Ilustrasi. Pelaku UMKM menunggu pembeli di dekat pajangan produk bawang goreng yang dijual secara langsung dan daring di salah satu lapak penjualan oleh-oleh di Palu, Sulawesi Tengah, Selasa (6/12/2022). ANTARA FOTO/Basri Marzuki/nym.
JAKARTA, DDTCNews – Ditjen Pajak (DJP) menyampaikan hingga saat ini, e-form belum mengakomodasi terkait dengan ketentuan omzet tidak kena pajak dari wajib pajak orang pribadi UMKM.
Sesuai dengan UU PPh s.t.d.t.d UU HPP, terdapat ketentuan omzet hingga Rp500 juta yang tidak dikenai pajak penghasilan (PPh). Ketentuan ini hanya berlaku untuk wajib pajak orang pribadi dengan peredaran bruto tertentu (tidak lebih dari Rp4,8 miliar dalam 1 tahun pajak).
“Untuk pelaporannya tetap menggunakan e-form 1770 SPT Tahunan orang pribadi. Namun, sampai dengan saat ini, e-form tersebut belum mengakomodir terkait PTKP WP OP dengan peredaran bruto tertentu sebesar Rp500 juta,” cuit contact center DJP, Kring Pajak, melalui Twitter, Jumat (20/1/2023).
Dengan kondisi tersebut, wajib pajak diimbau untuk berkonsultasi terkait dengan pengisian e-form tersebut dengan menghubungi kantor pelayanan pajak (KPP) terdaftar. Nomor telepon dan alamat email KPP dapat dilihat pada http://pajak.go.id/unit-kerja.
“Saat ini belum ada teknis khusus untuk tata cara pelaporan omzet di bawah Rp500 juta agar tidak terhitung PPh-nya secara otomatis pada e-form. Silakan menghubungi KPP terdaftar untuk berkonsultasi terkait pengisiannya,” imbuh Kring Pajak.
Seperti diberitakan sebelumnya, penerapan ketentuan omzet hingga Rp500 juta tidak kena pajak berdampak pada penghitungan PPh final terutang dari wajib pajak orang pribadi UMKM.
Ketentuan itu dipertegas dalam ketentuan teknis, yakni PP 55/2022. Dengan berlakunya PP 55/2022, PP 23/2018 dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. ‘PP 23/2018 Dicabut, Begini Cara Hitung Pajak Final UMKM yang Terutang’.
Adapun pajak terutang dihitung berdasarkan tarif 0,5% dikalikan dengan dasar pengenaan pajak (DPP) setelah mempertimbangkan bagian peredaran bruto dari usaha (sampai dengan Rp500 juta) yang tidak dikenai pajak.
Sama seperti ketentuan dalam PP 23/2018, DPP yang digunakan untuk menghitung PPh yang bersifat final wajib pajak UMKM dalam PP 55/2022 adalah jumlah peredaran bruto atas penghasilan dari usaha setiap bulan.
Peredaran bruto yang dijadikan DPP dan jumlah peredaran bruto dari usaha yang dihitung secara kumulatif merupakan imbalan/nilai pengganti berupa uang atau nilai uang yang diterima/diperoleh dari usaha, sebelum dikurangi potongan penjualan, potongan tunai, dan/atau potongan sejenis. Simak pula ‘Ada Omzet Bebas Pajak, Ini Contoh Hitungan PPh Final WP OP PP 55/2022’. (kaw)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.