PPh PASAL 15 (2)

Pajak atas Perusahaan Pelayaran/Penerbangan Luar Negeri

Redaksi DDTCNews | Rabu, 16 Agustus 2017 | 18:14 WIB
Pajak atas Perusahaan Pelayaran/Penerbangan Luar Negeri

MENINGKATNYA volume transaksi ekspor dan impor telah mendorong semakin ramainya jalur dan frekuensi pengangkutan barang dari dan ke luar negeri.

Terkait dengan pengangkutan barang tersebut, kerapkali telah memunculkan sengketa perpajakan, terutama mengenai pemotongan PPh atas jasa pelayaran luar negeri yang disediakan oleh perusahaan pelayaran yang berdomisili di luar negeri.

Untuk itu perlu memahami lebih mendalam bagaimana sistem perpajakan atas perusahaan pelayaran/penerbangan luar negeri. Dasar hukum yang mengatur tentang pajak tersebut tercantum dalam Pasal 15 UU Nomor 36 tahun 2008 (UU PPh).

Baca Juga:
Coretax Punya Fitur Layanan Edukasi, WP Bisa Ajukan Topik Kelas Pajak

Lebih lanjut aturan ini dijelaskan dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor 417/KMK.04/1996 tentang norma penghitungan khusus penghasilan neto bagi wajib pajak perusahaan pelayaran/penerbangan luar negeri.

Subjek dan Objek Pajak

Subjek pajak dari PPh Pasal 15 ini adalah perusahaan pelayaran/penerbangan yang bertempat kedudukan di luar negeri yang melakukan usaha melalui Bentuk Usaha Tetap (BUT). Sementara, yang menjadi objek pajak yaitu penghasilan dari pengangkutan orang dan/atau barang yang diterima oleh wajib pajak perusahaan pelayaran/penerbangan luar negeri yang melakukan usaha melalui BUT di Indonesia.

Baca Juga:
Presiden Korsel Jaring Dukungan Penghapusan PPh Investasi Keuangan

Adapun untuk penggantian atau imbalan yang diterima atau diperoleh perusahaan pelayaran/penerbangan luar negeri dari pengangkutan orang dan/atau barang dari pelabuhan diluar negeri ke pelabuhan Indonesia tidak termasuk dalam objek pajak yang dikenakan PPh Pasal 15.

Tarif Pajak

Penghasilan neto bagi wajib pajak perusahaan pelayaran/penerbangan luar negeri ditetapkan sebesar 6% dari peredaran bruto. Besarnya tarif pajak untuk perusahaan pelayaran/penerbangan luar negeri adalah 2,64% dari peredaran bruto dan bersifat final.

Baca Juga:
Perusahaan Baru Berdiri Merugi, Bebas Pemotongan PPh?

Pengertian peredaran bruto di sini adalah semua imbalan atau nilai pengganti berupa uang atau nilai uang yang diterima atau diperoleh wajib pajak perusahaan pelayaran/penerbangan luar negeri dari pengangkutan orang dan/atau barang yang dimuat dari satu pelabuhan ke pelabuhan lain di Indonesia dan/atau dari pelabuhan di Indonesia ke pelabuhan di luar negeri.

Tata Cara Pemotongan, Penyetoran dan Pelaporan

Apabila penghasilan diperoleh berdasarkan perjanjian persewaan (charter), maka pihak yang membayar atau pihak yang mencarter wajib:

Baca Juga:
WP Bisa Terima Bukti Potong Unifikasi secara Langsung di DJP Online
  1. Memotong PPh yang terutang pada saat pembayaran atau terutangnya imbalan/nilai pengganti;
  2. Memberikan bukti pemotongan PPh atas penghasilan perusahaan pelayaran/penerbangan kepada pihak yang menerima atau memperoleh penghasilan;
  3. Menyetor PPh yang terutang ke bank persepsi atau kantor pos, selambat-lambatnya tanggal 10 bulan berikutnya setelah bulan pembayaram atau terutangnya imbalan, menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP);
  4. Melaporkan pemotongan dan penyetoran yang dilakukan ke Kantor Pelayanan Pajak selambat-lambatnya tanggal 20 bulan berikutnya setelah bulan pembayaran atau terutangnya imbalan.

