SEJALAN dengan meningkatnya kebutuhan energi dan peningkatan ekonomi, peran sektor minyak dan gas bumi (migas) menjadi sedemikian penting dalam pembangunan nasional.
Dalam hal penerimaan, pajak dari sektor migas masih menjadi primadona dalam menyumbang penerimaan negara. Di Indonesia, pengelolaan atas pengeboran migas banyak dilakukan oleh perusahaan asing yang menjalankan usahanya di Indonesia, atau dalam istilah perpajakan disebut sebagai Bentuk Usaha Tetap (BUT).
Berdasarkan Pasal 15 UU Nomor 36 tahun 2008 tentang Perubahan Keempat atas UU Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (UU PPh), untuk menghitung besarnya pajak yang dikenakan terhadap wajib pajak BUT yang melakukan kegiatan usaha di bidang pengeboran minyak dan gas bumi secara internasional harus menggunakan norma penghitungan khusus.
Lebih lanjut, aturan mengenai norma penghitungan khusus penghasilan netto bagi wajib pajak badan yang melakukan kegiatan usaha di bidang pengeboran minyak dan gas bumi tertuang dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor 628/KMK.04/1991 (KMK 628/1991).
Perusahaan pengeboran minyak dan gas bumi yang bertempat kedudukan di luar negeri yang melakukan usaha melalui BUT. Sementara, yang menjadi objek pajak yaitu penghasilan bruto dari jenis-jenis penghasilan yang tercantum dalam kontrak pengeboran minyak dan gas bumi yang bersangkutan.
Untuk menghitung penghasilan neto dari BUT yang melakukan kegiatan usaha di bidang pengeboran migas secara internasional, sukar dilaksanakan dengan seksama karena adanya kesulitan untuk menghitung besarnya penyusutan atas peralatan pengeboran (drilling rings) dan biaya operasional lainnya.
Dalam Pasal 1 Keputusan Menteri Keuangan Nomor 628/KMK.04/1991 tentang Norma Penghitungan Khusus Penghasilan Neto Bagi Wajib Pajak Badan yang Melakukan Kegiatan Usaha di Bidang Pengeboran Minyak dan Gas Bumi serta Angsuran Pajak Penghasilan dalam Tahun Berjalan oleh Wajib Pajak Sendiri, disebutkan bahwa penghasilan neto wajib pajak BUT pengeboran migas dihitung dengan menggunakan norma penghitungan khusus sebesar 15% dari penghasilan bruto.
Adapun besarnya tarif pajak atas penghasilan netto dari BUT pengeboran migas sesuai dengan Pasal 17 ayat 2a UU PPh yaitu 25% untuk wajib pajak badan dalam negeri dan bentuk usaha tetap.
Wajib pajak BUT pengeboran migas terutang pajak penghasilan di akhir tahun yang dapat dibayarkan secara angsuran setiap bulannya sesuai dengan PPh Pasal 25.
Besarnya angsuran PPh Pasal 25 setiap bulan bagi wajib pajak BUT adalah jumlah yang dihasilkan dari penerapan tarif menurut Pasal 17 UU PPh atas penghasilan netto dari usaha di bidang pengeboran migas yang dihitung dengan menggunakan norma penghitungan khusus ditambah penghasilan netto dari kegiatan usaha lain yang disetahunkan, kemudian dibagi 12.
Surat Pemberitahuan Masa PPh Pasal 25 dianggap telah disampaikan ke Kantor Pelayanan Pajak sesuai dengan tanggal validasi yang tercantum pada SSP. Batas waktu pembayaran PPh pasal 25 adalah setiap tanggal 15 bulan berikutnya. Apabila tanggal 15 jatuh pada hari libur, maka pembayaran PPh Pasal 25 dapat dilakukan pada hari kerja berikutnya.
Sedangkan batas waktu untuk menyampaikan SPT Masa PPh Pasal 25 adalah 20 hari setelah berakhirnya masa pajak (tanggal 20 bulan berikutnya). Apabila tanggal 20 jatuh pada hari libur, maka pelaporan harus dilakukan pada hari kerja sebelumnya. Hari libur meliputi hari libur nasional dan hari-hari yang ditetapkan sebagai hari cuti bersama oleh pemerintah.
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.