BERITA PAJAK HARI INI

Pengusaha E-Commerce Ingin Tarif Pajak yang Ringan

Redaksi DDTCNews | Rabu, 31 Januari 2018 | 09:38 WIB
Pengusaha E-Commerce Ingin Tarif Pajak yang Ringan

JAKARTA, DDTCNews – Pagi ini, Rabu (31/1) kabar datang dari pelaku industri dagang elektronik atau e-commerce yang berharap Kementerian Keuangan menggelar uji publik terkait rencana penerapan pajak e-commerce. Uji publik ini bertujuan agar penerapan pajak dagang elektronik tak memicu kontroversi serta bisa diterima oleh pelaku bisnis online.

Ketua Umum Asosiasi E-commerce Indonesia (idEA) Aulia E Marinto mengatakan pihaknya mempunyai perhitungan tersendiri soal pajak e-commerce yang bisa diterapkan ke pelaku bisnis online.

Idealnya, pajak dagang elektronik sama dengan yang diterapkan bagi para pelaku usaha kecil yang memiliki omzet maksimal Rp4,8 miliar per tahun, yakni PPh Final sebesar 1%. Tarif tersebut direncanakan akan turun jadi 0,5%.

Baca Juga:
Pemerintah Pusat Bakal Asistensi Pemda Terbitkan Obligasi Daerah

Meski begitu, para pelaku bisnis dagang elektronik masih belum mengetahui besaran pajak bagi para pebisnis marketplace. Aulia berharap pajak yang akan diterapkan kepada industri e-commerce tidak memberatkan para pelakunya.

Berita lainnya masih seputar rencana pamajakan transaksi dagang eletronik, di mana bila ditetapkan tarif tinggi akan membuat konsumen beralih ke media sosial. Berikut ringkasan beritanya:

  • Pajak Tinggi akan Buat Konsumen Beralih ke Medsos

Pemerintah masih menggodok aturan pajak bagi transaksi ekonomi di ranah daring. Para pelaku di industri ini berharap penerapan pajak ini dilakukan secara hati-hati. Menurut Sarma Dahita selaku public relation Elevenia ada kekhawatiran dari pelaku bisnis online bahwa penerapan pajak bisa membuat konsumen yang biasa berbelanja online di situs belanja resmi bakal hengkang. Oleh karena itu, pemerintah harus berhati-hati dalam menetapkan tarif pajak e-commerce, apabila tarif dipatok terlalu tinggi maka besar kemungkinan konsumen bakal beralih berbelanja melalui media sosial yang justru sulit dikenai pajak. Seperti yang diketahui potensi dagang elektronik terus tumbuh tiap tahunnya. Pada tahun 2016 potensi ekonomi dari dagang elektornik mencapai Rp75 triliun dan nilainya berpotensi naik menjadi Rp100 triliun pada tahun 2018.

Baca Juga:
Wajah-Wajah Lama Masih Isi Tim Ekonomi Prabowo-Gibran
  • Perlu Terobosan dalam Pemajakan Bisnis Digital

Aturan terkait pungutan pajak bisnis digital terus digodok pemerintah. Namun ada alternatif pilihan lain untuk menggenjot pajak dari sektor ini, Hal tersebut dikumukakan oleh Managing Partner Danny Darussalam Tax Center (DDTC) Darussalam di mana pemerintah tidak perlu membuat jenis pajak baru, tapi bisa melakukan terobosan administrasi. Misalnya, mekanisme penyetoran melalui laman pemasaran. Untuk meningkatkan kepatuhan wajib pajak, Ditjen Pajak berwenang meminta data dan informasi yang relevan kepada pihak ketiga. Hal ini telah diatur dalam Pasal 35 dan 35A Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan. Kepatuhan wajib pajak PPN dan PPh ini penting karena dalam konteks bisnis digital menciptakan ekonomi bayang-bayang (shadow economy) yang umumnya sulit dipungut pajak.

  • Hambatan E-Commerce

Potensi dagang elektronik memang besar. Pemerintah memproyeksikan pada tahun 2020 transaksi e-commerce bisa menembus US$130 miliar atau setara dengan Rp1.755 triliun. Kendati digadang-gadang menjadi tulang punggung ekonomi masa depan, e-commerce menghadapi sejumlah tantangan. Senior Content Marketer iPrice Group Andrew Prasatya mengatakan salah satu tantangan tersebut adalah penggunaan internet di Indonesia yang belum optimal. Saat ini saja, pengguna internet di Indonesia baru mencapai 81 juta orang. Artinya, baru 31% dari total populasi. Selain itu, kecepatan internet di kawasan Asia Tenggara termasuk Indonesia masih lambat. Tercatat kecepatan internet di Indonesia secara rata-rata baru 5,19 Mbps dan berada di peringkat 75 dunia.

