bersama yang merupakan hasil koordinasi kanwil Ditjen Pajak (DJP) dan pemerintah daerah (pemda). Sejak 2019, sebanyak 6.745 wajib pajak sudah masuk DSPB dengan 152 pemda.
“Sebagai tindak lanjut pengawasan oleh pemda, telah diberikan persetujuan izin pembukaan data perpajakan oleh menteri keuangan terhadap wajib pajak dalam DSPB tersebut,” ungkap DJP dalam Siaran Pers No. SP-52/2022. (DDTCNews)
Pemerintah dan Panja A Badan Anggaran DPR menyepakati peningkatan target penerimaan perpajakan 2023 senilai Rp4,3 triliun dari Rp2.016,9 triliun menjadi Rp2.021,2 triliun.
Target penerimaan pajak menjadi Rp1.718 triliun atau naik Rp2,9 triliun dari usulan awal pemerintah senilai Rp1.715,1 triliun. Kenaikan target tersebut sepenuhnya disokong kenaikan target PPN yang naik dari Rp740,1 triliun menjadi Rp743 triliun.
"Ini karena [asumsi] inflasi yang sedikit meningkat, pertumbuhan ekonomi tetap 5,3%, dan size ekonomi akan sedikit lebih tinggi, diharapkan PPN mengikuti size ekonomi tersebut," kata Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati. (DDTCNews/Kontan) (kaw)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.