BERITA PAJAK HARI INI

Penurunan PPh Pasal 26 Berlaku untuk Bunga Obligasi Internasional

Redaksi DDTCNews | Jumat, 22 Januari 2021 | 08:45 WIB
Penurunan PPh Pasal 26 Berlaku untuk Bunga Obligasi Internasional

Ilustrasi. 

JAKARTA, DDTCNews – Pemerintah merilis Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) Perlakuan Perpajakan untuk Mendukung Kemudahan Berusaha kepada publik. RPP yang akan menjadi aturan turunan UU Cipta Kerja tersebut menjadi bahasan media nasional pada hari ini, Jumat (22/1/2021).

RPP tersebut memuat perlakuan perpajakan untuk mendukung kemudahan berusaha yang meliputi bidang pajak penghasilan (PPh), pajak pertambahan nilai (PPN), dan ketentuan umum dan tata cara perpajakan (KUP).

Salah satu poin yang masuk dalam RPP tersebut adalah ruang penurunan tarif PPh Pasal 26 atas bunga sesuai dengan amanat UU PPh yang telah diubah melalui UU Cipta Kerja. Dalam RPP ini, penurunan tarif menjadi kurang dari 20% berlaku untuk bunga obligasi internasional.

Baca Juga:
Hingga November, Kanwil DJP Jakbar Kumpulkan Pajak Rp57,67 Triliun

“Bunga … yang diberikan penurunan tarif … merupakan bunga obligasi internasional yang diterima atau diperoleh wajib pajak luar negeri selain bentuk usaha tetap,” demikian bunyi Pasal 3 ayat (5) RPP tersebut.

Namun demikian, pemerintah belum menentukan besaran penurunan tarif PPh Pasal 26 tersebut. Besaran tarif yang sudah diturunkan dalam RPP tersebut masih kosong. Namun, RPP itu juga mengamanatkan penggunaan tarif bisa sesuai dengan persetujuan penghindaran pajak berganda (P3B).

Selain itu, ada pula bahasan mengenai dividen dalam negeri yang diterima wajib pajak orang pribadi dalam negeri. Wajib pajak orang pribadi dalam negeri diwajibkan untuk menyetor sendiri PPh yang terutang atas dividen jika tidak memenuhi ketentuan syarat investasi.

Baca Juga:
WP Bisa Akses Aplikasi Coretax Mulai Hari Ini, Fiturnya Masih Terbatas

Berikut ulasan berita selengkapnya.

  • Bunga Obligasi Internasional

Dalam RPP Perlakuan Perpajakan untuk Mendukung Kemudahan Berusaha, bunga obligasi internasional termasuk pertama, bunga dari obligasi dengan kupon sebesar jumlah bruto bunga sesuai dengan masa kepemilikan obligasi.

Kedua, diskonto dari obligasi dengan kupon sebesar selisih lebih harga jual atau nilai nominal di atas harga perolehan obligasi, tidak termasuk bunga berjalan. Ketiga, diskonto dari obligasi tanpa bunga sebesar selisih lebih harga jual atau nilai nominal di atas harga perolehan obligasi.

Baca Juga:
Jelang Tutup Tahun, Realisasi Pajak Kanwil Khusus Capai 95% Target

Ketentuan mengenai bunga atas obligasi internasional yang diterbitkan berdasarkan prinsip syariah berlaku mutatis mutandis sesuai dengan ketentuan dalam RPP ini. Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pelaksanaan pemotongan PPh pasal 26 atas bunga obligasi internasional diatur dengan peraturan menteri keuangan (PMK). (DDTCNews/Bisnis Indonesia/Kontan)

  • Setor Sendiri PPh Terutang atas Dividen

Dalam Pasal 4 RPP Perlakuan Perpajakan untuk Mendukung Kemudahan Berusaha, pemerintah menambahkan satu pasal baru pada PP 94/2010, yakni Pasal 2A. Sesuai dengan ketentuan pasal tersebut, wajib pajak orang pribadi dalam negeri wajib menyetorkan PPh terutangnya sendiri bila wajib pajak tersebut tidak memenuhi ketentuan investasi untuk mengecualikan dividen dari objek pajak dalam UU PPh yang telah diubah melalui UU Cipta Kerja.

“Dalam hal wajib pajak orang pribadi dalam negeri tidak memenuhi ketentuan investasi ..., atas dividen yang berasal dari dalam negeri yang diterima oleh wajib pajak orang pribadi dalam negeri terutang PPh pada saat dividen diterima atau diperoleh," bunyi Pasal 2A ayat 6. Simak artikel ‘DJP Tetap Awasi Dividen yang Diterima WP OP Dalam Negeri’. (DDTCNews)

Baca Juga:
Jelang Natal, Pegawai DJP Diminta Tidak Terima Gratifikasi
  • Kepatuhan dan Iklim Investasi

Partner DDTC Fiscal Research B. Bawono Kristiaji berpandangan secara umum RPP Perlakuan Perpajakan untuk Mendukung Kemudahan Berusaha juga bertujuan untuk meningkatkan kepatuhan pajak secara sukarela.

