BERITA PERPAJAKAN HARI INI

Pemerintah Bakal Tambah 2 Barang Kena Cukai Baru pada 2024

Redaksi DDTCNews | Rabu, 26 Juli 2023 | 10:19 WIB
Pemerintah Bakal Tambah 2 Barang Kena Cukai Baru pada 2024

Ilustrasi.

JAKARTA, DDTCNews – Pemerintah berencana menambah barang kena cukai (BKC) baru pada tahun depan. Topik tersebut menjadi salah satu bahasan media nasional pada hari ini, Rabu (26/7/2023).

Dirjen Bea dan Cukai Askolani mengatakan pengenaan cukai terhadap minuman bergula dalam kemasan (MBDK) dan produk plastik tidak bisa dilaksanakan pada tahun ini. Untuk itu, pemerintah akan memasukkan rencana ekstensifikasi BKC pada APBN 2024.

“Kami mengarahkan ke 2024 karena implementasi dari ekspansi cukai MBDK dan juga rencananya plastik tentunya berbasis pada beberapa aspek," katanya dalam konferensi pers APBN Kita.

Baca Juga:
PPN Mestinya Naik Tahun Depan, Gerindra akan Bahas Bareng Kemenkeu

Pemerintah sempat menyampaikan rencana pengenaan cukai MBDK pada awal 2020. Sejak saat itu, pemerintah juga sudah memasukkan target penerimaan cukai MBDK dalam APBN. Hal yang sama juga terjadi pada pengenaan cukai produk plastik dengan target penerimaan mulai masuk dalam APBN 2017.

Selain rencana penambahan BKC baru, ada pula ulasan terkait dengan belum semua Nomor Induk Kependudukan (NIK) terintegrasi dengan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) orang pribadi. Kemudian, ada bahasan tentang permintaan dan pemberian bantuan penagihan kepada yurisdiksi mitra.

Berikut ulasan berita perpajakan selengkapnya.

Pertimbangan 3 Aspek Sebelum Menambah Barang Kena Cukai

Menurut Dirjen Bea dan Cukai Askolani, penambahan BKC baru perlu mempertimbangkan 3 aspek. Pertama, kondisi ekonomi yang masih dalam fase pemulihan. Sejauh ini, perekonomian global dan domestik dipandang masih diliputi berbagai ketidakpastian.

Baca Juga:
WP Gagal Daftar LPSE karena KSWP Tidak Valid, Gara-Gara Tak Lapor SPT

Kedua, UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) yang mengamanatkan penambahan atau pengurangan objek cukai perlu dibahas dengan DPR dan dimasukkan UU APBN. Dalam pembicaraan pendahuluan RAPBN 2024 bersama DPR, pemerintah sudah menyampaikan rencana ekstensifikasi BKC.

Ketiga, persiapan peraturan pemerintah (PP) sebagai payung hukum kebijakan penambahan atau pengurangan objek cukai. Menurut Askolani, pemerintah masih menyusun RPP soal kebijakan cukai ini secara komprehensif.

"Ini satu langkah yang seharusnya kami siapkan secara komprehensif sehingga implementasi ekspansi cukai betul-betul bisa dijalankan dengan baik dan sesuai dengan ketentuan perundangan-undangan yang berlaku," ujarnya. (DDTCNews)

Baca Juga:
Pakai Faktur Pajak Fiktif, Dirut Perusahaan Akhirnya Ditahan Kejari

Belum Semua NIK Terintegrasi dengan NPWP

Ditjen Pajak (DJP) mencatat 57,9 juta NIK telah diintegrasikan sebagai NPWP wajib pajak orang pribadi. Jumlah itu setara dengan 82,02% wajib pajak orang pribadi dalam negeri. Dirjen Pajak Suryo Utomo mengatakan masih ada data NIK yang belum dipadankan dengan NPWP.

“Harapannya sampai dengan akhir tahun ini, NIK-NPWP sudah establish untuk dapat kita gunakan pada waktu implementasi coretax ke depan," katanya. (DDTCNews)

Validasi NIK-NPWP

Dirjen Pajak Suryo Utomo mengatakan DJP terus menggerakkan unit vertikal untuk terus melakukan sosialisasi kepada masyarakat agar melakukan validasi NIK sebagai NPWP secara berkesinambungan. Validasi NIK sebagai NPWP dapat dilakukan melalui DJP Online.

Baca Juga:
Cara Daftarkan Objek Pajak Alat Berat di DKI Jakarta secara Online

Kemudian, DJP juga membuka perluasan layanan asistensi pemadanan NIK sebagai NPWP di semua kantor pajak di seluruh Indonesia. Di sisi lain, DJP berupaya memadankan data NIK sebagai NPWP menggunakan data yang telah ada.

"Kami juga melakukan pemadanan data antara database dengan Ditjen Kependudukan dan Pencatatan Sipil supaya data dan informasi antara kami dan data kependudukan Ditjen Dukcapil betul-betul dapat terpatenkan dengan baik," ujar Suryo. (DDTCNews)

Bantuan Penagihan Pajak

DJP sedang melakukan verifikasi atas permintaan serta pemberian bantuan penagihan kepada yurisdiksi mitra. Hal ini dilakukan untuk mendukung implementasi PMK 61/2023 yang di dalamnya turut mengatur tentang kerja sama untuk pelaksanaan bantuan penagihan dengan yurisdiksi mitra.

