EFEK VIRUS CORONA

Pelaku Usaha Minta Pembayaran ke Hotel Bisa Jadi Pengurang Pajak

Dian Kurniati | Selasa, 14 Juli 2020 | 16:13 WIB
Pelaku Usaha Minta Pembayaran ke Hotel Bisa Jadi Pengurang Pajak

Ilustrasi. Juru masak melayani tamu saat pembukaan kembali Hotel Atria di Magelang, Jawa Tengah, Rabu (24/6/2020). Setelah tutup selama kurang lebih tiga bulan sejumlah hotel di wilayah Magelang mulai membuka layanan kembali dengan menerapkan protokol kesehatan COVID-19 menyambut era normal baru. ANTARA FOTO/Anis Efizudin/aww.

JAKARTA, DDTCNews – Pelaku usaha pariwisata yang tergabung dalam Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin) mengusulkan agar belanja masyarakat di hotel dapat dibiayakan dan menjadi pengurang penghasilan bruto dalam penghitungan penghasilan kena pajak.

Wakil Ketua Kadin Bidang Pariwisata Kosmian Pudjiadi mengatakan kebijakan itu akan mendorong wajib pajak orang pribadi maupun badan ramai-ramai mendatangi hotel. Pada akhirnya, kunjungan itulah yang akan membantu pelaku usaha hotel bangkit dari tekanan yang ditimbulkan pandemi.

"Ini salah satu ide saja karena di luar negeri sudah dilakukan itu. Bagi masyarakat yang mau berlibur atau pengusaha melakukan kegiatan di hotel, ada pengurangan pajak,” katanya dalam rapat dengar pendapat umum bersama Komisi X DPR RI, Selasa (14/7/2020).

Baca Juga:
Coretax Nyambung dengan Data Perbankan, DJP Rilis Imbauan Soal SPT

Kosmian mengatakan stimulus berupa pengurangan penghasilan bruto tersebut bisa menimbulkan efek besar pada perekonomian di daerah. Selain membantu pelaku usaha hotel, ekonomi masyarakat yang bergantung pada sektor pariwisata juga akan tumbuh kembali.

Menurutnya, insentif pajak berupa diskon 30% angsuran pajak penghasilan (PPh) Pasal 25 belum cukup meringankan beban pelaku usaha. Demikian pula kebijakan pembebasan pajak hotel pada beberapa daerah unggulan pariwisata di Indonesia.

Kosmian memprediksi pemulihan sektor usaha pariwisata, termasuk perhotelan, membutuhkan waktu setidaknya tiga tahun untuk pulih dari tekanan pandemi. Pada 2020 saat pandemi melanda yang diikuti kebijakan pembatasan sosial berskala besar (PSBB), okupansi hotel maksimum hanya 10%.

Baca Juga:
Sri Mulyani Targetkan Aturan Insentif Fiskal 2025 Rampung Bulan Ini

Pada periode waktu tersebut, pelaku usaha hanya bisa berusaha untuk tetap bertahan, terutama untuk membayar kewajiban kredit di perbankan, overhead, dan pajak. Oleh karena itu, dibutuhkan berbagai stimulus,seperti stimulus pendanaan, buyout kamar hotel, hingga promosi.

Selain itu, masih dibutuhkan stimulus untuk membantu mengurangi biaya rutin dan overhead, mempermudah peraturan dan perizinan, serta mencegah penyebaran virus Corona di area hotel dan pariwisata.

Menurut hitung-hitungannya, stimulus dana yang dibutuhkan untuk industri pariwisata mencapai US$15 miliar dan Rp300 triliun. Dana US$15 miliar berasal dari potensi pendapatan yang hilang dari turis mancanegara, sedangkan Rp300 triliun berasal dari potensi pendapatan yang hilang dari turis domestik.

Baca Juga:
Usaha Sektor Panas Bumi, Apa Saja Fasilitas PPh yang Bisa Digunakan?

Selanjutnya, 2021 menjadi masa pemulihan sektor usaha pariwisata dari pandemi. Pada periode ini, okupansi masih sekitar 25% yang didominasi turis domestik. "Di sini kita masih membutuhkan stimulus untuk untuk bangkit lagi," ujarnya.

Adapun pada 2022, saat vaksin diprediksi telah ditemukan dan pengobatan pasien virus Corona berjalan optimal, kunjungan turis mancanegara akan mulai pulih. Agenda-agenda pertemuan, konvensi, hingga pameran juga mulai digelar. Okupansi hotel akan berkisar 40%.

Pada periode inilah, menurut Kosmian, para pelaku usaha baru bisa mulai membayar utang-utangnya. "Setelah itu, pada 2023, sektor pariwisata akan fully recovered seperti kondisi sebelum pandemi Covid," katanya. (kaw)


Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Sabtu, 25 Januari 2025 | 14:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Sebanyak 41.150 Unit Rumah Nikmati Insentif PPN DTP pada 2024

Sabtu, 25 Januari 2025 | 12:30 WIB BERITA PAJAK SEPEKAN

Coretax Nyambung dengan Data Perbankan, DJP Rilis Imbauan Soal SPT

Jumat, 24 Januari 2025 | 19:15 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Sri Mulyani Targetkan Aturan Insentif Fiskal 2025 Rampung Bulan Ini

Kamis, 23 Januari 2025 | 15:19 WIB KONSULTASI PAJAK

Usaha Sektor Panas Bumi, Apa Saja Fasilitas PPh yang Bisa Digunakan?

BERITA PILIHAN
Senin, 27 Januari 2025 | 15:30 WIB PMK 118/2024

Isi Materi Keberatan Sama dengan MAP, Ini yang Bisa Dilakukan WP

Senin, 27 Januari 2025 | 14:30 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Trump Tarik AS dari Kesepakatan Pajak Global, Ini Kata Sri Mulyani

Senin, 27 Januari 2025 | 14:00 WIB AMERIKA SERIKAT

Trump Janji Segera Bebaskan Uang Tip dari Pajak Penghasilan

Senin, 27 Januari 2025 | 13:30 WIB PMK 117/2024

Sri Mulyani Atur Ulang Ketentuan Penghapusan Piutang Pajak

Senin, 27 Januari 2025 | 13:00 WIB INFOGRAFIS PAJAK

Kategorisasi Kuasa dan Wakil Wajib Pajak di Coretax DJP

Senin, 27 Januari 2025 | 11:30 WIB PERDAGANGAN BERJANGKA

Nilai Transaksi Perdagangan Berjangka Komoditi 2024 Naik 29,3 Persen

Senin, 27 Januari 2025 | 10:00 WIB PMK 119/2024

Pemerintah Perinci Objek Penelitian atas PKP Berisiko Rendah

Senin, 27 Januari 2025 | 09:00 WIB KEBIJAKAN FISKAL

Siap-Siap SBN Ritel Perdana 2025! Besok Dirilis ORI027T3 dan ORI027T6