PENERIMAAN PAJAK

Pemerintah Sebut 6 Faktor Ini Bisa Persulit Pencapaian Target Pajak

Redaksi DDTCNews | Selasa, 08 September 2020 | 11:30 WIB
Pemerintah Sebut 6 Faktor Ini Bisa Persulit Pencapaian Target Pajak

Ilustrasi. 

JAKARTA, DDTCNews – Pemerintah mengidentifikasi 6 faktor di luar dinamika ekonomi makro yang berisiko menyulitkan upaya pencapaian target penerimaan pajak tahun depan.

Hal ini dijabarkan dalam Buku II Nota Keuangan Beserta Rancangan APBN Tahun Anggaran 2021. Dari sisi ekonomi makro, faktor yang berpengaruh pada penerimaan pajak adalah sektor komoditas, aktivitas ekonomi domestik khususnya konsumsi, perdagangan internasional, dan digitalisasi ekonomi.

Di luar itu, ada 6 faktor yang berpengaruh. Pertama, kebutuhan insentif perpajakan yang cukup besar. Pasalnya, perlambatan ekonomi pada 2020 karena pandemic Covid-19 berdampak pada wajib pajak (WP), baik badan maupun orang pribadi.

Baca Juga:
Pakai Faktur Pajak Fiktif, Dirut Perusahaan Akhirnya Ditahan Kejari

“Untuk memulihkan kondisi keuangan WP dimaksud sampai kepada kondisi sebelum pandemi Covid-19, pemerintah memandang untuk perlu memberikan insentif perpajakan,” tulis pemerintah dalam dokumen tersebut, dikutip pada Selasa (8/9/2020).

Kedua, dinamika sistem pajak dalam periode reformasi pajak. Pemerintah mengungkapkan terdapat agenda perubahan peraturan, baik dalam bentuk omnibus law, reformasi perpajakan, maupun berbagai paket stimulus.

Perubahan peraturan umumnya membutuhkan waktu agar dipahami WP. Dalam hal terjadi perbedaan pemahaman terhadap penerapan peraturan, ada potensi peningkatan sengketa pajak. Untuk itu, pemerintah perlu membangun mekanisme penyelesaian sengketa yang efektif.

Baca Juga:
Kejar Pendapatan, DPR Imbau Pemerintah Optimalkan Sektor Perkebunan

Ketiga, kepatuhan WP yang masih relatif rendah dibandingkan dengan negara-negara lain. Menurut pemerintah, performa tersebut mengindikasikan masih terjadinya gap kebijakan dan kepatuhan dalam pelaksanaan pemungutan perpajakan nasional.

Untuk memperbaiki tingkat kepatuhan WP, dilakukan perbaikan sistem administrasi dan penguatan database perpajakan yang berpengaruh signifikan bagi pengawasan dan penegakan kepatuhan WP. Penerapan SPT elektronik, e-Faktur, serta pelayanan mobile tax unit telah memberikan jangkauan pelayanan pajak yang lebih luas dan mudah sehingga berpengaruh positif bagi kepatuhan WP.

“Kedepannya, pemerintah akan melakukan optimalisasi penerimaan perpajakan dengan meningkatkan kepatuhan sukarela WP melalui edukasi yang efektif dan peningkatan pelayanan, termasuk terhadap golongan high net worth individual,” jelas pemerintah.

Baca Juga:
Urus Pemeriksaan Bukper: Coretax Bakal Hadirkan 4 Fitur Baru

Keempat, shadow economy yang cukup tinggi. Perkembangan digital ekonomi, baik secara global maupun nasional, menjadi sumber risiko pendapatan negara. Dari sudut pandang perpajakan, sambung pemerintah digitalisasi ekonomi dapat digolongkan shadow economy atau sektor yang sulit dipajaki (hard-to-tax sectors).

