KENYA

Pengusaha Minta Penundaan Pengenaan PPN BBM

Redaksi DDTCNews | Selasa, 21 Agustus 2018 | 14:50 WIB
Pengusaha Minta Penundaan Pengenaan PPN BBM

Logo Kepsa. 

NAIROBI, DDTCNews – Pengusaha swasta di Kenya meminta agar pemerintah menunda rencana pengenaan pajak pertambahan nilai (PPN) sebesar 16% terhadap produk minyak bumi.

Kepala Eksekutif Aliansi Sektor Swasta Kenya (The Kenya Private Sector Alliance/ Kepsa) Carole Kariuki mengatakan rencana pengenaan mulai September 2018 ini hanya akan memberatkan warga. Pengenaan PPN, sambungnya, akan meningkatkan harga bahan bakar di level masyarakat.

“Kami juga ingin Departemen Keuangan memperluas cakupan pajak dan berhenti mengandalkan pertumbuhan penerimaan negara [dari yang ada] karena pengusaha sudah terlalu terbebani dengan pengenaan pajak berlaku sekarang,” katanya, Selasa (21/8/2018).

Baca Juga:
Februari 2024: Wajib Pajak Bereaksi karena Potongan PPh 21 Lebih Besar

Kariuki menilai pemerintah seharusnya menerapkan suatu inisiatif yang mendorong pertumbuhan usaha. Setelah itu, menurutnya, pemerintah baru bisa meningkatkan penerimaan pajak setelah ada akselerasi usaha.

Dia pun menegaskan peningkatan harga atas PPN 16% pada bahan bakan juga akan meningkatkan biaya produksi, baik usaha kecil maupun besar. Biaya transportasi pun juga akan mengalami peningkatan jika aturan itu diterapkan.

Masyarakat, sambungnya, juga akan merasakan dampak dari segi peningkatan anggaran konsumsi barang dan jasa rumah tangga. Hal ini mengingat bahan bakar merupakan sektor utama di Kenya yang saat ini tidak dikenakan PPN.

Baca Juga:
PPN 12 Persen, Pemerintah Ingin Rakyat Lebih Luas Ikut Bayar Pajak

“Pemerintah harus mencari strategi yang lebih pro-bisnis dan bisa memperbaiki keseimbangan fiskal, mengatasi inefisiensi dalam pemajakan, serta meningkatkan batasan minimum pengenaan pajak agar wajib pajak tidak terbebani dengan pemungutan itu,” imbuhnya.

Meskipun demikian, pengenaan pajak pada produk minyak bumi di Kenya sebenarnya menjadi bagian dari konsolidasi fiskal yang didukung oleh International Monetary Fund (IMF). Konsolidasi ini mendorong pemerintah untuk mengurangi utang. (kaw)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Kamis, 26 Desember 2024 | 14:00 WIB KILAS BALIK 2024

Februari 2024: Wajib Pajak Bereaksi karena Potongan PPh 21 Lebih Besar

Kamis, 26 Desember 2024 | 08:45 WIB BERITA PAJAK HARI INI

PPN 12 Persen, Pemerintah Ingin Rakyat Lebih Luas Ikut Bayar Pajak

Rabu, 25 Desember 2024 | 13:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Kontribusi ke Negara, DJP: Langganan Platform Digital Kena PPN 12%

BERITA PILIHAN
Kamis, 26 Desember 2024 | 14:30 WIB KPP PRATAMA BENGKULU SATU

Mobil Rp200 Juta Disita KPP, Bakal Dilelang Kalau Utang Tak Dilunasi

Kamis, 26 Desember 2024 | 14:00 WIB KILAS BALIK 2024

Februari 2024: Wajib Pajak Bereaksi karena Potongan PPh 21 Lebih Besar

Kamis, 26 Desember 2024 | 13:30 WIB CORETAX SYSTEM

Jelang Coretax Diterapkan, PKP Bakal Perlu Bikin Sertel Baru

Kamis, 26 Desember 2024 | 13:00 WIB PROVINSI JAWA TIMUR

Opsen Berlaku 2025, Pemprov Turunkan Dasar Pengenaan Pajak Kendaraan

Kamis, 26 Desember 2024 | 12:30 WIB ADMINISTRASI PAJAK

PKP Risiko Rendah Diterbitkan SKPKB, Kena Sanksi Kenaikan atau Bunga?

Kamis, 26 Desember 2024 | 11:00 WIB INFOGRAFIS PAJAK DAERAH

9 Jenis Pajak Daerah Terbaru yang Ditetapkan Pemkot Sibolga

Kamis, 26 Desember 2024 | 10:30 WIB KILAS BALIK 2024

Januari 2024: Ketentuan Tarif Efektif PPh Pasal 21 Mulai Berlaku

Kamis, 26 Desember 2024 | 10:00 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Kredit Investasi Padat Karya Diluncurkan, Plafonnya Capai Rp10 Miliar

Kamis, 26 Desember 2024 | 09:30 WIB PENGAWASAN BEA CUKAI

Libur Natal dan Tahun Baru, Bea Cukai Perketat Pengawasan di Perairan

Kamis, 26 Desember 2024 | 09:00 WIB CORETAX SYSTEM

Fitur Coretax yang Tersedia selama Praimplementasi Terbatas, Apa Saja?