Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews - Dalam satu dekade terakhir, aset tak berwujud telah menjadi faktor penting dalam penciptaan nilai (value creation) perusahaan multinasional di era bisnis global.
Signifikansi aset tak berwujud dalam menciptakan nilai ini membawa implikasi terhadap perlakuan pajak, khususnya terkait dengan penetapan harga transfer (transfer pricing).
Perusahaan multinasional mencari cara untuk mengoptimalkan pengelolaan aset tak berwujud untuk mendapatkan perlakuan pajak yang paling efisien. Perencanaan pajak melalui aset tak berwujud umumnya dilakukan dengan 2 cara.
Pertama, dengan menggunakan aset tak berwujud melalui perjanjian lisensi. Cara ini menimbulkan konsekuensi berupa adanya biaya royalti. Nanti, biaya royalti ini dipakai untuk menjadi pengurang penghasilan kena pajak perusahaan multinasional.
Kedua, dengan mengalihkan kepemilikan aset tak berwujud dari yurisdiksi dengan tarif pajak tinggi ke yurisdiksi dengan tarif pajak rendah. Alhasil, yurisdiksi bakal kehilangan potensi penerimaan pajak dari royalti yang seharusnya diperoleh.
Melihat kondisi itu, setiap otoritas pajak makin menyoroti isu penghindaran pajak yang dilakukan perusahaan multinasional. Sebab, perusahaan multinasional dapat melakukan perencanaan pajak yang agresif dengan menggunakan aset tak berwujud sebagai alat penghindaran pajak.
Isu-isu tersebut juga telah berkontribusi pada penggerusan basis pajak dan pengalihan laba perusahaan multinasional dari yurisdiksi dengan tarif pajak tinggi ke yurisdiksi dengan tarif pajak yang lebih rendah.
Guna menangkal aksi Base Erosion and Profit Shifting (BEPS) yang dilakukan oleh perusahaan multinasional atas aset tak berwujud, OECD merilis laporan akhir Rencana Aksi BEPS 8 pada 2015 dan merevisi OECD Guidelines pada 2017 dan 2022.
OECD Guidelines 2022 yang mencakup rekomendasi dari Proyek Anti-BEPS Aksi 8 menetapkan kriteria-kriteria sebagai solusi untuk mencegah praktik BEPS, terutama yang berhubungan dengan penggunaan aset tak berwujud.
Lantas, seperti apa ulasan aset tak berwujud dalam OECD Guidelines 2022? Baca ulasan aset tak berwujud dalam konteks transfer pricing melalui buku DDTC Transfer Pricing: Ide, Strategi, dan Panduan Praktis dalam Perspektif Pajak Internasional (Edisi Kedua: Volume II).
Pada buku tersebut, penyajian bahasan aset tak berwujud dalam konteks transfer pricing di antaranya identifikasi atas keberadaan aset tak berwujud, kepemilikan, kerangka analisis, hingga penerapan prinsip kewajaran yang melibatkan aset tak berwujud.
Masyarakat dapat membeli buku tersebut senilai Rp1 juta. Harga termasuk berlangganan platform database Perpajakan ID selama 1 tahun dan gratis ongkos kirim pengiriman buku ke seluruh wilayah di Indonesia.
Preorder buku terbitan terbaru DDTC tentang transfer pricing melalui tautan https://store.perpajakan-id.ddtc.co.id/ (rig)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.