KOLOMBO, DDTCNews – Pemerintah Sri Lanka telah mengajukan rancangan Undang-Undang (RUU) yang akan mengatur tentang sanksi atas praktik penyalahgunaan transfer pricing yang banyak dilakukan oleh perusahaan-perusahaan multinasional.
Otoritas Pajak Sri Lanka mengatakan bahwa dalam RUU tersebut perusahaan multinasional yang melanggar aturan transfer pricing akan dikenakan sanksi hingga 2% dari total nilai transaksi diantara pihak-pihak terkait jika perusahaan tidak mengungkapkan informasi yang diperlukan kepada otoritas pajak.
“RUU baru tersebut akan dipresentasikan ke Parlemen sesegera mungkin kemudian diperdebatkan secara ekslusif agar dalam waktu dua bulan ke depan sudah dapat disahkan menjadi Undang-Undang,” ungkap pernyataan otoritas pajak Sri Lanka, Kamis (29/6).
Selain itu, RUU tersebut juga menerapkan denda sebesar 1% dari total nilai transaksi yang dilakukan dengan perusahaan afiliasi apabila dokumen yang diperlukan tidak disimpan dan dipelihara dengan baik oleh perusahaan.
RUU yang baru juga memiliki ketentuan denda hingga LKR250.000 atau Rp21,6 juta apabila dokumen yang dipersyaratkan tidak diajukan dan denda sampai LKR100.000 atau Rp8,6 juta jika dokumen yang dipersyaratkan tidak diserahkan tepat waktu.
“Denda sebesar 200% dari nilai pajak akan dikenakan apabila perusahaan menyembunyikan rincian pendapatan atau memberikan informasi yang tidak tepat mengenai pendapatan tersebut,” ungkap pernyataan otoritas pajak Sri Lanka.
Otoritas pajak di seluruh dunia, dilansir dalam economynext.com, telah sepakat untuk menindak penyalahgunaan transfer pricing sebagai upaya dalam mencegah hilangnya pendapatan pajak.
Otoritas pajak secara global meminta perusahaan multinasional untuk memenuhi persyaratan dokumentasi substantif seperti menyiapkan dokumentasi transfer pricing. (Gfa/Amu)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.