Staf Khusus Menteri Keuangan Bidang Sistem Informasi dan Teknologi Bobby Achirul Awal Nazief.
JAKARTA, DDTCNews – Kementerian Keuangan menilai pemanfaatan mesin pengelolaan risiko kepatuhan (compliance risk management/CRM) berpotensi diperluas guna mendukung pelaksanaan program-program lain di luar Ditjen Pajak (DJP).
Staf Khusus Menteri Keuangan Bidang Sistem Informasi dan Teknologi Bobby Achirul Awal Nazief mengatakan CRM bahkan bisa digunakan untuk mendukung pelaksanaan analisis bersama (joint analysis) dalam melihat kepatuhan wajib pajak.
"Wajib pajak juga adalah pelaku bisnis. Dia bisa juga adalah eksportir dan importir. Untuk melihat tingkat risiko si pelaku, kami mungkin perlu juga melihat tidak hanya aktivitas pajaknya, tetapi juga misalnya ekspor impor," katanya, dikutip pada Minggu (31/7/2022).
Bobby menuturkan CRM dan core tax administration system perlu memberikan dukungan terhadap sistem yang ada di sekitarnya, bukan hanya sekadar menyokong kepentingan administrasi pajak semata.
"Kami tidak boleh lupa juga pada sisi Kemenkeu kita perlu berkolaborasi dengan sistem sekitar," tuturnya.
CRM adalah instrumen yang digunakan DJP untuk mengukur risiko kepatuhan wajib pajak secara menyeluruh melalui proses identifikasi, pemetaan, pemodelan, dan mitigasi atas risiko kepatuhan wajib pajak.
Saat ini, CRM sedang dikembangkan oleh DJP untuk mendukung fungsi ekstensifikasi, pengawasan dan pemeriksaan, penagihan, transfer pricing, edukasi perpajakan, penilaian, penegakan hukum, pelayanan, dan keberatan.
Pada September 2022, fungsi dari tiap-tiap CRM tersebut akan diintegrasikan sehingga 11 proses bisnis DJP nantinya berkonsep integrated compliance approach. Dengan konsep tersebut, penilaian atas kepatuhan wajib pajak akan dilakukan menggunakan pendekatan yang menyeluruh. (rig)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.