SISTEM PAJAK

Pentingnya Transparansi dalam Mencapai Konsensus Pajak Internasional

Denny Vissaro | Senin, 15 Juni 2020 | 13:37 WIB
Pentingnya Transparansi dalam Mencapai Konsensus Pajak Internasional

SETIAP negara dapat dikatakan memperoleh keuntungan dari adanya globalisasi dan perdagangan internasional. Dalam memajaki penghasilan yang berasal dari aktivitas tersebut, setiap negara harus berhati-hati agar tidak mencederai semangat integrasi ekonomi global.

Meski begitu, tetap saja, masing-masing negara ingin memaksimalkan pendapatan dari kegiatan tersebut. Lantas, bagaimana seharusnya setiap negara mengambil sikap?

Allison Christians, akademisi sekaligus Kepala di Bidang Peraturan Perpajakan McGill University mempelajari bagaimana keuntungan optimal dapat diperoleh setiap negara. Dalam jurnal berjudul “How Nations Share”, dia menyatakan pandangan pihak di luar pengambil kebijakan akan sangat terbatas. Hal ini mengingat tingginya diskresi setiap sengketa dan perdebatan dalam mencapai kesepakatan.

Baca Juga:
Perkaya Pengetahuan Pajak, Baca 11 e-Books Ini di Perpajakan DDTC

Keterbatasan observasi publik ini kemudian menciptakan keterbatasan masyarakat dalam memahami kualitas sistem pajak negaranya masing-masing. Di tengah tingginya ketidakpastian, tekanan, dan banyaknya agenda perubahan, akses informasi dan transparansi sangat penting untuk diprioritaskan.

Christians mengungkapkan sering kali para perumus kebijakan pajak internasional hanya sebatas membuka akses informasi dalam bentuk soft law sebagai produk akhir suatu konsensus. Bentuk output itu, menurutnya, hanya menggambarkan preferensi “pemenang” dalam konsensus tanpa membuka informasi terkait posisi, pilihan, maupun prinsip sebenarnya dari kelompok negara lainnya.

Di masa depan, kecenderungan seperti ini tampaknya akan terus menjadi preferensi negara-negara yang posisinya “diuntungkan” dalam suatu konsensus. Memang patut diakui, kerahasiaan informasi terutama yang berkaitan dengan wajib pajak, perlu dijaga. Namun, Christians meyakini politik pajak internasional semacam ini harus diubah agar sistem pajak internasional yang benar-benar adil dapat tercapai.

Baca Juga:
DDTC Gelar Temu Kontributor Buku Gagasan Perpajakan Prabowo-Gibran

Ini sejalan dengan kutipan simpulan Allison Christians dalam tulisannya, “We can presume … that the countries that currently dominate the soft tax law institutions are those that currently benefit from this status quo; likewise, we can presume … that countries not participating in the global tax order will suffer in equal measure.

Tanpa adanya transparansi, para akademisi ataupun pemerhati yang berusaha mengkritisi atau menyampaikan pendapat secara objektif terpaksa menganalisis hanya dari hasil konsensus yang dicapai tanpa mengetahui posisi dan preferensi negara lainnya.

Kelengkapan informasi dari berbagai sudut pandang di balik berjalannya perdebatan perlu diketahui secara lengkap sehingga integritas sistem pajak internasional dapat dijaga.

Baca Juga:
Kurang Kooperatif, Saldo Rekening Penunggak Pajak Dipindahbukukan

Hal ini penting untuk diingat, salah satunya dalam konteks upaya mencapai pemajakan ekonomi digital. Namun, tidak terbatas dalam hal tersebut saja, upaya bersama untuk mengatasi penghindaran pajak dan menciptakan pengaturan sistem pajak internasional sangat memerlukan keterbukaan informasi agar “pihak luar” dapat turut terlibat setidaknya dalam diskursus akademis.

Tujuannya satu, kesepakatan yang akan tercapai beserta perkembangannya di masa mendatang dapat mengakomodasi kepentingan setiap negara secara adil dan efisien.*

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Selasa, 22 Oktober 2024 | 15:30 WIB AUSTRALIA

Bikin Orang Enggan Beli Rumah, Australia Bakal Hapus BPHTB

Selasa, 22 Oktober 2024 | 11:45 WIB LITERATUR PAJAK

Perkaya Pengetahuan Pajak, Baca 11 e-Books Ini di Perpajakan DDTC

Senin, 21 Oktober 2024 | 15:30 WIB HUT KE-17 DDTC

DDTC Gelar Temu Kontributor Buku Gagasan Perpajakan Prabowo-Gibran

Senin, 21 Oktober 2024 | 12:30 WIB KPP PRATAMA NATAR

Kurang Kooperatif, Saldo Rekening Penunggak Pajak Dipindahbukukan

BERITA PILIHAN
Selasa, 22 Oktober 2024 | 21:45 WIB LEMBAGA LEGISLATIF

Sah! Misbakhun Terpilih Jadi Ketua Komisi XI DPR 2024-2029

Selasa, 22 Oktober 2024 | 21:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

PPN Mestinya Naik Tahun Depan, Gerindra akan Bahas Bareng Kemenkeu

Selasa, 22 Oktober 2024 | 17:30 WIB KPP PRATAMA JAMBI TELANAIPURA

WP Gagal Daftar LPSE karena KSWP Tidak Valid, Gara-Gara Tak Lapor SPT

Selasa, 22 Oktober 2024 | 17:06 WIB LEMBAGA LEGISLATIF

DPR Tetapkan Daftar Mitra Kerja untuk Komisi XII dan Komisi XIII

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:41 WIB IHPS I/2024

BPK Selamatkan Keuangan Negara Rp13,66 Triliun pada Semester I/2024

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:30 WIB KANWIL DJP JAWA TIMUR II

Pakai Faktur Pajak Fiktif, Dirut Perusahaan Akhirnya Ditahan Kejari

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:00 WIB TIPS PAJAK DAERAH

Cara Daftarkan Objek Pajak Alat Berat di DKI Jakarta secara Online

Selasa, 22 Oktober 2024 | 15:30 WIB AUSTRALIA

Bikin Orang Enggan Beli Rumah, Australia Bakal Hapus BPHTB

Selasa, 22 Oktober 2024 | 14:00 WIB KP2KP SIDRAP

Ubah Kata Sandi Akun Coretax, Fiskus: Tak Perlu Cantumkan EFIN