KEBIJAKAN PAJAK

Opsen PPh Pasal 21 dan PPh Pasal 25/29 Bukan untuk Jangka Pendek

Muhamad Wildan | Rabu, 15 September 2021 | 12:00 WIB
Opsen PPh Pasal 21 dan PPh Pasal 25/29 Bukan untuk Jangka Pendek

Ilustrasi.

JAKARTA, DDTCNews - Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) mengatakan saat ini bukanlah waktu yang tepat untuk menerapkan opsen atas PPh Pasal 21 dan Pasal 25/29 wajib pajak orang pribadi dalam negeri (WPOPDN).

Dirjen Bina Keuangan Daerah Kemendagri Mochamad Ardian Noervianto mengatakan perekonomian saat ini membutuhkan kebijakan anggaran countercyclical dan harus bisa disesuaikan secara cepat baik melalui pemberian insentif, kebijakan tarif, dan kemudahan administrasi.

"Meskipun secara akademik opsen PPh dapat menjadi pajak daerah dan berdampak positif dalam meningkatkan peran serta pemda dalam pemungutan PPh orang pribadi, momentum penerapannya dalam jangka pendek kurang tepat," katanya, Rabu (15/9/2021).

Baca Juga:
PPN Mestinya Naik Tahun Depan, Gerindra akan Bahas Bareng Kemenkeu

Namun, lanjut Ardian, opsen PPh Pasal 21 dan Pasal 25/29 WPOPDN akan tetap dipertimbangkan dalam pengaturan jangka panjang reformasi pajak daerah pada tahap berikutnya.

Seperti diketahui, salah satu jenis pajak baru yang diusulkan oleh pemerintah pada RUU Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (HKPD) dan menjadi kewenangan bagi pemda adalah opsen pajak.

Opsen PPh Pasal 21 dan Pasal 25/29 WPOPDN merupakan salah satu dari beberapa jenis opsen pajak yang dipertimbangkan pemerintah pada beberapa tahun yang lalu. Kala itu, opsen PPh Pasal 21 dan Pasal 25/29 WPOPDN sempat masuk dalam draf RUU Peningkatan Pendapatan Asli Daerah.

Baca Juga:
WP Gagal Daftar LPSE karena KSWP Tidak Valid, Gara-Gara Tak Lapor SPT

Merujuk pada RUU Peningkatan Pendapatan Asli Daerah tertanggal 4 Juni 2018 yang diunggah oleh dpr.go.id, opsen PPh Pasal 21 dan PPh WPOPDN adalah pungutan tambahan yang dikenakan oleh provinsi dan kabupaten/kota atas pokok PPh Pasal 21 serta Pasal 25/29 WPOPDN yang terutang yang dikenakan oleh pemerintah sesuai dengan peraturan perundang-undangan di bidang PPh.

Melalui RUU HKPD, pemerintah hanya mengusulkan tiga jenis opsen yaitu opsen pajak kendaraan bermotor (PKB), opsen bea balik nama kendaraan bermotor (BBNKB), dan opsen pajak mineral bukan logam dan batuan (MBLB).

Bila RUU HKPD disetujui, opsen PKB dan BBNKB akan menjadi kewenangan pemkab/pemkot, sedangkan opsen MBLB akan menjadi kewenangan pemprov.

Baca Juga:
DPR Tetapkan Daftar Mitra Kerja untuk Komisi XII dan Komisi XIII

Opsen PKB dan BBNKB diharapkan mampu menjadi sumber baru penerimaan pemkab/pemkot sekaligus menggantikan skema bagi hasil PKB dan BBNKB antara pemprov dan pemkab/pemkot.

Sementara itu, opsen pajak MBLB diharapkan bisa memberikan tambahan penerimaan bagi pemprov sekaligus meningkatkan kinerja pemprov dalam mengawasi kegiatan pertambangan di daerah. (rig)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

15 September 2021 | 22:17 WIB

Adanya bbrp jenis pajak pusat didaerahkan seperti PBB-P2, BPHTB , penerimaan opsen PPh dan pajak lainnya...mk ada kecenderungan daerah kaya penerimaannya..akan boros penggunaannya... sebaiknya PAD yg lebih besar peningkatannya dapat dikontrol ketika pengajuan Anggaran Belanja ke Pusat... Atau paling tidak bgmn mengatur dlm perimbangan keuangan berdasarkan program nasional dan daerah bersama-sama... ya dibidani lembaga bolehlah Bapenas dan lainnya untuk menjaga anggaran itu sendiri, juga menghindari terjadi over-lapping dlm program yang sama. Dgn kata lain penggunaan scr optimal dlm memenuhi sasaran strategis..dlm rangka pembangunan nasional akan lebih terarah. harapannya dapat bersinergy dlm bantuan program2 antar Daerah tertentu spt si kaya akan menyokong tetangganya yg membutuhkan. Sayangnya kendali persetujuannya oleh DPR dlm skala yg rumit dan kompleks.

