Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews - Integrasi antara nomor induk kependudukan (NIK) dan nomor pokok wajib pajak (NPWP) bakal mempermudah Ditjen Pajak (DJP) mendeteksi harta yang disembunyikan oleh wajib pajak.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan integrasi NIK dan NPWP dapat mempermudah otoritas mendeteksi aset-aset yang dibaliknamakan oleh wajib pajak.
"NIK sama dengan NPWP lho sekarang, jadi Anda enggak bisa ganti-ganti pindah nama. Saya tahu," ujar Sri Mulyani dalam acara Sosialisasi UU HPP, Jumat (17/12/2021).
Tak hanya integrasi NIK dan NPWP, DJP juga banyak memperoleh informasi melalui automatic exchange of information (AEOI). Dengan demikian, fiskus dapat mengetahui harta wajib pajak yang disembunyikan di luar negeri.
Otoritas pajak yurisdiksi mitra juga dapat menagihkan tunggakan pajak wajib pajak Indonesia atas nama DJP berkat adanya ketentuan kerja sama penagihan secara resiprokal pada UU HPP.
Oleh karena itu, Sri Mulyani pun mengimbau kepada wajib pajak untuk turut serta dalam program pengungkapan sukarela (PPS), baik kebijakan I maupun kebijakan II. "Jadi daripada hidupnya enggak berkah sudahlah mendingan ikut aja," ujar Sri Mulyani.
Bila DJP menemukan aset yang belum atau kurang diungkapkan melalui PPS, terdapat sanksi yang menanti.
Bagi peserta tax amnesty yang sampai PPS berakhir masih belum atau kurang melaporkan hartanya, maka aset yang belum atau kurang diungkap akan dikenai PPh final sebesar 25% bagi wajib pajak badan dan 30% bagi wajib pajak orang pribadi ditambah sanksi 200% sesuai Pasal 18 ayat (3) UU Pengampunan Pajak.
Pada kebijakan II PPS, wajib pajak orang pribadi berpotensi dikenai PPh final dengan tarif 30% ditambah sanksi Pasal 13 ayat (2) UU KUP sebesar suku bunga acuan ditambah uplift factor 15%. (sap)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.