PRIVATISASI USAHA LISTRIK

MK Kukuhkan Monopoli PLN

Redaksi DDTCNews | Kamis, 15 Desember 2016 | 13:02 WIB
MK Kukuhkan Monopoli PLN

JAKARTA, DDTCNews – Di luar dugaan, Mahkamah Konstitusi (MK) membatalkan Pasal 10 ayat (2) dan Pasal 11 ayat (1) UU No. 30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan. Dengan putusan itu, MK kembali membatalkan usaha privatisasi listrik yang dijalankan pemerintah.

Keputusan MK tersebut diumumkan Rabu, (14/12). “Menyatakan Pasal 10 ayat (2) dan Pasal 11 ayat (1) UU No. 30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan bertentangan dengan UUD 1945,” demikian bunyi salinan putusan MK sebagaimana dikutip DDTCNews dari laman MK, Kamis (15/12).

Pasal 10 ayat (2) UU No. 30 Tahun 2009 yang dibatalkan itu selengkapnya berbunyi: “Usaha penyediaan tenaga listrik untuk kepentingan umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan secara terintegrasi.”

Baca Juga:
Februari 2024: Wajib Pajak Bereaksi karena Potongan PPh 21 Lebih Besar

Pasal 11 (1) berbunyi: “Usaha penyediaan tenaga listrik untuk kepentingan umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1) dilaksanakan oleh badan usaha milik negara, badan usaha milik daerah, badan usaha swasta, koperasi, dan swadaya masyarakat yang berusaha di bidang penyediaan tenaga listrik.”

Adapun, Pasal 10 ayat (1) yang diacu dalam kedua pasal tersebut berbunyi: “(1) Usaha penyediaan tenaga listrik untuk kepentingan umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf a meliputi jenis usaha a) pembangkitan tenaga listrik; b) transmisi tenaga listrik; c) distribusi tenaga listrik; dan/ atau d) penjualan tenaga listrik.”

Uji materi UU Kelistrikan itu sendiri diajukan oleh Adri, pegawai PLN Area Padang yang juga Ketua Serikat Pekerja PLN, dan Eko Sumantri, pegawai PLN Sektor Pembangkitan Keramasan. Keduanya menyampaikan berkas judicial review itu ke MK pada 26 Agustus 2015.

Baca Juga:
Kredit Investasi Padat Karya Diluncurkan, Plafonnya Capai Rp10 Miliar

Pemohon menggugat UU Ketenagalistrikan ini karena menilai listrik sebagai kebutuhan hajat hidup masyarakat harus dikuasai oleh negara, tak boleh diswastanisasi. Pasal yang digugat adalah Pasal 10 ayat 2, Pasal 11 ayat 1, Pasal 16 ayat 1, Pasal 33 ayat 1, Pasal 34 ayat 5, Pasal 56 ayat 2.

Menariknya, MK sebelumnya telah membatalkan UU No. 20 Tahun 2002 tentang Ketenagalistrikan karena dianggap membatasi negara dalam penguasaan listrik yang sekaligus membuka penguasan listrik ke swasta. Putusan ini juga mengukuhkan PLN sebagai pemegang monopoli usaha kelistrikan.

Setelah dibatalkan, pemerintah kemudian menerbitkan UU No. 30 Tahun 2009, yang oleh para penggugat, dianggap masih membawa semangat yang sama dengan UU No. 20 Tahun 2002 yang sudah dibatalkan, yaitu privatisasi usaha listrik.

Baca Juga:
Bagaimana Cara Peroleh Diskon 50 Persen Listrik Januari-Februari 2025?

Sebab dengan UU itu, PLN melakukan unbundling vertikal (pemisahan proses bisnis sesuai region) menuju unbundling horizontal (pemisahan proses bisnis per operasi) yang menyerahkan operasi distribusi dan transmisi PLN ke PT Haleyora Power, dan pekerjaan administrasi ke PT Icon.

Pemohon menduga, hal tersebut akan berdampak pada meningkatnya tarif tenaga listrik dan perubahan status perusahaan. Baik unbundling vertikal maupun unbundling horizontal membuat pemilik modal (pembeli PLN sesuai regionnya) mengintervensi SDM PLN dan melakukan PHK massal.

Oleh karena itu, Pemohon menyampaikan pada MK, bahwa UU No. 30 Tahun 2009 mengakibatkan hajat hidup orang banyak dapat dikuasai oleh korporasi swasta nasional, multinasional dan perorangan. Bahkan, mengakibatkan negara tidak memiliki kekuasaaan atas tenaga listrik. (Amu/Gfa)


Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Kamis, 26 Desember 2024 | 14:00 WIB KILAS BALIK 2024

Februari 2024: Wajib Pajak Bereaksi karena Potongan PPh 21 Lebih Besar

Kamis, 26 Desember 2024 | 13:30 WIB CORETAX SYSTEM

Jelang Coretax Diterapkan, PKP Bakal Perlu Bikin Sertel Baru

Kamis, 26 Desember 2024 | 10:00 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Kredit Investasi Padat Karya Diluncurkan, Plafonnya Capai Rp10 Miliar

Kamis, 26 Desember 2024 | 08:45 WIB BERITA PAJAK HARI INI

PPN 12 Persen, Pemerintah Ingin Rakyat Lebih Luas Ikut Bayar Pajak

BERITA PILIHAN
Kamis, 26 Desember 2024 | 14:30 WIB KPP PRATAMA BENGKULU SATU

Mobil Rp200 Juta Disita KPP, Bakal Dilelang Kalau Utang Tak Dilunasi

Kamis, 26 Desember 2024 | 14:00 WIB KILAS BALIK 2024

Februari 2024: Wajib Pajak Bereaksi karena Potongan PPh 21 Lebih Besar

Kamis, 26 Desember 2024 | 13:30 WIB CORETAX SYSTEM

Jelang Coretax Diterapkan, PKP Bakal Perlu Bikin Sertel Baru

Kamis, 26 Desember 2024 | 13:00 WIB PROVINSI JAWA TIMUR

Opsen Berlaku 2025, Pemprov Turunkan Dasar Pengenaan Pajak Kendaraan

Kamis, 26 Desember 2024 | 12:30 WIB ADMINISTRASI PAJAK

PKP Risiko Rendah Diterbitkan SKPKB, Kena Sanksi Kenaikan atau Bunga?

Kamis, 26 Desember 2024 | 11:00 WIB INFOGRAFIS PAJAK DAERAH

9 Jenis Pajak Daerah Terbaru yang Ditetapkan Pemkot Sibolga

Kamis, 26 Desember 2024 | 10:30 WIB KILAS BALIK 2024

Januari 2024: Ketentuan Tarif Efektif PPh Pasal 21 Mulai Berlaku

Kamis, 26 Desember 2024 | 10:00 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Kredit Investasi Padat Karya Diluncurkan, Plafonnya Capai Rp10 Miliar

Kamis, 26 Desember 2024 | 09:30 WIB PENGAWASAN BEA CUKAI

Libur Natal dan Tahun Baru, Bea Cukai Perketat Pengawasan di Perairan

Kamis, 26 Desember 2024 | 09:00 WIB CORETAX SYSTEM

Fitur Coretax yang Tersedia selama Praimplementasi Terbatas, Apa Saja?