BERITA PAJAK HARI INI

Nasib Reformasi Pajak di Tahun Politik

Redaksi DDTCNews | Senin, 15 Januari 2018 | 09:17 WIB
Nasib Reformasi Pajak di Tahun Politik

JAKARTA, DDTCNews – Kontestasi politik Pilkada serentak tahun ini dan persiapan menghadapi pemilu 2019 tak hanya mamanaskan dunia politik, tetapi juga mengancam sejumlah agenda nasional di antaranya reformasi aturan pajak yang sudah antre untuk dibahas para legislator di DPR. Di tengah hiruk pikuk elit politik berebut kekuasaan, nasib legislasi di DPR terancam kembali gagal mencapai target seperti tahun sebelumnya di mana hanya 6 UU yang selesai dari target 52 RUU.

RUU reformasi pajak adalah salah satu regulasi yang gagal dituntaskan pada tahun lalu. Sebelumnya, agenda revisi UU Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan atau KUP sudah mulai dibahas namun pembahasan terakhir baru sampai pada tahap rapat dengar pendapat umum (RDPU) dengan pengamat pajak, akademisi dan pengusaha. Serta kunjungan kerja ke Australia dan Ekuador.

Peran UU KUP amatlah penting bagi suksesnya agenda reformasi pajak. Bila tidak ada pembaruan regulasi, Ditjen Pajak bakal keteteran saat menghadapi dinamika perpajakan domestik dan global yang makin kompleks. Hal ini juga dikemukanan dalam outlook perpajakan 2018 Danny Darussalam Tax Center (DDTC) yang sudah mewanti-wanti dinamika domestik dan global. Tantangan Ditjen Pajak bukan hanya kontestasi di tingkat elit politik. Namun juga adanya perubahan lanskap pajak global, yang mau tidak mau membuat proses reformasi pajak perlu disusun secara hati-hati.

Baca Juga:
Kementerian Keuangan Kini di Bawah Langsung Presiden Prabowo

Berita lainnya masih terkait pentingnya revisi UU KUP. Berikut ulasan ringkas beritanya:

  • Empat Faktor Pentingnya Revisi UU KUP

Perubahan UU KUP tidak hanya menyasar satu atau dua pasal, tetapi benar-benar akan mengubah secara substansial administrasi perpajakan nasional. Dokumen Kementerian Keuangan mengungkapkan ada empat faktor penting alasan pemerintah merombak isi UU KUP. Pertama, untuk mewujudkan administrasi perpajakan yang mudah, efisien dan cepat. Kedua, untuk mewujudkan pemungutan pajak yang berkeadilan dan berkepastian hukum sehingga peran serta masyarakat sebagai pembayar pajak terdistribusikan tanpa ada pembeda. Ketiga, menyesuaikan administrasi perpajakan dengan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi. Keempat, untuk menurunkan biaya kepatuhan pajak (cost of compliance) dan biaya pemungutan pajak (cost of tax collection).

  • Pokok Perubahan UU KUP

Untuk mengakomodir kepentingan perubahan UU KUP, pemerintah telah mengubah sistematika dan tata cara urutannya. Komposisi perubahan subtansinya bahkan lebih dari 50%. Dari jumlah bab misalnya, UU KUP tahun 1983 hanya terdiri 11 Bab, tahun 2007 11 Bab, sedangkan RUU KUP yang dibahas saat ini berlipat menjadi 23 Bab. Jumlah pasal pun juga bertambah dari 20 pasal di tahun 1983, di tahun 2007 menjadi 70 pasal. RUU KUP menjadi berlipat sebanyak 129 pasal. Perombakan besar dilakukan karena sistematika penyajian bab dalam RUU KUP saat ini belum sesuai dengan alur proses bisnis administrasi perpajakan. Selain itu, karena telah berubah sebanyak empat kali, beberapa subtansi dalam UU KUP saat ini tak sesuai dengan pengelompokan bab.

