Ilustrasi.
KUALA LUMPUR, DDTCNews – Beberapa ekonom meminta pemerintah untuk kembali menerapkan goods and services tax (GST) pada anggaran 2020, menggantikan sales and services tax (SST).
Pasalnya ada risiko shortfall – selisih kurang realisasi dan target – penerimaan pajak senilai 20 miliar ringgit (sekitar Rp67 triliun) yang bisa ditutupi dengan GST. Pemerintah diestimasi dapat mengumpulkan penerimaan hingga 44 miliar ringgit (sekitar Rp147,7 triliun).
“Pemerintah harus kembali ke GST. Sudah diketahui dan dibuktikan bahwa SST tidak dapat mengumpulkan cukup uang. Akan ada masalah kekurangan anggaran yang besar,” ujar mantan dosen American Liberty University Hoo Ke Ping, Kamis (12/09/2019)
Menurutnya, penerapan kembali GST sangat penting. Apalagi, harga komoditas tertentu, termasuk minyak kelapa sawit dan minyak mentah, diperkirakan akan terus mengalami penurunan pada tahun depan. Hal ini dikarenakan India akan menaikkan bea impor sawit dari Malaysia.
Pada 24 Juli 2019, Wakil Menteri Keuangan Malaysia Datuk Amiruddin Hamzah mengatakan pemerintah telah memproyeksikan penerimaan negara yang dikumpulkan dengan skema SST pada tahun ini senilai 22 miliar ringgit. Jika proyeksi itu terjadi, penerimaan hanya kurang dari setengah yang bisa dikumpulkan dengan skema GST pada 2017 silam.
Ekonom Tan Sri Ramon Navaratnam juga membenarkan klaim Hoo bahwa penerapan kembali GST diperlukan. Namun, dia mengatakan solusi semacam itu mungkin tidak praktis mengingat kondisi politik di negara ini.
Langkah yang bisa dilakukan sebagai gantinya, menurut dia, berupa peningkatan pajak tertentu. Langkah ini bisa dilakukan dengan menargetkan orang-orang berpenghasilan lebih tinggi. Selain itu, perlu memiliki pungutan yang progresif dan memungut pajak lebih banyak pada barang dan jasa.
“Misalnya, rumah sakit pemerintah mengenakan biaya 1 ringgit untuk semua warga. Sebaliknya, yang bisa mereka lakukan adalah memiliki skala progresif, dengan orang kaya harus membayar lebih,” ujarnya
Menurutnya, masyarakat yang kaya harus dikenakan pajak lebih untuk membantu orang miskin. Anggaran yang akan datang harus mencerminkan kesejahteraan bersama. Ramon juga mengatakan sudah saatnya pemerintah merevisi New Economic Policy (NEP) dari awalnya yang berbasis ras menjadi dengan berbasis kebutuhan.
“NEP harus ditujukan untuk semua orang miskin, bukan hanya orang Melayu,” tegasnya. (MG-anp/kaw)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.