  • Penanganan Sengketa Jadi Fokus Reformasi Pajak

Selain memastikan proses pengumpulan pajak berserta administratifnya berjalan baik, rencana reformasi pajak juga diarahkan untuk membenahi proses sengketa pajak di pengadilan pajak. Sekjen Kemenkeu Hadiyanto mengatakan, reformasi pajak harus mencakup keseluruhan lingkup perpajakan dan sengketa pajak menjadi salah satu perhatian utama pemerintah. Dia mengakui, ada beberapa persoalan di pengadilan pajak yang perlu dituntaskan. Antara lain administrasi perkara yang lambat serta penyampaian putusan yang tak sesuai waktu telah menjadi catatan bagi lembaga peradilan tersebut.

Baca Juga:
Pencantuman NITKU Bakal Bersifat Mandatory saat Pembuatan Bukti Potong
  • Dua Poin Penting Reformasi Peradilan Pajak

Agenda reformasi peradilan yang akan dilakukan untuk membenahi sistem pengadilan pajak ialah dengan menambah jumlah sumber daya manusia di sekretariat pengadilan pajak. Kemudian wacana penambahan majelis hakim untuk menangani sengketa pajak yang terus bertambah tiap tahunnya. Sekjen Kemenkeu Hadiyanto mengatakan,untuk SDM di sekretariat pengadilan pajak sudah mulai dibenahi. Dia menyebutkan terdapat sejumlah rekrutmen pada tahun 2017 yang disalurkan ke sekretariat pengadilan pajak. Karena selama ini jumlah tenaga dan beban kerja tidak sebanding yang akhirnya menjadi sumber masalah dalam proses pelayanan di pengadilan pajak.

Kedua, ialah menambah majelis hakim agar ideal dengan sengketa yang masuk ke pengadilan. Namun, rencana ini tak akan terealisasi dalam waktu dekat karena belum ada rencana rekrutmen di tahun 2018. Adapun jumlah sengketa pajak dari tahun 2012 hingga 2016 terus meningkat. Pada tahun 2012 jumlah sengketa mencapai 5.114. pada 2013 sebanyak 5.188, lalu pada 2014 meningkat menjadi 7.289. Kemudian naik lagi di tahun 2015 menjadi 7.454. Angka sengketa kemudian turun menjadi 7.080 pada tahun 2016. (Amu)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Selasa, 22 Oktober 2024 | 09:00 WIB BERITA PAJAK HARI INI

Pemerintah Pusat Bakal Asistensi Pemda Terbitkan Obligasi Daerah

Senin, 21 Oktober 2024 | 09:15 WIB BERITA PAJAK HARI INI

Wajah-Wajah Lama Masih Isi Tim Ekonomi Prabowo-Gibran

Sabtu, 19 Oktober 2024 | 11:30 WIB BERITA PAJAK SEPEKAN

Kejar Kepatuhan Pajak Pelaku UMKM, DJP Perluas ‘Pendampingan’ BDS

Jumat, 18 Oktober 2024 | 09:14 WIB BERITA PAJAK HARI INI

Pencantuman NITKU Bakal Bersifat Mandatory saat Pembuatan Bukti Potong

BERITA PILIHAN
Selasa, 22 Oktober 2024 | 21:45 WIB LEMBAGA LEGISLATIF

Sah! Misbakhun Terpilih Jadi Ketua Komisi XI DPR 2024-2029

Selasa, 22 Oktober 2024 | 21:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

PPN Mestinya Naik Tahun Depan, Gerindra akan Bahas Bareng Kemenkeu

Selasa, 22 Oktober 2024 | 17:30 WIB KPP PRATAMA JAMBI TELANAIPURA

WP Gagal Daftar LPSE karena KSWP Tidak Valid, Gara-Gara Tak Lapor SPT

Selasa, 22 Oktober 2024 | 17:06 WIB LEMBAGA LEGISLATIF

DPR Tetapkan Daftar Mitra Kerja untuk Komisi XII dan Komisi XIII

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:41 WIB IHPS I/2024

BPK Selamatkan Keuangan Negara Rp13,66 Triliun pada Semester I/2024

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:30 WIB KANWIL DJP JAWA TIMUR II

Pakai Faktur Pajak Fiktif, Dirut Perusahaan Akhirnya Ditahan Kejari

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:00 WIB TIPS PAJAK DAERAH

Cara Daftarkan Objek Pajak Alat Berat di DKI Jakarta secara Online

Selasa, 22 Oktober 2024 | 15:30 WIB AUSTRALIA

Bikin Orang Enggan Beli Rumah, Australia Bakal Hapus BPHTB

Selasa, 22 Oktober 2024 | 14:00 WIB KP2KP SIDRAP

Ubah Kata Sandi Akun Coretax, Fiskus: Tak Perlu Cantumkan EFIN