Kelima, struktur penerimaan pajak masih didominasi PPh badan. Hal ini berdampak pada kerentanan terhadap penerimaan pajak khususnya dalam kondisi keuangan korporasi berpotensi mengalami tekanan berat. Simak artikel ‘Pemerintah Akui Dominasi PPh Korporasi Bikin Penerimaan Pajak Rentan’.

Keenam, tax buoyancy tidak stabil. Menurut pemerintah, idealnya, pertumbuhan ekonomi dengan penerimaan perpajakan memiliki hubungan yang kuat. Korelasi tersebut ditunjukkan melalui indikator tax buoyancy. Bila nominal pertumbuhan ekonomi sama dengan nominal pertumbuhan pajak maka tax buoyancy-nya sebesar 1.

Baca Juga:
Hapus NPWP yang Meninggal Dunia, Hanya Bisa Disampaikan Tertulis

Berdasarkan data historis, lanjut pemerintah, pertumbuhan ekonomi Indonesia belum diikuti oleh penerimaan perpajakan yang setara (tax buoyancy kurang dari 1). Menurut pemerintah, kondisi tersebut berkaitan erat dengan relatif tingginya shadow economy dan belum maksimalnya tingkat kepatuhan WP.

Dalam RAPBN 2021, target penerimaan perpajakan diusulkan pemerintah senilai Rp1.481,9 triliun atau tumbuh 5,5% dari target dalam Perpres No.72 Tahun 2020 senilai Rp1.404,5 triliun. Target itu tercatat minus 20,6% bila dibandingkan dengan target dalam APBN 2020 induk senilai Rp1.865,7 triliun. (kaw)



Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:30 WIB KANWIL DJP JAWA TIMUR II

Pakai Faktur Pajak Fiktif, Dirut Perusahaan Akhirnya Ditahan Kejari

Senin, 21 Oktober 2024 | 18:33 WIB PENDAPATAN NEGARA

Kejar Pendapatan, DPR Imbau Pemerintah Optimalkan Sektor Perkebunan

Senin, 21 Oktober 2024 | 14:32 WIB CORETAX SYSTEM

Urus Pemeriksaan Bukper: Coretax Bakal Hadirkan 4 Fitur Baru

Minggu, 20 Oktober 2024 | 10:30 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Hapus NPWP yang Meninggal Dunia, Hanya Bisa Disampaikan Tertulis

BERITA PILIHAN
Selasa, 22 Oktober 2024 | 21:45 WIB LEMBAGA LEGISLATIF

Sah! Misbakhun Terpilih Jadi Ketua Komisi XI DPR 2024-2029

Selasa, 22 Oktober 2024 | 21:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

PPN Mestinya Naik Tahun Depan, Gerindra akan Bahas Bareng Kemenkeu

Selasa, 22 Oktober 2024 | 17:30 WIB KPP PRATAMA JAMBI TELANAIPURA

WP Gagal Daftar LPSE karena KSWP Tidak Valid, Gara-Gara Tak Lapor SPT

Selasa, 22 Oktober 2024 | 17:06 WIB LEMBAGA LEGISLATIF

DPR Tetapkan Daftar Mitra Kerja untuk Komisi XII dan Komisi XIII

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:41 WIB IHPS I/2024

BPK Selamatkan Keuangan Negara Rp13,66 Triliun pada Semester I/2024

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:30 WIB KANWIL DJP JAWA TIMUR II

Pakai Faktur Pajak Fiktif, Dirut Perusahaan Akhirnya Ditahan Kejari

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:00 WIB TIPS PAJAK DAERAH

Cara Daftarkan Objek Pajak Alat Berat di DKI Jakarta secara Online

Selasa, 22 Oktober 2024 | 15:30 WIB AUSTRALIA

Bikin Orang Enggan Beli Rumah, Australia Bakal Hapus BPHTB

Selasa, 22 Oktober 2024 | 14:00 WIB KP2KP SIDRAP

Ubah Kata Sandi Akun Coretax, Fiskus: Tak Perlu Cantumkan EFIN