IBU KOTA NUSANTARA

Pemerintah dan DPR Mulai Proses Revisi UU Ibu Kota Negara

Muhamad Wildan | Senin, 21 Agustus 2023 | 18:30 WIB
Pemerintah dan DPR Mulai Proses Revisi UU Ibu Kota Negara

Ilustrasi.

JAKARTA, DDTCNews - Pemerintah bersama Komisi II DPR mulai membahas revisi UU 3/2022 tentang Ibu Kota Negara pada hari ini, Senin (21/8/2023).

Menteri PPN/Bappenas Suharso Monoarfa mengatakan undang-undang yang menjadi landasan pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN) tersebut perlu direvisi guna merespons masalah-masalah baru yang tak bisa diselesaikan berdasarkan UU 3/2022.

"Beberapa isu dan tantangan baru yang dimaksud ialah adanya perbedaan interpretasi dalam memahami kewenangan khusus Otorita IKN," katanya.

Baca Juga:
Catat! Pengkreditan Pajak Masukan yang Ditagih dengan SKP Tak Berubah

Selanjutnya, revisi UU 3/2022 juga diperlukan untuk memperjelas kedudukan Otorita IKN sebagai pengelola anggaran dan barang. Revisi UU 3/2022 diperlukan untuk memperjelas aturan pengakuan hak atas tanah yang dikuasai oleh masyarakat.

Revisi UU 3/2022 juga diperlukan guna mengakomodasi pengaturan khusus untuk pengembang perumahan dan jangka waktu atas tanah. Ketentuan baru ini diperlukan agar daya saing investasi di IKN menjadi lebih kompetitif.

Memberikan Kepastian untuk Keberlangsungan IKN

Terakhir, revisi UU 3/2022 diperlukan untuk memberikan kepastian atas keberlangsungan IKN dan guna meningkatkan keterlibatan DPR sebagai representasi masyarakat.

Baca Juga:
Kontribusi ke Negara, DJP: Langganan Platform Digital Kena PPN 12%

Dalam revisi atas UU 3/2022, kedudukan kelembagaan Otorita IKN akan diperkuat melalui penyempurnaan kewenangan khusus Otorita IKN dalam melaksanakan urusan pemerintahan.

Revisi UU 3/2022 juga memuat ketentuan pertanahan yang bersifat lex specialis guna mendukung kegiatan investasi.

Menurut Suharso, kewenangan khusus Otorita IKN diperlukan agar otorita bisa menetapkan NSPK yang berbeda di IKN serta menghindari terjadinya tarik menarik antarinstansi pemerintah pusat ataupun antara pemerintah pusat dan pemda.

"Terdapat beberapa risiko bila ketentuan yang berlaku saat ini tidak diubah antara lain: terjadinya benturan dengan undang-undang sektoral, kegiatan operasional otorita yang tidak agile, dan publik kesulitan dalam memperoleh perizinan dan pelayanan publik," ujar Suharso. (rig)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Rabu, 25 Desember 2024 | 13:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Kontribusi ke Negara, DJP: Langganan Platform Digital Kena PPN 12%

Rabu, 25 Desember 2024 | 12:30 WIB KEBIJAKAN KEPABEANAN

Fitur MFA Sudah Diterapkan di Portal CEISA sejak 1 Desember 2024

Rabu, 25 Desember 2024 | 09:30 WIB THAILAND

Negara Tetangga Ini Bakal Bebaskan Hutan Mangrove dari Pajak

BERITA PILIHAN
Rabu, 25 Desember 2024 | 15:00 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Pemerintah akan Salurkan KUR Rp300 Triliun Tahun Depan

Rabu, 25 Desember 2024 | 13:30 WIB PSAK 201

Item-Item dalam Laporan Posisi Keuangan Berdasarkan PSAK 201

Rabu, 25 Desember 2024 | 13:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Kontribusi ke Negara, DJP: Langganan Platform Digital Kena PPN 12%

Rabu, 25 Desember 2024 | 12:30 WIB KEBIJAKAN KEPABEANAN

Fitur MFA Sudah Diterapkan di Portal CEISA sejak 1 Desember 2024

Rabu, 25 Desember 2024 | 11:30 WIB PMK 94/2023

Pemerikaan Pajak oleh DJP terhadap Kontraktor Migas, Apa Saja?

Rabu, 25 Desember 2024 | 11:00 WIB INFOGRAFIS PAJAK

Dokumen yang Dilampirkan saat Pemberitahuan Perpanjangan SPT Tahunan

Rabu, 25 Desember 2024 | 09:37 WIB KURS PAJAK 25 DESEMBER 2024 - 31 DESEMBER 2024

Kurs Pajak Terbaru: Rupiah Melemah terhadap Mayoritas Mata Uang Mitra