Baca Juga:
Bikin Orang Enggan Beli Rumah, Australia Bakal Hapus BPHTB

“Kita masih terus memverifikasi kira-kira bantuan penagihan apa yang dapat kita berikan ke mereka dan bantuan penagihan seperti apa yang kita bisa minta ke mereka," ujar Dirjen Pajak Suryo Utomo.

Bantuan penagihan akan diminta oleh Indonesia atau diberikan kepada yurisdiksi mitra berdasarkan klausul dalam persetujuan penghindaran pajak berganda (P3B). Suryo mengatakan hingga saat ini belum ada bantuan penagihan yang diminta atau diberikan oleh Indonesia. (DDTCNews)

Nomor Pokok Pengusaha Barang Kena Cukai (NPPBKC)

Pemerintah telah menerbitkan PMK 68/2023 yang merevisi PMK 66/2018 tentang Tata Cara Pemberian, Pembekuan, dan Pencabutan Nomor Pokok Pengusaha Barang Kena Cukai (NPPBKC). Terdapat beberapa perubahan yang dituangkan dalam PMK 68/2023.

Baca Juga:
Pemeriksa dan Juru Sita Pajak Perlu Punya Keterampilan Sosial, Kenapa?

Salah satu perubahan ketentuan yang ada dalam PMK 68/2023 adalah mulai diperkenalkannya Nomor Identitas Lokasi Kegiatan Usaha (NILKU) sebagai nomor identitas yang diberikan untuk lokasi kegiatan usaha pengusaha barang kena cukai (BKC).

Dengan ketentuan ini, nomor yang dipergunakan sebagai tanda pengenal atau identitas pengusaha BKC adalah berupa Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) pengusaha BKC, serta NILKU. (DDTCNews)

Penyusutan dengan Masa Manfaat Lebih dari 20 Tahun

PMK 72/2023 mengatur wajib pajak yang memiliki bangunan permanen dengan masa manfaat lebih dari 20 tahun dapat memilih untuk melakukan penyusutan sesuai dengan masa manfaat yang sebenarnya.

Baca Juga:
Ubah Kata Sandi Akun Coretax, Fiskus: Tak Perlu Cantumkan EFIN

Penyusutan sesuai dengan masa manfaat yang sebenarnya dapat dilakukan oleh wajib pajak atas bangunan permanen yang dimiliki dan digunakan sebelum tahun pajak 2022. Wajib pajak perlu menyampaikan pemberitahuan kepada dirjen pajak paling lambat akhir tahun pajak 2022.

"Dalam hal wajib pajak memilih untuk melakukan penyusutan dengan masa manfaat yang sebenarnya berdasarkan pembukuan wajib pajak dan belum menyampaikan pemberitahuan, wajib pajak dapat menyampaikan pemberitahuan paling lambat 30 April 2024," bunyi Pasal 6 ayat (4) PMK 72/2023. (DDTCNews) (kaw)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Selasa, 22 Oktober 2024 | 21:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

PPN Mestinya Naik Tahun Depan, Gerindra akan Bahas Bareng Kemenkeu

Selasa, 22 Oktober 2024 | 17:30 WIB KPP PRATAMA JAMBI TELANAIPURA

WP Gagal Daftar LPSE karena KSWP Tidak Valid, Gara-Gara Tak Lapor SPT

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:30 WIB KANWIL DJP JAWA TIMUR II

Pakai Faktur Pajak Fiktif, Dirut Perusahaan Akhirnya Ditahan Kejari

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:00 WIB TIPS PAJAK DAERAH

Cara Daftarkan Objek Pajak Alat Berat di DKI Jakarta secara Online

BERITA PILIHAN
Selasa, 22 Oktober 2024 | 21:45 WIB LEMBAGA LEGISLATIF

Sah! Misbakhun Terpilih Jadi Ketua Komisi XI DPR 2024-2029

Selasa, 22 Oktober 2024 | 21:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

PPN Mestinya Naik Tahun Depan, Gerindra akan Bahas Bareng Kemenkeu

Selasa, 22 Oktober 2024 | 17:30 WIB KPP PRATAMA JAMBI TELANAIPURA

WP Gagal Daftar LPSE karena KSWP Tidak Valid, Gara-Gara Tak Lapor SPT

Selasa, 22 Oktober 2024 | 17:06 WIB LEMBAGA LEGISLATIF

DPR Tetapkan Daftar Mitra Kerja untuk Komisi XII dan Komisi XIII

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:41 WIB IHPS I/2024

BPK Selamatkan Keuangan Negara Rp13,66 Triliun pada Semester I/2024

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:30 WIB KANWIL DJP JAWA TIMUR II

Pakai Faktur Pajak Fiktif, Dirut Perusahaan Akhirnya Ditahan Kejari

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:00 WIB TIPS PAJAK DAERAH

Cara Daftarkan Objek Pajak Alat Berat di DKI Jakarta secara Online

Selasa, 22 Oktober 2024 | 15:30 WIB AUSTRALIA

Bikin Orang Enggan Beli Rumah, Australia Bakal Hapus BPHTB

Selasa, 22 Oktober 2024 | 14:00 WIB KP2KP SIDRAP

Ubah Kata Sandi Akun Coretax, Fiskus: Tak Perlu Cantumkan EFIN