15 September 2021 | 22:12 WIB

Adanya bbrp jenis pajak pusat didaerahkan seperti PBB-P2, BPHTB , penerimaan opsen PPh dan pajak lainnya...maka ada kecenderungan daerah kaya penerimaannya..kurang efektif (boros) penggunaannya... sebaiknya PAD yg lebih besar peningkatannya dapat dikontrol ketika pengajuan Anggaran Belanja ke Pusat... Atau paling tidak bgmn mengatur perimbangan keuangan berdasarkan program nasional dan daerah bersama-sama... ya dibidani lembaga bolehlah Bapenas dan lainnya untuk menjaga anggaran itu sendiri, juga menghindari terjadi over-lapping dlm program yang sama. Dgn kata lain penggunaan scr optimal dlm memenuhi sasaran strategis..dlm rangka pembangunan nasional akan lebih terarah. Sebaiknya ..dapat bersinergy dlm bantuan program2 antar Daerah tertentu spt si kaya akan menyokong tetangganya yang kurang. dan jgn sampai boros... krn merasa berlebih. Sayangnya kendali persetujuan anggaran pusat oleh DPR sehingga sulit dlm skala yang rumit. Namun bisa diformulasikan dlm kompsisi yg lebih rasional

15 September 2021 | 22:12 WIB

Adanya bbrp jenis pajak pusat didaerahkan seperti PBB-P2, BPHTB , penerimaan opsen PPh dan pajak lainnya...maka ada kecenderungan daerah kaya penerimaannya..kurang efektif (boros) penggunaannya... sebaiknya PAD yg lebih besar peningkatannya dapat dikontrol ketika pengajuan Anggaran Belanja ke Pusat... Atau paling tidak bgmn mengatur perimbangan keuangan berdasarkan program nasional dan daerah bersama-sama... ya dibidani lembaga bolehlah Bapenas dan lainnya untuk menjaga anggaran itu sendiri, juga menghindari terjadi over-lapping dlm program yang sama. Dgn kata lain penggunaan scr optimal dlm memenuhi sasaran strategis..dlm rangka pembangunan nasional akan lebih terarah. Sebaiknya ..dapat bersinergy dlm bantuan program2 antar Daerah tertentu spt si kaya akan menyokong tetangganya yang kurang. dan jgn sampai boros... krn merasa berlebih. Sayangnya kendali persetujuan anggaran pusat oleh DPR sehingga sulit dlm skala yang rumit. Namun bisa diformulasikan dlm kompsisi yg lebih rasional

ARTIKEL TERKAIT
Selasa, 22 Oktober 2024 | 21:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

PPN Mestinya Naik Tahun Depan, Gerindra akan Bahas Bareng Kemenkeu

Selasa, 22 Oktober 2024 | 17:30 WIB KPP PRATAMA JAMBI TELANAIPURA

WP Gagal Daftar LPSE karena KSWP Tidak Valid, Gara-Gara Tak Lapor SPT

Selasa, 22 Oktober 2024 | 17:06 WIB LEMBAGA LEGISLATIF

DPR Tetapkan Daftar Mitra Kerja untuk Komisi XII dan Komisi XIII

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:30 WIB KANWIL DJP JAWA TIMUR II

Pakai Faktur Pajak Fiktif, Dirut Perusahaan Akhirnya Ditahan Kejari

BERITA PILIHAN
Selasa, 22 Oktober 2024 | 21:45 WIB LEMBAGA LEGISLATIF

Sah! Misbakhun Terpilih Jadi Ketua Komisi XI DPR 2024-2029

Selasa, 22 Oktober 2024 | 21:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

PPN Mestinya Naik Tahun Depan, Gerindra akan Bahas Bareng Kemenkeu

Selasa, 22 Oktober 2024 | 17:30 WIB KPP PRATAMA JAMBI TELANAIPURA

WP Gagal Daftar LPSE karena KSWP Tidak Valid, Gara-Gara Tak Lapor SPT

Selasa, 22 Oktober 2024 | 17:06 WIB LEMBAGA LEGISLATIF

DPR Tetapkan Daftar Mitra Kerja untuk Komisi XII dan Komisi XIII

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:41 WIB IHPS I/2024

BPK Selamatkan Keuangan Negara Rp13,66 Triliun pada Semester I/2024

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:30 WIB KANWIL DJP JAWA TIMUR II

Pakai Faktur Pajak Fiktif, Dirut Perusahaan Akhirnya Ditahan Kejari

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:00 WIB TIPS PAJAK DAERAH

Cara Daftarkan Objek Pajak Alat Berat di DKI Jakarta secara Online

Selasa, 22 Oktober 2024 | 15:30 WIB AUSTRALIA

Bikin Orang Enggan Beli Rumah, Australia Bakal Hapus BPHTB

Selasa, 22 Oktober 2024 | 14:00 WIB KP2KP SIDRAP

Ubah Kata Sandi Akun Coretax, Fiskus: Tak Perlu Cantumkan EFIN