Ilustrasi gedung Kemenkeu.
JAKARTA, DDTCNews – Pemerintah akan mengevaluasi kembali penerapan skema tarif final pada sektor konstruksi dan real estat. Topik tersebut menjadi bahasan beberapa media nasional pada hari ini, Senin (25/2/2019).
Wacana evaluasi ini digulirkan setelah melihat adanya ketimpangan proporsi penerimaan pajak dan kontribusinya terhadap produk domestik bruto (PDB). Sektor konstruksi dan real estat menyumbang 13,26% terhadap PDB 2018. Porsi tersebut lebih besar jika dibandingkan sektor perdagangan sebesar 13,02%.
Namun, penerimaan pajak dari sektor konstruksi dan real estat pada 2018 hanya senilai Rp83,5 triliun atau 6,6% dari penerimaan pajak nonmigas senilai Rp1.251,2 triliun. Sementara, kontribusi sektor perdagangan pada penerimaan pajak nonmigas mencapai 18,7%.
Suahasil Nazara, Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kemenkeu mengungkapkan fakta itu memang tidak terlepas dari adanya skema pajak penghasilan (PPh) final bagi real estat. Otoritas, sambungnya, tengah mengkaji beberapa skema pemajakan agar lebih efektif.
“Nanti kami dalami lagi. Itu salah satu isu yang pernah kami bicarakan. Dulu ada pemikiran dikenakan final, tetapi sebagai suatu review ya kami lakukan saja,” tutur Suahasil.
Selain itu, beberapa media nasional juga masih menyoroti masalah penyempurnaan kebijakan yang terkait dengan ketentuan dan sengketa pajak internasional. Penyempurnaan dilakukan otoritas untuk menyesuaikan dengan perkembangan perpajakan secara global.
Berikut ulasan berita selengkapnya.
Direktur Potensi Kepatuhan dan Penerimaan Pajak Ditjen Pajak (DJP) Yon Arsal mengungkapkan kajian terhadap efektivitas pengenaan pajak final pada sektor konstruksi dan real estat memang tengah dikaji ulang. Menurutnya, skema pajak final ditempuh karena mempertimbangkan kondisi saat itu.
“Dulu pernah final, kemudian tidak final, kemudian menjadi final lagi. Tentu ini memperhitungkan dari kepentingan pelaku usaha juga,” kata Yon.
Managing Partner DDTC Darussalam menjabarkan rezim PPh final atas konstruksi tidak konsisten karena sempat mengalami perubahan sebelumnya. Pengenaan PPh final, sambung dia, seharusnya untuk sektor-sektor yang hard to tax saja. PPh final merupakan bagian dari withholding tax yang seharusnya bersifat sementara.
“Pengenaan PPh dengan skema tarif umum untuk sektor properti ini untuk keadilan," katanya.
Darussalam berpendapat memang sudah saatnya pemerintah mengevaluasi pengenaan PPh final untuk sektor properti. Sektor ini seharusnya mendapatkan pengenaan PPh dengan skema umum agar mencerminkan keadilan secara vertikal dan horizontal.
DJP menyempurnakan tiga aspek kebijakan yang berkaitan dengan pajak internasional. Pertama, penyederhanaan mekanisme penyelesaian sengketa pajak internasional melalui mutual agreement procedure (MAP). Kedua, penyederhanaan advance pricing agreement (APA). Ketiga, revisi CFC rules.
Penurunan harga minyak yang dibarengi dengan penguatan nilai tukar rupiah membuat kinerja pendapatan negara bukan pajak (PNBP) pada Januari 2019 mengalami penurunan. Realisasi PNBP mencapai Rp18,3 triliun, turun 4,08% dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu.
Sekretaris Kemenko Perekonomian Susiwijono Moegiarso mengatakan setelah online single submission (OSS) diimplementasikan, legalisasi yang dikeluarkan terkait perizinan tidak lagi berbentuk Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP) dan Tanda Daftar Perusahaan (TDP), melainkan hanya Nomor Induk Berusaha (NIB). Langkah ini diharapkan mampu mendongkrak peringkat Ease of Doing Business (EoDB) Indonesia. (kaw)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.