Ketua BPK Agung Firman Sampurna. (tangkapan layar Youtube Sekretariat Presiden)
JAKARTA, DDTCNews – Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) akan memeriksa penyebab belanja pemerintah justru terkontraksi saat masa pandemi virus Corona.
Ketua BPK Agung Firman Sampurna mengatakan pemeriksaan tersebut akan menjadi bagian dari audit penggunaan anggaran untuk penanganan pandemi virus Corona beserta dampaknya terhadap kehidupan sosial masyarakat dan perekonomian.
“Secara makro, ada indikasi kontraksi atas pengeluaran pemerintah. Semuanya hanya bisa dijawab melalui pemeriksaan," katanya, Selasa (8/9/2020).
Agung menyayangkan realisasi konsumsi pemerintah yang pada kuartal II/2020 terkontraksi 6,9%. Menurutnya, pada situasi pandemi seperti saat ini, pemerintah memiliki tugas untuk mendorong pelaksanaan anggaran demi menahan laju perlambatan ekonomi.
Dia menduga setidaknya ada tiga alasan belanja pemerintah terkontraksi di tengah pandemi. Pertama, ada masalah dalam tata kelola penganggaran.
Kedua, ada kompleksitas prosedur pelaksanaan anggaran yang diawali dengan penerbitan daftar isian pelaksanaan anggaran (DIPA). Ketiga, ada masalah terkait kapasitas fiskal yang saat ini dikelola pemerintah.
BPK akan mengaudit secara menyeluruh penggunaan anggaran untuk penanganan pandemi virus Corona mulai dari tingkat pemeriksaan, pelaksanaan, hingga pengawasan. Adapun matra yang diperiksa meliputi penanganan kesehatan, program jaring pengaman sosial, serta pemulihan ekonomi nasional.
Meski mengharapkan pemerintah segera membelanjakan anggarannya, Agung menegaskan prinsip tata kelola yang baik tetap harus terpenuhi. Prinsip yang dimaksud seperti aspek transparansi dan akuntabilitas.
Pemerintah menganggarkan Rp695,2 triliun untuk penanganan pandemi virus Corona beserta dampaknya pada sosial dan ekonomi masyarakat pada tahun ini.
Anggaran itu terbagi untuk program kesehatan Rp87,55 triliun, perlindungan sosial Rp203,9 triliun, dukungan sektoral kementerian/lembaga dan pemda Rp106,11 triliun, dukungan UMKM Rp123,46 triliun, pembiayaan korporasi Rp53,57 triliun, serta insentif untuk dunia usaha Rp120,61 triliun.
Pada kuartal II/2020, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pertumbuhan ekonomi mengalami kontraksi 5,32%. Jika dilihat menurut pengeluaran, secara tahunan konsumsi rumah tangga mengalami kontraksi 5,51%, pembentukan modal tetap bruto (PMTB) minus 8,61%, dan ekspor minus 11,66%.
Sementara itu, konsumsi pemerintah terkontraksi 6,9%, konsumsi lembaga nonprofit yang melayani rumah tangga (LNPRT) minus 7,76%, dan impor terkontraksi 16,96%.
Struktur PDB kuartal II/2020 masih didominasi oleh konsumsi rumah tangga yakni 57,85%, diikuti oleh PMTB 30,61%, dan ekspor 15,69%. Sementara struktur PDB konsumsi pemerintah sebesar 8,67%, konsumsi LNPRT 1,36%, dan impor minus 15,52%. (kaw)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.