Dalam hal penghasilan diperoleh selain yang dimaksud di atas, maka wajib pajak perusahaan pelayaran/penerbangan luar negeri wajib:

  1. Menyetor PPh yang terutang ke bank persepsi atau kantor pos, selambat-lambatnya tanggal 15 bulan berikutnya setelah bulan pembayaram atau terutangnya imbalan, menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP) final;
  2. Melaporkan pemotongan dan penyetoran yang dilakukan ke Kantor Pelayanan Pajak selambat-lambatnya tanggal 20 bulan berikutnya setelah bulan pembayaran atau terutangnya imbalan.

Termasuk dalam pengertian charter adalah space charter yang melebihi 50% dari kapasitas angkut kapal atau pesawat yang disewa.

Apabila jasa pelayaran/penerbangan luar negeri dilakukan dengan menggunakan sistem q.q. maka bukti potong PPh final atas transaksi yang dilakukan oleh perusahaan pelayaran/penerbangan luar negeri dilakukan dengan cara memakai nama agen q.q. perusahaan pelayaran dan dengan mencantumkan alamat perusahaan pelayaran.

Baca Juga:
Suami Kena PHK, Istri (Karyawati) Bisa Peroleh Tambahan PTKP Keluarga

Jasa pelayaran/penerbangan luar negeri yang dilakukan dengan menggunakan sistem q.q. dalam pelaksanaannya harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:

  • Pemberi hasil adalah pihak yang mencharter kapal;
  • Penerima hasil adalah Wajib Pajak perusahaan pelayaran luar negeri yang memperoleh imbalan atau nilai pengganti sehubungan dengan pengangkutan orang dan/atau barang berdasarkan perjanjian charter (termasuk awak kapal);
  • Agen adalah pihak yang menerima pembayaran yang hanya bertindak sebagai perantara, dengan memperoleh imbalan berupa komisi dari perusahaan pelayaran.

Pada pembahasan berikutnya akan dijelaskan mengenai pajak penghasilan (PPh) Pasal 15 atas perusahaan pelayaran dalam negeri.*

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Sabtu, 19 Oktober 2024 | 13:00 WIB CORETAX SYSTEM

Coretax Punya Fitur Layanan Edukasi, WP Bisa Ajukan Topik Kelas Pajak

Jumat, 18 Oktober 2024 | 18:30 WIB KOREA SELATAN

Presiden Korsel Jaring Dukungan Penghapusan PPh Investasi Keuangan

Jumat, 18 Oktober 2024 | 17:00 WIB KONSULTASI PAJAK

Perusahaan Baru Berdiri Merugi, Bebas Pemotongan PPh?

Jumat, 18 Oktober 2024 | 12:30 WIB ADMINISTRASI PAJAK

WP Bisa Terima Bukti Potong Unifikasi secara Langsung di DJP Online

BERITA PILIHAN
Selasa, 22 Oktober 2024 | 17:30 WIB KPP PRATAMA JAMBI TELANAIPURA

WP Gagal Daftar LPSE karena KSWP Tidak Valid, Gara-Gara Tak Lapor SPT

Selasa, 22 Oktober 2024 | 17:06 WIB LEMBAGA LEGISLATIF

DPR Tetapkan Daftar Mitra Kerja untuk Komisi XII dan Komisi XIII

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:41 WIB IHPS I/2024

BPK Selamatkan Keuangan Negara Rp13,66 Triliun pada Semester I/2024

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:30 WIB KANWIL DJP JAWA TIMUR II

Pakai Faktur Pajak Fiktif, Dirut Perusahaan Akhirnya Ditahan Kejari

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:00 WIB TIPS PAJAK DAERAH

Cara Daftarkan Objek Pajak Alat Berat di DKI Jakarta secara Online

Selasa, 22 Oktober 2024 | 15:30 WIB AUSTRALIA

Bikin Orang Enggan Beli Rumah, Australia Bakal Hapus BPHTB

Selasa, 22 Oktober 2024 | 14:00 WIB KP2KP SIDRAP

Ubah Kata Sandi Akun Coretax, Fiskus: Tak Perlu Cantumkan EFIN

Selasa, 22 Oktober 2024 | 13:45 WIB KABINET MERAH PUTIH

Tak Lagi Dikoordinasikan oleh Menko Ekonomi, Kemenkeu Beri Penjelasan

Selasa, 22 Oktober 2024 | 13:30 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Kenaikan Tarif PPN Perlu Diikuti dengan Transparansi Belanja