Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews – Pemerintah masih menunggu klarifikasi dari OECD/G-20 Inclusive Framework on BEPS (IF) mengenai dampak implementasi Pilar 2: Global Anti-Base Erosion Rules (GloBE) terhadap insentif pajak. Topik tersebut menjadi bahasan media nasional pada hari ini, Kamis (24/2/2022).
Direktur Perpajakan Internasional Ditjen Pajak (DJP) Mekar Satria Utama mengatakan ada wajib pajak yang sudah mendapatkan insentif tax holiday dan tax allowance selama ini. Pilar 2 yang memuat skema pajak minimum global pada gilirannya akan berdampak pada kebijakan pemberian insentif.
“Kita masih menunggu sebenarnya. Untuk Pilar 2, beberapa isu di dalamnya kan masih belum clear. Salah satu yang kita minta kepada IF, dalam posisi Presidensi [G-20] Indonesia, untuk memberikan klarifikasi. Ada isu terkait dengan tax incentive, terutama bagi negara-negara berkembang,” ujarnya.
Mekar menyebut ada 3 jenis insentif pajak yang berpotensi terdampak Pilar 2, yaitu tax holiday, tax allowance, dan supertax deduction kegiatan riset. Simak pula ‘Ketentuan Pilar 2 OECD Ganggu Efektivitas Insentif Pajak? Ini Kata DJP’.
Selain mengenai dampak implementasi Pilar 2 terhadap kebijakan insentif pajak, ada pula bahasan terkait dengan kebijakan cukai. Kemudian, ada pula bahasan mengenai kinerja penerimaan pajak dan penambahan pemungut pajak pertambahan nilai (PPN) produk digital perdagangan melalui sistem elektronik (PMSE).
Direktur Perpajakan Internasional DJP Mekar Satria Utama mengatakan pemerintah akan mengedepankan kepastian hukum untuk wajib pajak yang sudah mendapatkan insentif pajak sebelum Pilar 2 diimplementasikan.
“Dalam diskusi, kita akan mengedepankan kondisi bahwa hak yang ada itu jangan sampai hilang. Kita masih bicarakan dulu dengan IF dan juga mendengarkan report mereka yang terakhir terkait dengan tax incentive sebagai mandat dari communiqué G-20,” jelasnya. Simak pula Fokus Mencermati Agenda Perpajakan Saat Presidensi G-20 di Tangan Indonesia.
Direktur Perpajakan Internasional DJP Mekar Satria Utama mengatakan UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) sudah mengubah Pasal 32A UU PPh. Perubahannya untuk mengantisipasi keperluan adopsi aturan yang disepakati dalam tataran internasional, termasuk solusi 2 pilar.
Dengan adanya ketentuan tersebut, pemerintah bisa melaksanakan perjanjian dan/atau di bidang perpajakan dengan yurisdiksi mitra, baik secara bilateral maupun multilateral untuk beberapa tujuan tertentu. Simak ‘Sudah Punya Landasan Hukum, DJP Siap Adopsi Pajak Minimum Global’.
"Kami perluas, tidak hanya untuk tax treaty, tetapi juga melaksanakan pertukaran informasi, bantuan penagihan, termasuk mengadakan perjanjian yang berkaitan dengan perkembangan perpajakan internasional saat ini," ujar Mekar. (DDTCNews)
Dirjen Bea dan Cukai Askolani mengatakan pemerintah akan mencari momentum yang tepat untuk menambah barang kena cukai baru. Menurutnya, pemerintah masih akan melihat tren pemulihan ekonomi dalam beberapa bulan mendatang.
"Tentunya kami evaluasi sampai dengan semester I untuk bisa [memutuskan] apakah kami bisa mengimplementasikan ekstensifikasi cukai tahun 2022 atau tidak," katanya.
Askolani menuturkan setidaknya 3 faktor yang dipertimbangkan pemerintah dalam merealisasikan rencana ekstensifikasi barang kena cukai, antara lain kondisi perekonomian nasional, pandemi Covid-19, dan kebijakan lain yang dilaksanakan pada tahun ini. Simak ‘Pungut Cukai Plastik dan Minuman Bergula, Askolani: Masih Dievaluasi’. (DDTCNews/Bisnis Indonesia)
Pemerintah menyebut kinerja setoran pajak seluruh sektor usaha utama bergerak positif sepanjang Januari 2022. Setoran pajak dari sektor industri pengolahan tumbuh 54%. Sektor usaha tersebut menjadi salah satu kontributor terbesar dalam penerimaan pajak karena porsinya mencapai 28,5%.
"Ekonomi nasional mengalami recovery yang cukup merata antarsektor-sektor ekonomi di Indonesia," kata Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati. Simak ‘Setoran Pajak Seluruh Sektor Usaha Meningkat, Pertambangan Tertinggi’. (DDTCNews/Kontan)
Dirjen pajak kembali menunjuk 4 perusahaan sebagai pemungut PPN produk digital PMSE. Keempatnya adalah Udemy Inc., Vonage Business Inc., Blizzard Entertainment Inc., dan Twitch Interactive Singapore Pvt., Ltd. Mereka wajib memungut PPN mulai 1 Februari 2022.
“Udemy menyediakan layanan kursus online, Vonage memberi layanan komunikasi cloud, Blizzard Entertainment menjual permainan komputer, dan Twitch Singapore merupakan penyedia layanan video dan iklan,” ujar Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP Neilmaldrin Noor.
Dengan bertambahnya 4 perusahaan tersebut, total perusahaan yang sudah ditunjuk hingga 31 Januari 2022 mencapai 98 perusahaan. (DDTCNews/Kontan) (kaw)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.