PPN PRODUK DIGITAL

Pemungut PPN PMSE, Sri Mulyani: Nama-Nama yang Terkenal Sudah Masuk

Dian Kurniati | Selasa, 15 September 2020 | 14:31 WIB
Pemungut PPN PMSE, Sri Mulyani: Nama-Nama yang Terkenal Sudah Masuk

Menteri Keuangan Sri Mulyani  mengikuti Rapat Kerja dengan Komisi XI di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Rabu (26/8/2020). ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari/aww.

JAKARTA, DDTCNews – Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan semua perusahaan digital asing yang terkenal dan banyak dimanfaatkan di Indonesia telah ditunjuk sebagai pemungut pajak pertambahan nilai (PPN).

Hal itu disampaikan dalam rapat kerja bersama Komisi XI DPR RI, Selasa (15/9/2020). Menurutnya, dirjen pajak telah menunjuk 28 perusahaan digital sebagai pemungut dan penyetor PPN produk digital dalam perdagangan melalui sistem elektronik (PMSE).

"Nama-nama yang terkenal sudah masuk di dalam 28 subjek pajak luar negeri ini," katanya. Simak artikel 'Sah, Zoom dan 11 Perusahaan Lain Ditunjuk Jadi Pemungut PPN PMSE'.

Baca Juga:
Kontribusi ke Negara, DJP: Langganan Platform Digital Kena PPN 12%

Sri Mulyani menjelaskan penunjukkan perusahaan sebagai pemungut PPN tersebut sesuai dengan Perpu 1/2020 yang telah DPR RI sahkan menjadi UU No. 2/2020. Menurutnya, pengenaan PPN pada PMSE juga akan menambah penerimaan negara dari sisi pajak.

Sejumlah nama perusahaan digital asing yang kini telah ditunjuk sebagai pemungut PPN misalnya Google, Twitter, Zoom, Netflix, dan Facebook. Menurut dia, pemerintah masih terus menjajaki nama-nama perusahaan digital asing lain yang dapat ditunjuk sebagai pemungut dan penyetor PPN.

"Ini jumlahnya masih akan bertambah lagi," ujarnya.

Baca Juga:
Apa Itu Barang Tidak Kena PPN serta PPN Tak Dipungut dan Dibebaskan?

Selain melaporkan penunjukkan perusahaan digital asing sebagai pemungut PPN, Sri Mulyani juga melaporkan perkembangan negosiasi pemungutan pajak penghasilan (PPh) perusahaan digital di dunia. Pembahasan masih menjadi perdebatan di internasional karena menyangkut hak pemajakan antarnegara.

Menurutnya, pembahasan pada G20 maupun Organization for Economic Cooperation and Development (OECD) kembali buntu karena Amerika Serikat (AS) meminta pengenaan PPh pada perusahaan digital ditunda.

“Ini yang menjadi salah satu debat paling sengit di G20 karena AS meminta untuk tidak maju dulu. Pada pertemuan G20 yang terakhir, mereka tidak mau menyetujui arah yang sekarang sedang dibahas," katanya. (kaw)


Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Rabu, 25 Desember 2024 | 13:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Kontribusi ke Negara, DJP: Langganan Platform Digital Kena PPN 12%

Rabu, 25 Desember 2024 | 09:37 WIB KURS PAJAK 25 DESEMBER 2024 - 31 DESEMBER 2024

Kurs Pajak Terbaru: Rupiah Melemah terhadap Mayoritas Mata Uang Mitra

Selasa, 24 Desember 2024 | 19:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Sempat Menolak, PDIP Kini Berbalik Dukung PPN 12 Persen

BERITA PILIHAN
Rabu, 25 Desember 2024 | 15:00 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Pemerintah akan Salurkan KUR Rp300 Triliun Tahun Depan

Rabu, 25 Desember 2024 | 13:30 WIB PSAK 201

Item-Item dalam Laporan Posisi Keuangan Berdasarkan PSAK 201

Rabu, 25 Desember 2024 | 13:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Kontribusi ke Negara, DJP: Langganan Platform Digital Kena PPN 12%

Rabu, 25 Desember 2024 | 12:30 WIB KEBIJAKAN KEPABEANAN

Fitur MFA Sudah Diterapkan di Portal CEISA sejak 1 Desember 2024

Rabu, 25 Desember 2024 | 11:30 WIB PMK 94/2023

Pemerikaan Pajak oleh DJP terhadap Kontraktor Migas, Apa Saja?

Rabu, 25 Desember 2024 | 11:00 WIB INFOGRAFIS PAJAK

Dokumen yang Dilampirkan saat Pemberitahuan Perpanjangan SPT Tahunan

Rabu, 25 Desember 2024 | 09:37 WIB KURS PAJAK 25 DESEMBER 2024 - 31 DESEMBER 2024

Kurs Pajak Terbaru: Rupiah Melemah terhadap Mayoritas Mata Uang Mitra