PERTUMBUHAN EKONOMI CHINA

Pelonggaran Moneter Berisiko, Pemangkasan Pajak Diambil China

Kurniawan Agung Wicaksono | Jumat, 26 Oktober 2018 | 15:30 WIB
Pelonggaran Moneter Berisiko, Pemangkasan Pajak Diambil China

Ilustrasi AS vs China. (DDTCNews)

JAKARTA, DDTCNews – Selain memberikan sinyal ‘perlawanan’ terhadap Amerika Serikat, pemotongan pajak China yang berpotensi mencapai lebih dari 1% PDB menjadi upaya mengerek pertumbuhan ekonomi. China bertumpu pada konsumsi masyarakat.

Perspektif ini diungkapkan Nathaniel Taplin, kolumnis yang fokus pada ekonomi China dan komoditas dalam ‘Heard on the Street’, The Wall Street Journal. Dalam tulisannya berjudul ‘China to U.S.: My Tax Cut Is Bigger Than Yours’, dia menilai pemakaian instrumen pajak masuk akal.

“Masuk akal bagi Beijing untuk fokus pada pajak untuk satu alasan sederhana, konsumen Cina sekarang menjadi kekuatan besar,” tulisnya, seperti dikutip pada Jumat (26/10/2018).

Baca Juga:
Anggota DPR Ini Minta Prabowo Kaji Ulang Kenaikan PPN Jadi 12 Persen

Konsumsi, sambungnya, telah menyumbang hampir 80% pertumbuhan China hingga September 2018. Angka itu naik 45% dari posisi pada 2010. Sementara, di Amerika Serikat (AS), angka komparatif hanya sekitar 70%.

Dengan tingkat pajak paling tinggi sebesar 45% untuk penghasilan bulanan lebih dari 80.000 yuan (sekitar Rp175,6 juta), menurut Nathaniel, para pemangku kebijakan tampak memiliki ruang untuk melakukan pemangkasan pajak lebih lanjut.

Berbeda dengan ungkapan Penasihat Kebijakan People's Bank of China (PBOC) Ma Jun, Bank of America Merrill Lynch mengestimasi perubahan pajak yang telah diumumkan – termasuk perubahan signifikan dalam bracket pajak penghasilan orang pribadi – sekitar 300 miliar yuan. Angka itu sekitar 0,4% dari produk domestik bruto (PDB).

Baca Juga:
Ketentuan Bea Masuk Antidumping Ubin Keramik China, Download di Sini

Ruang bagi pembuat kebijakan untuk memangkas pajak lebih lanjut kemungkinan akan terkendala oleh bayangan kewajiban, seperti kebutuhan penyelamatan pemerintah daerah dan perbaikan kesenjangan dana pensiun China.

“Selain itu, pemotongan pajak sering tidak mendorong pertumbuhan sebanyak pengeluaran pemerintah dalam jangka pendek karena para pembayar pajak cenderung menyimpan sebagian penghasilannya,” jelas Nathaniel.

Namun, tekanan pada yuan dan neraca bank di China akan berkurang jika Beijing kurang bergantung pada pelonggaran kebijakan moneter untuk mengakselerasi perekonomian. Di sisi lain, stimulus fiskal ini akan mengakibatkan terkereknya penerbitan utang pemerintah untuk mendanai defisit. Akibatnya terlihat dari imbal hasil obligasi China yang belum turun.

Baca Juga:
Ubin Keramik China Terbukti Dumping, Kemenkeu Beri Bea Masuk Tambahan

Menurutnya, para pemimpin asing terbiasa dengan kejayaan Presiden Trump. Namun, sekarang China mulai bertindak. Jika pemotongan pajak benar-benar terealisasi lebih dari 1% PDB, nilai itu telah melampaui keringan pajak AS pada tahun lalu.

Dalam kondisi saat ini, lanjut Nathaniel, metode stimulus lama Beijing untuk melonggarkan kebijakan moneter dan membelanjakan lebih tinggi anggaran pemerintah lokal sulit diterapkan. Perbankan terbebani kredit macet. Selain itu, ada beban utang yang tengah melanda pemerintah daerah.

“Meskipun pemotongan pajak AS telah mendorong pasar selama setahun terakhir, China dapat menjadi faktor utama untuk yang berikutnya [mendorong pasar],” imbuhnya. (kaw)


Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Selasa, 22 Oktober 2024 | 11:30 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Anggota DPR Ini Minta Prabowo Kaji Ulang Kenaikan PPN Jadi 12 Persen

Selasa, 15 Oktober 2024 | 12:07 WIB PEREKONOMIAN INDONESIA

BPS: Neraca Perdagangan Surplus US$3,26 Miliar pada September 2024

BERITA PILIHAN
Selasa, 22 Oktober 2024 | 21:45 WIB LEMBAGA LEGISLATIF

Sah! Misbakhun Terpilih Jadi Ketua Komisi XI DPR 2024-2029

Selasa, 22 Oktober 2024 | 21:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

PPN Mestinya Naik Tahun Depan, Gerindra akan Bahas Bareng Kemenkeu

Selasa, 22 Oktober 2024 | 17:30 WIB KPP PRATAMA JAMBI TELANAIPURA

WP Gagal Daftar LPSE karena KSWP Tidak Valid, Gara-Gara Tak Lapor SPT

Selasa, 22 Oktober 2024 | 17:06 WIB LEMBAGA LEGISLATIF

DPR Tetapkan Daftar Mitra Kerja untuk Komisi XII dan Komisi XIII

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:41 WIB IHPS I/2024

BPK Selamatkan Keuangan Negara Rp13,66 Triliun pada Semester I/2024

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:30 WIB KANWIL DJP JAWA TIMUR II

Pakai Faktur Pajak Fiktif, Dirut Perusahaan Akhirnya Ditahan Kejari

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:00 WIB TIPS PAJAK DAERAH

Cara Daftarkan Objek Pajak Alat Berat di DKI Jakarta secara Online

Selasa, 22 Oktober 2024 | 15:30 WIB AUSTRALIA

Bikin Orang Enggan Beli Rumah, Australia Bakal Hapus BPHTB

Selasa, 22 Oktober 2024 | 14:00 WIB KP2KP SIDRAP

Ubah Kata Sandi Akun Coretax, Fiskus: Tak Perlu Cantumkan EFIN