PERTUMBUHAN EKONOMI

OECD Perkirakan Ekonomi Indonesia Hanya Tumbuh 4,7 Persen Tahun Ini

Muhamad Wildan | Minggu, 04 Juni 2023 | 07:30 WIB
OECD Perkirakan Ekonomi Indonesia Hanya Tumbuh 4,7 Persen Tahun Ini

Gedung bertingkat terlihat dari kawasan Jalan Jendral Sudirman, Jakarta, Jumat (5/5/2023). Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal I tahun 2023 mencapai 5,03 persen secara tahunan (yoy) yaitu mengalami kontraksi 0,92 persen dibandingkan pada kuartal IV tahun 2022. ANTARA FOTO/Galih Pradipta/nym.

PARIS, DDTCNews - Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) memperkirakan perekonomian Indonesia hanya akan bertumbuh sebesar 4,7% pada tahun ini dan sebesar 5,1% pada 2024 mendatang.

Dalam laporan bertajuk OECD Economic Outlook - Interim Report March 2023, berpandangan Indonesia termasuk salah satu negara perekonomiannya tidak terlalu terdampak oleh perlambatan ekonomi global.

"Perekonomian Indonesia akan tetap bertumbuh sebesar 4,7% hingga 5% per tahun pada 2023 dan 2024," tulis OECD dalam laporannya, dikutip pada Minggu (4/6/2023).

Baca Juga:
Diatur Ulang, Kriteria Piutang Pajak Tak Tertagih yang Bisa Dihapuskan

OECD memperkirakan pertumbuhan ekonomi global pada tahun ini hanya akan mencapai 2,6%, melambat bila dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi pada 2022 sebesar 3,2%. Adapun pertumbuhan ekonomi global pada 2024 hanya akan mencapai 2,9%.

Menurut OECD, pertumbuhan ekonomi global pada 2023 dan 2024 masih berada di bawah tren akibat perang di Ukraina, berlanjutnya risiko terhadap ketahanan pangan dan energi, dan perubahan pada pasar komoditas akibat embargo negara-negara Barat terhadap komoditas energi dari Rusia.

OECD pun merekomendasikan kepada setiap yurisdiksi untuk memberikan dukungan fiskal guna memitigasi dampak negatif dari kenaikan harga pangan dan komoditas energi.

Baca Juga:
BI Buka Ruang untuk Kembali Turunkan Suku Bunga

Menurut OECD, dukungan fiskal oleh beberapa yurisdiksi untuk menekan harga komoditas energi masih belum diberikan secara tepat sasaran. Mayoritas yurisdiksi masih mengandalkan kebijakan pemberian subsidi atau menurunkan tarif PPN.

"Meski mudah diimplementasikan, dukungan fiskal semacam ini tergolong mahal dan tidak sejalan dengan upaya untuk menurunkan penggunaan bahan bakar fosil," tulis OECD.

OECD berpandangan stimulus fiskal perlu diberikan kepada targeted kepada rumah tangga berpenghasilan rendah. Subsidi juga seyogianya hanya diberikan atas konsumsi energi di bawah tingkat konsumsi rata-rata. (sap)


Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Kamis, 30 Januari 2025 | 09:30 WIB BERITA PAJAK HARI INI

Diatur Ulang, Kriteria Piutang Pajak Tak Tertagih yang Bisa Dihapuskan

Selasa, 28 Januari 2025 | 08:30 WIB KEBIJAKAN MONETER

BI Buka Ruang untuk Kembali Turunkan Suku Bunga

Sabtu, 25 Januari 2025 | 15:31 WIB PEREKONOMIAN INDONESIA

Jelang Diumumkan BPS, Ekonomi RI Diperkirakan Tumbuh 5 Persen di 2024

Jumat, 24 Januari 2025 | 08:52 WIB BERITA PAJAK HARI INI

Penjelasan DJP soal Hitung PPN dengan DPP 11/12 yang Tidak Otomatis

BERITA PILIHAN
Kamis, 30 Januari 2025 | 13:55 WIB PENG-1/PJ/2025

DJP Perbarui Daftar Negara Tujuan Pertukaran Data Keuangan Otomatis

Kamis, 30 Januari 2025 | 13:45 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Sri Mulyani Harap Makan Bergizi Gratis Beri Dampak Besar ke Ekonomi

Kamis, 30 Januari 2025 | 11:11 WIB INFOGRAFIS PAJAK

9 Jenis Pajak Daerah yang Dipungut Pemkot Tarakan beserta Tarifnya

Kamis, 30 Januari 2025 | 10:51 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Bangun Sistem Pajak Berkeadilan, Civil Society Perlu Pahami Isu Pajak

Kamis, 30 Januari 2025 | 09:30 WIB BERITA PAJAK HARI INI

Diatur Ulang, Kriteria Piutang Pajak Tak Tertagih yang Bisa Dihapuskan

Kamis, 30 Januari 2025 | 08:55 WIB KEBIJAKAN KEPABEANAN DAN CUKAI

Kenakan BMAD, Sri Mulyani: Lindungi Industri dari Impor Barang Murah