Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews – Pemerintah membangun protokol penggunaan data terkait dengan penerapan Nomor Induk Kependudukan (NIK) sebagai Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) orang pribadi. Topik tersebut menjadi salah satu bahasan media nasional pada hari ini, Kamis (11/8/2022).
Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Peraturan dan Penegakan Hukum Pajak Iwan Djuniardi mengatakan Ditjen Pajak (DJP) sudah bekerja sama dengan Ditjen Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) mengenai protokol untuk mencegah risiko kebocoran data.
“Kami membangun protokol. Siapa yang berhak melihat? Bagaimana caranya untuk masuk? Lalu, credential-nya seperti apa?" katanya.
Selain itu, DJP dan Ditjen Dukcapil memperkuat keamanan sistem teknologi informasi. Menurut Iwan, sistem yang dimiliki DJP saat ini sudah aman, khususnya sejak Indonesia berpartisipasi dalam automatic exchange of information (AEOI).
Pasalnya, Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) sudah melakukan penilaian terhadap keamanan sistem teknologi informasi DJP. Hal ini menjadi salah satu aspek penting yang dilihat sebelum DJP bisa menerima data dan informasi keuangan dalam kerangka AEOI.
"Kalau sistem IT secara security lemah, itu tidak dikasih. Sejak 2017-2018, kami sudah mendapatkan assessment dari OECD dan sudah disertifikasi ISO 27001,” imbuh Iwan.
Selain mengenai penggunaan NIK sebagai NPWP orang pribadi, ada pula bahasan terkait dengan perubahan acuan rentang harga referensi produk minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) untuk penetapan bea keluar.
Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Peraturan dan Penegakan Hukum Pajak Iwan Djuniardi mengatakan selain protokol dan keamanan sistem teknologi informasi, kesadaraan terhadap keamanan data juga perlu dibangun.
“Awareness kita bangun. Kalau bicara security ini ada teknologi, proses, dan juga human resource. Awareness ini kita harus bangun sama-sama,” kata Iwan. (DDTCNews)
Penggunaan NIK sebagai NPWP orang pribadi akan mempermudah DJP melakukan pengawasan. Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Peraturan dan Penegakan Hukum Pajak Iwan Djuniardi mengatakan dengan kebijakan itu, data dari instansi lain dapat disandingkan dengan laporan wajib.
"Pada saat mengumpulkan data, kami dapat NIK. ID-nya sama, sudah. Tidak perlu ada effort, baik di instansi lain maupun di kami. Data itu mau dari manapun akan melekat pada 1 NIK. Jadi, lebih memudahkan dari sisi pengawasan,” ujar Iwan. (DDTCNews)
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati telah menerbitkan PMK 123/2022 yang merevisi acuan rentang harga referensi CPO. Sebelumnya, ketentuan diatur dalam PMK 98/2022. Revisi itu dilakukan untuk mengantisipasi perubahan harga CPO di pasar global.
Pasal 5 PMK 123/2022 memuat perincian perubahan acuan harga referensi CPO dan produk turunannya yang dikenakan bea keluar. Meski demikian, kelompok tarif bea keluar tetap ada 17 kelompok.
Tarif bea keluar tertinggi akan dikenakan apabila harga referensinya mencapai lebih dari US$1.430 per ton, yakni US$288 per ton. Sebelumnya, tarif bea keluar US$288 per ton akan berlaku jika harga referensinya lebih dari US$1.500. (DDTCNews)
Pemerintah masih mencari waktu yang tepat untuk mulai menerapkan pajak karbon sebagaimana diamanatkan dalam UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP)
Kepala Pusat Kebijakan Sektor Keuangan BKF Kemenkeu Adi Budiarso mengatakan pajak karbon menjadi salah satu instrumen yang akan diterapkan pemerintah untuk menurunkan emisi. Namun, implementasinya ditunda karena ketidakpastian global.
"Pemerintah terus memformulasikan regulasi yang dibutuhkan untuk mengimplementasikannya," katanya. (DDTCNews/Kontan)
Korps Lalu Lintas (Korlantas) Polri berencana untuk melakukan penghapusan data registrasi atas kendaraan yang STNK-nya mati selama 2 tahun pada tahun depan. Kakorlantas Polri Irjen Pol Firman Shantyabudi mengatakan para pemilik kendaraan masih berkesempatan untuk melakukan registrasi dan membayar pajak kendaraan bermotor (PKB).
"Untuk teman-teman yang belum bayar pajak masih ada kesempatan dilaporkan kendaraannya dengan iktikad baik dan niat untuk membantu membangun negeri di wilayah Anda sendiri," ujar Firman. (DDTCNews)
Mengutip buku CRM-BI Langkah Awal Menuju Data Driven Organization, Kepala Subdirektorat Pengelolaan Data Eksternal Direktorat DIP DJP Endro Tribudi Setijanto mengatakan kebutuhan data eksternal akan membantu dalam memperkaya analisis dalam compliance risk management (CRM) serta business intelligence (BI).
“Data yang berperan dalam pengembangan CRM dan BI antara lain data keuangan dan data kepemilikan (saham, tanah, kendaraan, dan lain-lain),” tegasnya.
Data-data tersebut dinilai penting karena mewakili aktivitas ekonomi. Sesuai dengan teori makro, sambungnya, konsumsi terwakili dari data-data perbankan. Sementara itu, investasi dapat terwakili dari data kepemilikan aset. (DDTCNews) (kaw)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.