MPN generasi ketiga.
JAKARTA, DDTCNews - Kementerian Keuangan telah melakukan transformasi sistem penerimaan negara secara elektronik sejak 15 tahun lalu melalui penyediaan Modul Penerimaan Negara (MPN).
Laporan APBN Kita edisi Desember 2022 menjelaskan MPN mulai dikembangkan sejak 2007 dan kini telah mencapai generasi ketiga. Melalui MPN, sistem penerimaan menjadi lebih terintegrasi.
"Melalui MPN, penerimaan negara menjadi lebih praktis, cepat, dan aman sehingga wajib pajak/wajib bayar/wajib setor dapat membayar penerimaan negara kapan pun dan di mana pun," bunyi laporan tersebut, dikutip pada Sabtu (24/12/2022).
Kemenkeu terus melakukan transformasi sistem penerimaan negara secara elektronik melalui MPN Untuk meningkatkan layanan penerimaan negara kepada wajib pajak/wajib bayar/ wajib setor (wp/wb/ws). Transformasi ini dijalankan Ditjen Perbendaharaan (DJPb) bersama dengan unit eselon I Kemenkeu lainnya, yakni Ditjen Anggaran (DJA), Ditjen Pajak (DJP), serta Ditjen Bea dan Cukai (DJBC).
Sistem MPN pun memuat layanan prosedur pembayaran, pengumpulan data, pencatatan, dan pelaporan transaksi penerimaan negara yang terintegrasi dengan Sistem Perbendaharaan Anggaran Negara (SPAN).
Transaksi MPN yang dimaksud berupa pajak dalam negeri, pajak perdagangan internasional, cukai, penerimaan negara bukan pajak, pembiayaan Surat Berharga Negara (SBN) ritel, hibah, dan penerimaan lainnya seperti perhitungan pihak ketiga, pengembalian belanja negara, sisa/tambahan uang persediaan, jasa bank, pajak rokok, serta penjualan aset bank likuidasi.
MPN menjadi salah satu sistem utama yang dikembangkan selain SPAN dan SAKTI. Sejak 2007, MPN generasi pertama (G1) sudah mengintegrasikan sistem penerimaan negara dari 3 unit eselon I Kemenkeu yang terpisah-pisah, yaitu Sistem Penerimaan Negara (SISPEN) di DJA, Monitoring Pelaporan Pembayaran Pajak (MP3) di DJP, dan Electronic Data Interchange (EDI) di DJBC.
DJPb meluncurkan MPN G1 pada 1 Januari 2007 sebagai upaya menghilangkan inefisiensi dalam pengelolaan transaksi penerimaan negara. Awalnya, pembayaran penerimaan negara dengan MPN G1 masih dilakukan secara manual, hanya melalui teller bank persepsi atau loket pos persepsi sehingga hanya terbatas sampai dengan pukul 15.00 setiap hari kerja.
Rekening penerimaan negara untuk menampung dan melimpahkan ke kas negara juga masih tersebar pada cabang bank/pos persepsi sehingga data transaksinya masih terpisah-pisah pada Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN) di kabupaten/kota dalam mata uang rupiah dan belum tersedia dalam valuta asing.
MPN G1 terus dikembangkan menjadi MPN G2 sejak 27 Februari 2014 dengan inovasi yaitu pembayaran penerimaan negara dapat menggunakan kode billing melalui teller bank, internet banking, mobile banking, dan ATM. Dengan sistem billing pada MPN G2, wp/wb/ws dapat membuat billing sendiri melalui website biller DJA, DJP, dan DJBC, serta membayar billing secara online.
Pengembangan proses bisnis dan sistem MPN mencapai generasi ketiga sejak 23 Agustus 2019. MPN G3 disempurnakan dalam 3 fiturnya, yaitu kapasitas, interface, dan kanal.
"Kapasitas MPN G3 dapat mencapai hingga 1.000 transaksi per detik, meningkat signifikan dari semula hanya 60 transaksi per detik pada saat MPN G2," bunyi laporan APBN Kita.
Kemudian dengan interface yang baru dalam MPN G3, wp/wb/ws cukup mengakses satu website saja, yaitu mpn.kemenkeu.go.id untuk membuat kode billing dan sekaligus dapat membayar kode billing dalam website yang sama secara single sign on (sso).
Kanal MPN G3 telah bertambah menjadi 10 jenis kanal, yaitu teller, ATM, internet banking, mobile banking, EDC, dompet elektronik, transfer bank, virtual account, direct debit, serta kartu kredit yang disediakan oleh bank persepsi, pos persepsi, dan lembaga persepsi lainnya. Hingga saat ini, collecting agent yang bermitra sudah mencapai 95 lembaga terdiri atas 83 bank persepsi, 1 pos persepsi, dan 11 lembaga persepsi lainnya seperti Tokopedia, Bukalapak, Finnet, dan Indomaret.
Berdasarkan dashboard MPN online, penerimaan negara hingga November 2022 mencatat 85 juta transaksi senilai Rp2.301 triliun. (sap)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.