SEMINAR PAJAK- IFA INDONESIA 2018

Model P3B Tunggal Mulai Dipertimbangkan

Redaksi DDTCNews | Rabu, 05 Desember 2018 | 17:55 WIB
Model P3B Tunggal Mulai Dipertimbangkan

Para narasumber dalam acara seminar pajak internasional IFA 2018, Financial Hall Graha CIMB Niaga Jakarta, Rabu (5/12/2018). (Foto: DDTCNews)

JAKARTA, DDTCNews – Dalam sesi lanjutan seminar International Fiscal Association (IFA), paparan menarik disampaikan oleh Senior Principal Tax Knowledge Management IBFD Prof. Jan de Goede. Di awal sesi, Goede memaparkan perubahan terbaru UN Model dan OECD Model dalam Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda (P3B).

Dalam sesi tersebut, dia juga menjelaskan mengenai beberapa kelemahan dalam penggunaan dua model yang sudah diadopsi oleh banyak negara dalam menyusun dan menginterpretasikan P3B. Salah satu kelemahan tersebut di antaranya terkait dengan inefisiensi karena terdapat banyak pembaharuan dalam OECD Model maupun UN Model.

Selain itu, wajib pajak, otoritas pajak, maupun hakim di pengadilan pajak harus menginterpretasikan kombinasi dari kedua model. Padahal, tantangan globalisasi dan digitalisasi membutuhkan solusi global yang lebih sulit diwujudkan dalam dua forum terpisah. Oleh karena itu, menurutnya, diperlukan perubahan lanskap pajak global terkait P3B.

Baca Juga:
Pencantuman NITKU Bakal Bersifat Mandatory saat Pembuatan Bukti Potong

“Saat ini, lanskap pajak global terkait model P3B mulai mempertimbangkan model tunggal agar tidak terjadi inefisiensi. Indonesia, terutama pihak pemerintah selaku negosiator harus bersiap menghadapi perubahan lanskap tersebut,” paparnya dalam seminar ‘Recent International Tax Developments and its Implementation in Indonesia”, Rabu (5/12/2018), Financial Hall Graha CIMB Niaga Jakarta.

Goede juga memaparkan secara komprehensif konsep beneficial owner, batasan manfaat dalam principal purpose test, serta dampak multilateral instrument terhadap P3B. Sebelumnya, ada sesi yang membahas mengenai sengketa pajak internasional yang sering terjadi di Indonesia. Tax Partner RSM Indonesia Ichwan Sukardi mengawali diskusi dengan membahas mengenai studi kasus beneficial owner di Indonesia.

Kemudian dilanjutkan dengan paparan dari Tax Manager INPEX Corporation Dewa Made Budiarta yang membahas studi kasus tentang branch profit tax dan ditutup oleh pemaparan studi kasus mengenai waktu pemabayaran dividen, royalti, dan bunga oleh Tax Partner GNV Consulting Charles S. Oetomo.

Baca Juga:
Rezim Baru, WP Perlu Memitigasi Efek Politik terhadap Kebijakan Pajak

Dalam sesi lain, Professor Tax Law Melbourne University dan Chairperson of IFA Asia Pasific Miranda Steward membahas isu mengenai ekonomi digital. Menurutnya, berdasarkan data GSMA Digital Mobile Report (2018), Indonesia akan segera menjadi pasar smartphone terbesar ketiga secara global.

"Saat ini perekonomian digital masih dalam tahap awal, beberapa layanan platform masih terus berkembang seperti Grab, Whatsapp, Skype, dan lain-lain," jelas Miranda.

Seminar internasional ini juga diisi dengan presentasi Partner ABNR Counsellors at Law Freddy Karyadi yang membahas mengenai tantangan, regulasi, dan rekomendasi terkait ekonomi digital. Selanjutnya, Analis Direktorat Perjanjian dan Kerjasama Perpajakan Internasional Ditjen Pajak Ramzil Huda membahas mengenai tantangan ekonomi digital dalam konteks Pajak Penghasilan (PPh) dan Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Sesi ketiga ditutup oleh pemaparan dari CEO TGS AU Partners Mikail Jaman terkait beberapa isu pajak domestik dan global.

Baca Juga:
Dibagikan Gratis, 2 Buku DDTC ITM 2024 Dwibahasa Telah Diluncurkan

Terakhir, diskusi panel yang diikuti dengan sesi tanya jawab. Diskusi panel diisi oleh Prof. Jan de Goede dan Prof. Miranda Steward yang telah menjadi pembicara dalam sesi sebelumnya. Diskusi panel juga menghadirkan pembicara lainnya seperti Chairman PB Taxand Prijohandojo Kristanto, Tax Partner Deloitte Indonesia Cindy Sukiman, dan Tax Leader PWC Indonesia Ay Tjhing Phan.

Inti dari diskusi panel ini yaitu membahas mengenai perkembangan pajak internasional dan implikasi yang diberikan terhadap Indonesia. Mulai dari konsep beneficial owner, CFC rules, proyek BEPS, multilateral instrument, perkembangan OECD VS UN Model Commentary, dan sebagainya. (Amu)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Jumat, 18 Oktober 2024 | 09:14 WIB BERITA PAJAK HARI INI

Pencantuman NITKU Bakal Bersifat Mandatory saat Pembuatan Bukti Potong

Kamis, 17 Oktober 2024 | 13:35 WIB DDTC EXCLUSIVE GATHERING 2024

Rezim Baru, WP Perlu Memitigasi Efek Politik terhadap Kebijakan Pajak

Kamis, 17 Oktober 2024 | 10:30 WIB DDTC EXCLUSIVE GATHERING 2024

Dibagikan Gratis, 2 Buku DDTC ITM 2024 Dwibahasa Telah Diluncurkan

Rabu, 16 Oktober 2024 | 12:00 WIB KILAS BALIK PERPAJAKAN 2014-2024

Satu Dekade Kebijakan Perpajakan Jokowi

BERITA PILIHAN
Selasa, 22 Oktober 2024 | 21:45 WIB LEMBAGA LEGISLATIF

Sah! Misbakhun Terpilih Jadi Ketua Komisi XI DPR 2024-2029

Selasa, 22 Oktober 2024 | 21:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

PPN Mestinya Naik Tahun Depan, Gerindra akan Bahas Bareng Kemenkeu

Selasa, 22 Oktober 2024 | 17:30 WIB KPP PRATAMA JAMBI TELANAIPURA

WP Gagal Daftar LPSE karena KSWP Tidak Valid, Gara-Gara Tak Lapor SPT

Selasa, 22 Oktober 2024 | 17:06 WIB LEMBAGA LEGISLATIF

DPR Tetapkan Daftar Mitra Kerja untuk Komisi XII dan Komisi XIII

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:41 WIB IHPS I/2024

BPK Selamatkan Keuangan Negara Rp13,66 Triliun pada Semester I/2024

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:30 WIB KANWIL DJP JAWA TIMUR II

Pakai Faktur Pajak Fiktif, Dirut Perusahaan Akhirnya Ditahan Kejari

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:00 WIB TIPS PAJAK DAERAH

Cara Daftarkan Objek Pajak Alat Berat di DKI Jakarta secara Online

Selasa, 22 Oktober 2024 | 15:30 WIB AUSTRALIA

Bikin Orang Enggan Beli Rumah, Australia Bakal Hapus BPHTB

Selasa, 22 Oktober 2024 | 14:00 WIB KP2KP SIDRAP

Ubah Kata Sandi Akun Coretax, Fiskus: Tak Perlu Cantumkan EFIN