Menurutnya, langkah ini dilakukan oleh pemerintah sebagai upaya memperbaiki iklim investasi atau dunia usaha karena ekonomi pascapandemi membutuhkan lebih banyak peran dari sektor nonpemerintah.

“Juga untuk memperluas basis pajak di Indonesia, serta mendorong kepatuhan yang lebih baik dengan sistem pajak yang lebih adil, berkepastian, dan proporsional khususnya dari sisi sanksi,” ujarnya. (Bisnis Indonesia)

Baca Juga:
Bikin Faktur Pajak Fiktif, Dua Bos Perusahaan Diserahkan ke Kejaksaan
  • Masukan Publik dan Sosialisasi

Partner DDTC Fiscal Research B. Bawono Kristiaji menilai sebelum disahkan, desain kebijakan RPP Perlakuan Perpajakan untuk Mendukung Kemudahan Berusaha perlu mendapatkan masukan dari publik guna menjamin akseptabilitas publik. Sosialisasi substansi RPP juga perlu dilakukan.

“Dari rancangan yang ada terlihat bahwa secara umum ada keselarasan dan penjelasan lebih mendetail mengenai aspek-aspek yang telah ada dalam klaster kemudahan berusaha bidang perpajakan UU Cipta Kerja. Hal ini tentu akan memberikan kepastian dalam hal implementasinya,” ujarnya. (Kontan)

  • Insentif Fiskal

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menegaskan pemerintah selalu berupaya mendukung pemulihan dunia usaha dari tekanan pandemi Covid-19. Sri Mulyani mengatakan dukungan untuk dunia usaha tersebut misalnya dengan memperpanjang pemberian insentif perpajakan.

Baca Juga:
Coretax Berlaku 2025, DJP Online Tetap Bisa Digunakan Sementara

"Kami tetap memberikan berbagai insentif fiskal, termasuk perpajakan, karena kami memahami dunia usaha membutuh hal itu. Mereka masih di dalam proses pemulihan yang sangat dini," katanya. (DDTCNews)

  • Suku Bunga Acuan

Bank Indonesia (BI) memutuskan untuk menahan BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) pada level 3,75%. Gubernur BI Perry Warjiyo mengatakan otoritas juga menahan suku bunga deposit facility 3% dan suku bunga lending facility 4,5%.

"Bank Indonesia memperkuat sinergi kebijakan dengan pemerintah dan otoritas terkait lainnya dan mendukung berbagai kebijakan lanjutan untuk membangun optimisme pemulihan ekonomi nasional," katanya. (DDTCNews/Bisnis Indonesia/Kontan) (kaw)


Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Selasa, 24 Desember 2024 | 18:00 WIB KANWIL DJP JAKARTA BARAT

Hingga November, Kanwil DJP Jakbar Kumpulkan Pajak Rp57,67 Triliun

Selasa, 24 Desember 2024 | 17:27 WIB CORETAX SYSTEM

WP Bisa Akses Aplikasi Coretax Mulai Hari Ini, Fiturnya Masih Terbatas

Selasa, 24 Desember 2024 | 17:13 WIB KANWIL DJP JAKARTA KHUSUS

Jelang Tutup Tahun, Realisasi Pajak Kanwil Khusus Capai 95% Target

Selasa, 24 Desember 2024 | 14:30 WIB APARATUR SIPIL NEGARA

Jelang Natal, Pegawai DJP Diminta Tidak Terima Gratifikasi

BERITA PILIHAN
Selasa, 24 Desember 2024 | 21:30 WIB CORETAX SYSTEM

Simak! Keterangan Resmi DJP Soal Tahapan Praimplementasi Coretax

Selasa, 24 Desember 2024 | 19:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Sempat Menolak, PDIP Kini Berbalik Dukung PPN 12 Persen

Selasa, 24 Desember 2024 | 18:00 WIB KANWIL DJP JAKARTA BARAT

Hingga November, Kanwil DJP Jakbar Kumpulkan Pajak Rp57,67 Triliun

Selasa, 24 Desember 2024 | 17:27 WIB CORETAX SYSTEM

WP Bisa Akses Aplikasi Coretax Mulai Hari Ini, Fiturnya Masih Terbatas

Selasa, 24 Desember 2024 | 17:00 WIB PMK 81/2024

Ini Aturan Terbaru Pengkreditan Pajak Masukan Sebelum Pengukuhan PKP

Selasa, 24 Desember 2024 | 16:30 WIB PROVINSI SUMATERA SELATAN

Realisasi Pajak Rokok di Sumsel Tak Capai Target, Ini Penyebabnya

Selasa, 24 Desember 2024 | 16:00 WIB CORETAX SYSTEM

Nanti Ada Coretax, Masih Perlu Ajukan Sertifikat Elektronik?

Selasa, 24 Desember 2024 | 15:00 WIB KPP PRATAMA KOSAMBI

Utang Pajak Rp632 Juta Tak Dilunasi, Mobil WP Akhirnya Disita KPP