ZIMBABWE

Penerimaan US$700 Juta dari Pajak Transaksi Elektronik

Kurniawan Agung Wicaksono | Rabu, 31 Oktober 2018 | 11:58 WIB
Penerimaan US$700 Juta dari Pajak Transaksi Elektronik

Ilustrasi. 

JAKARTA, DDTCNews – Zimbabwe berharap mendapat peningkatan penerimaan sekitar US$700 juta (sekitar Rp10,6 triliun) per tahun dari pajak baru pada transaksi uang secara elektronik. Pajak itu telah memicu kepanikan masyarakat untuk membeli barang.

Tambahan penerimaan itu, menurut Sekretaris Tetap Kementerian Keuangan dan Pembangunan Ekonomi George Guvamatanga, akan masuk dalam target pendapatan Zimbabwe pada tahun fiskal 2018 senilai US$5,7 miliar dan tahun fiskal 2019 senilai US$6,4 miliar.

Menurutnya, pengenaan pajak 2 sen dari setiap dolar yang ditransaksikan digunakan untuk mendorong perluasan basis pajak. Pengenaan pajak yang berubah dari sebelumnya 5 sen per transaksi menjadi bagian dari serangkaian upaya stabilisasi perekonomian.

Baca Juga:
Jasa Layanan QRIS Kena PPN 12%, Pembeli Tak Kena Beban Pajak Tambahan

“Meskipun ini pil pahit yang harus ditelan, kita harus menerima prinsip bahwa semua orang termasuk sektor informal kita tetap penting untuk berkontribusi pada pajak,” ujar Guvamatanga.

Seperti diketahui, negara ini belum memiliki mata uang sendiri karena menghapus dolar Zimbabwe pada 2009 untuk mengakhiri hiperinflasi. Hal ini pada gilirannya membuat beberapa mata uang seperti dolar AS, euro, dan rand sebagai alat pembayaran yang sah, selain mata uang kuasi yang disebut surat obligasi (bond notes).

Nilai bond notes – yang diperkenalkan dua tahun lalu dan seharusnya bernilai sama dengan greenback – telah merosot sejak pajak baru diumumkan. Penduduk setempat panik dengan membeli barang saat bond notes masih bernilai.

Baca Juga:
Semua POS Terminal Negara Ini Sudah Terintegrasi dengan Otoritas Pajak

Mayoritas transaksi di negara ini bersifat elektronik. Toko-toko mengenakan perbedaan harga terhadap penjualan produk, tergantung pada alat transaksi pelanggan. Perbedaan harga berlaku untuk penggunaan dolar, surat obligasi, atau pembayaran secara elektronik.

Melansir iol.co.za, Ekonom independent di Harare John Robertson mengatakan pajak baru itu meningkatkan biaya bagi perusahaan yang pada gilirannya akan dilimpahkan pada konsumen. Menurutnya, banyak perusahaan yang terpaksa mengurangi operasi, bahkan menutupnya, karena daya beli masyarakat terpukul. (kaw)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
BERITA PILIHAN
Rabu, 25 Desember 2024 | 11:30 WIB PMK 94/2023

Pemerikaan Pajak oleh DJP terhadap Kontraktor Migas, Apa Saja?

Rabu, 25 Desember 2024 | 11:00 WIB INFOGRAFIS PAJAK

Dokumen yang Dilampirkan saat Pemberitahuan Perpanjangan SPT Tahunan

Rabu, 25 Desember 2024 | 09:37 WIB KURS PAJAK 25 DESEMBER 2024 - 31 DESEMBER 2024

Kurs Pajak Terbaru: Rupiah Melemah terhadap Mayoritas Mata Uang Mitra

Rabu, 25 Desember 2024 | 09:30 WIB THAILAND

Negara Tetangga Ini Bakal Bebaskan Hutan Mangrove dari Pajak

Rabu, 25 Desember 2024 | 09:00 WIB LAYANAN PAJAK

Kantor Pajak Telepon 141.370 WP Sepanjang 2023, Kamu Termasuk?

Rabu, 25 Desember 2024 | 08:30 WIB KPP PRATAMA BADUNG SELATAN

Kantor Pajak Minta WP Tenang Kalau Didatangi Petugas, Ini Alasannya

Rabu, 25 Desember 2024 | 08:00 WIB BERITA PAJAK HARI INI

Tahap Pra-Implementasi Aplikasi Coretax, DJP Imbau WP Soal Ini

Selasa, 24 Desember 2024 | 21:30 WIB CORETAX SYSTEM

Simak! Keterangan Resmi DJP Soal Tahapan Praimplementasi Coretax