Baca Juga:
Pemerintah Pusat Bakal Asistensi Pemda Terbitkan Obligasi Daerah
  • Nasib Revisi UU PNBP

Selain UU KUP, DPR juga tengah sibuk dengan agenda revisi UU Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP). Nasib regulasi ini juga ada di tangan DPR yang tengah fokus pada agenda politik praktis di tahun 2018 dan 2019. Arif Yanuar yang menjadi salah satu tim pembahas RUU KUP yang juga menjadi Direktur Peraturan Perpajakan I Ditjen Pajak mengakui pihaknya tidak bisa menghindari tahun politik. Otoritas pajak pasrah jika parlemen sibuk mengamankan kepentingan politiknya daripada membahas undang-undang yang sangat penting untuk mengoptimakan penerimaan pajak. Meski demikian, Ditjen Pajak tetap berharap pembahasan undang-undang tersebut mesti segera dituntaskan. Hal ini penting sebagai landasan regulasi bagi Ditjen Pajak dalam mengoptimalkan kinerja penerimaan pajak yang dalam beberapa tahun terakhir selalu luput dari target yang ditetapkan.

  • Sanksi Bitcoin

Bank Indonesia (BI) tidak mengakui virtual currency termasuk Bitcoin sebagai alat pembayaran yang sah. Dengan begitu, penggunaannya sebagai alat pembayaran dilarang di Indonesia. BI menilai kepemilikan mata uang virtual sangat beresiko dan sarat akan spekulasi karena tidak ada otoritas yang bertanggung jawab dan tidak ada administrator resmi. Tanpa adanya regulator, penggunaan uang virtual juga rawan digunakan sebagai sarana pencucian uang dan pendanaan terorisme. Sehingga dapat mempengaruhi kestabilan sistem keuangan dan merugikan masyarakat. Aturannya pun jelas dalam UU Mata Uang, bahwa setiap orang yang tidak menggunakan rupiah dalam tujuan pembayaran atau keuangan lainnya, bisa dipidana kurungan paling lama satu tahun atau denda paling banyak Rp200 juta. Itu belum dengan tuduhan tujuan penggunaan uang virtual dalam pembayarannya. (Amu)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Rabu, 23 Oktober 2024 | 09:19 WIB BERITA PAJAK HARI INI

Kementerian Keuangan Kini di Bawah Langsung Presiden Prabowo

Selasa, 22 Oktober 2024 | 09:00 WIB BERITA PAJAK HARI INI

Pemerintah Pusat Bakal Asistensi Pemda Terbitkan Obligasi Daerah

Senin, 21 Oktober 2024 | 09:15 WIB BERITA PAJAK HARI INI

Wajah-Wajah Lama Masih Isi Tim Ekonomi Prabowo-Gibran

BERITA PILIHAN
Rabu, 23 Oktober 2024 | 17:30 WIB PERPRES 132/2024

Tak Hanya Sawit, Cakupan BPDP Kini Termasuk Komoditas Kakao dan Kelapa

Rabu, 23 Oktober 2024 | 17:05 WIB KABINET MERAH PUTIH

Kabinetnya Gemuk, Prabowo Minta Menteri Pangkas Kegiatan Seremonial

Rabu, 23 Oktober 2024 | 17:00 WIB UJIAN SERTIFIKASI KONSULTAN PAJAK

Awas! Ada Sanksi Blacklist bagi Peserta USKP yang Tidak Datang Ujian

Rabu, 23 Oktober 2024 | 16:30 WIB KEMENTERIAN KEUANGAN

Daftar Lengkap Menteri Keuangan dari Masa ke Masa, Apa Saja Jasanya?

Rabu, 23 Oktober 2024 | 16:00 WIB KABUPATEN MALUKU TENGAH

Pajak Hiburan 45%, Ini Daftar Tarif Pajak Terbaru di Maluku Tengah

Rabu, 23 Oktober 2024 | 15:53 WIB PROFESI KONSULTAN PAJAK

USKP Kembali Digelar Desember 2024! Khusus A Mengulang dan B-C Baru

Rabu, 23 Oktober 2024 | 15:45 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Kabinet Gemuk Prabowo, RKAKL dan DIPA 2024-2025 Direstrukturisasasi

Rabu, 23 Oktober 2024 | 15:32 WIB SERTIFIKASI PROFESIONAL PAJAK

Profesional DDTC Bersertifikasi ADIT Transfer Pricing Bertambah

Rabu, 23 Oktober 2024 | 15:30 WIB CORETAX SYSTEM

Coretax DJP: Lapor SPT WP Badan Harus Pakai Akun Orang Pribadi