Akses DDTC News lebih mudah karena semua informasi pajak sekarang ada dalam genggaman Anda.
Akses DDTC News lebih mudah karena semua informasi pajak sekarang ada dalam genggaman Anda.
With less than a month to go before the European Union enacts new consumer privacy laws for its citizens, companies around the world are updating their terms of service agreements to comply.
The European Union’s General Data Protection Regulation (G.D.P.R.) goes into effect on May 25 and is meant to ensure a common set of data rights in the European Union. It requires organizations to notify users as soon as possible of high-risk data breaches that could personally affect them.
JAKARTA, DDTCNews — Perkembangan perkara uji materi Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (UU PPN) telah memasuki tahap mendengarkan DPR dan saksi ahli yang dihadirkan pemohon, Senin kemarin (18/7).
Ahli Hukum Perundang-undangan Universitas Indonesia Sony Maulana Sikumbang menyebut penjelasan Pasal 4A ayat (2) huruf b dalam UU PPN bertentangan dengan teknik penyusunan peraturan perundang-undangan, lantaran penjelasan tersebut dianggap mengandung dan menciptakan norma baru.
“Penjelasan itu (Pasal 4A ayat (2) huruf b UU PPN) telah melebihi fungsinya sebagai tafsir resmi yang memperjelas ketentuan dalam peraturan perundang-undangan,” ujarnya saat memberikan keterangan dalam sidang uji UU PPN seperti dikutip laman Mahkamah Konstitusi, Senin (18/7).
Seperti diketahui Pasal 4A ayat (2) huruf b UU PPN menyatakan bahwa barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan rakyat banyak tidak dikenai PPN. Sementara, penjelasan Pasal 4A ayat (2) huruf b menetapkan jenis barang yang tergolong barang kebutuhan pokok tersebut secara rinci.
Dalam perkara ini pemohon menyatakan PPN terhadap produk-produk kebutuhan pangan di luar 11 komoditas yang telah ditetapkan menyebabkan impor illegal atas produk tersebut semakin marak. Hal ini merugikan petani dalam negeri.
Impor ilegal yang notabene terhindar dari pengenaan PPN dan bea masuk menciptakan disparitas harga produk yang sangat jauh. Akibatnya, produksi komoditas pangan dalam negeri kalah saing dengan produk ilegal tersebut.
Pada kesempatan yang sama, Ahli Perpajakan Yustinus Prastowo yang hadir pada sidang tersebut mengatakan ada kontradiksi ketika pemerintah sangat memberikan berbagai insentif pada kelompok kaya, sementara kelompok masyarakat luas justru dikenai PPN atas barang kebutuhan pokok di luar 11 komoditas yang ditetapkan dalam penjelasan Pasal 4A ayat (2) huruf b UU PPN.
Dia mencontohkan negara-negara ASEAN seperti Thailand, Malaysia dan Vietnam membebaskan PPN atas barang kebutuhan pokok dari hasil pertanian. Sementara, India, Maroko, dan Ghana membebaskan PPN atas semua bahan pangan.
Sebelumnya, MK telah menggelar pemeriksaan pendahuluan uji materi UU PPN pada Selasa (17/5). Para Pemohon perkara teregistrasi Nomor 39/PUU-XIV/2016 tersebut adalah Doli Hutari, ibu rumah tangga dan konsumen komoditas pangan, dan Sutejo, pedagang komoditas pangan di Pasar Bambu Kuning.
Keduanya merasa dirugikan dengan diberlakukannya Pasal 4A ayat (2) huruf b UU PPN lantaran mendapat perlakuan berbeda ketika akan mengakses komoditas pangan, antara lain berupa komoditi pangan non beras, dan kacang-kacangan lantaran komoditas tersebut dikenai PPN. (Amu)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.