Akses DDTC News lebih mudah karena semua informasi pajak sekarang ada dalam genggaman Anda.
Akses DDTC News lebih mudah karena semua informasi pajak sekarang ada dalam genggaman Anda.
With less than a month to go before the European Union enacts new consumer privacy laws for its citizens, companies around the world are updating their terms of service agreements to comply.
The European Union’s General Data Protection Regulation (G.D.P.R.) goes into effect on May 25 and is meant to ensure a common set of data rights in the European Union. It requires organizations to notify users as soon as possible of high-risk data breaches that could personally affect them.
JAKARTA, DDTCNews – Pemerintah akan memperbanyak jenis kebutuhan pangan pokok yang terbebas dari Pajak Pertambahan Nilai (PPN), menyusul adanya putusan sidang judicial review Mahkamah Konstitusi (MK) terkait Penjelasan Pasal 4A ayat 2 huruf b undang-undang Nomor 42 tahun 2009 (UU PPN).
Direktur Perpajakan I Ditjen Pajak Arif Yanuar mengatakan otoritas pajak masih perlu mengkaji hal tersebut lebih dalam lagi. Namun, ia belum bisa menentukan kapan kajian tersebut rampung.
"Sedang dibahas tentang hal tersebut oleh Subdit Peraturan PPN. Pembahasan ini untuk menindaklanjuti putusan MK tersebut," ujarnya kepada DDTCNews, Jakarta, Selasa (7/3).
Pekan lalu, Mahkamah Konstitusi menyatakan Penjelasan Pasal 4A ayat (2) huruf b UU PPN itu bertentangan dengan UUD 1945 secara bersyarat dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang rincian “barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan rakyat banyak” yang termuat dalam Penjelasan Pasal 4A ayat (2) huruf b UU PPN.
Hakim Konstitusi I Dewa Gede Palguna menyebut pasal tersebut berpotensi menimbulkan ketidakpastian hukum. Sebab, ada kemungkinan barang yang tidak masuk ke dalam 11 jenis sebagaimana tercantum di penjelasan pasal itu tidak terkena PPN. Di sisi lain, jika barang tersebut dikenakan PPN, juga tak dapat disalahkan.
Penjelasan tersebut, imbuh Palguna, bertentangan dengan pengertian dan dasar pemikiran PPN. Sebab, sesuai dengan terminologi dan karakternya sebagai pajak atas nilai tambah, PPN hanya dikenakan terhadap barang yang telah mengalami nilai tambah, yaitu yang telah diproses pabrikasi.
Sebelumnya, Doli Hutari sebagai ibu rumah tangga dan konsumen komoditas pangan, serta Sutejo, pedagang komoditas pangan di Pasar Bambu Kuning merasa dirugikan dengan diberlakukannya pasal tersebut. Para pemohon merasa mendapat perlakuan berbeda ketika akan mengakses komoditas pangan, antara lain berupa komoditi pangan non beras, kacang-kacangan lantaran komoditas tersebut dikenai PPN.
Keduanya menyatakan pengenaan PPN terhadap produk-produk tersebut berimbas pada maraknya komoditas impor hasil selundupan yang tidak membayar PPN dan bea masuk. Hal tersebut mengakibatkan disparitas harga sangat jauh, sehingga produk tersebut menjadi kalah bersaing dengan komiditas pangan ilegal.
Di sisi lain, mereka menilai penjelasan dalam pasal tersebut hanya menyertakan 11 jenis kategori pangan yang tidak dikenakan PPN, sedangkan komoditas lainnya dikenakan PPN. Ketentuan itu menyebabkan komoditas pangan di luar 11 jenis tersebut menjadi lebih mahal. Efek lainnya juga membuat kebutuhan pangan, gizi masyarakat, serta identitas kuliner bangsa terancam tidak dapat dipenuhi. (Amu)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.