KONSENSUS PAJAK GLOBAL

Merasa Dirugikan, Sri Lanka Tak Kunjung Setujui Pajak Minimum Global

Muhamad Wildan | Sabtu, 06 November 2021 | 07:00 WIB
Merasa Dirugikan, Sri Lanka Tak Kunjung Setujui Pajak Minimum Global

Ilustrasi.

COLOMBO, DDTCNews - Sri Lanka mengaku masih perlu lebih banyak waktu sebelum memutuskan untuk menyetujui proposal Pilar 1: Unified Approach dan Pilar 2: Global Anti Base Erosion (GloBE).

Pemerintah Sri Lanka memandang solusi 2 pilar yang telah disepakati oleh 136 yurisdiksi Inclusive Framework tersebut memiliki konsekuensi yang amat besar terhadap kebijakan-kebijakan pajak Sri Lanka.

Kedua proposal memang akan mengurangi urgensi untuk menurunkan tarif pajak atau memberikan insentif. Meski demikian, keberadaan pajak minimum global juga berpotensi membatasi ruang pemerintah dalam menarik investasi.

Baca Juga:
Bikin Orang Enggan Beli Rumah, Australia Bakal Hapus BPHTB

"Investasi asing adalah bagian penting dari perekonomian kami. Bila kita mengenakan pajak 15% atas investasi asing, bagaimana mungkin kita akan menarik investasi di masa yang akan datang?" ujar Komisioner Inland Revenue Department H.M.W.C. Bandara, dikutip Senin (1/11/2021).

Bandara mengatakan masalah yang sejenis akibat pajak korporasi minimum global tak hanya dihadapi oleh Sri Lanka, melainkan juga negara-negara lain. Menurutnya, kebanyakan negara lebih memilih diam dan tidak bersuara seperti Sri Lanka.

Sri Lanka sendiri telah memberikan insentif tax holiday dengan durasi selama 40 tahun untuk korporasi multinasional yang berinvestasi pada Colombo Port City.

Baca Juga:
Malaysia Berencana Kenakan Pajak atas Dividen sebesar 2 Persen

Dengan demikian, pajak korporasi minimum global dengan tarif 15% bukanlah ketentuan yang serta merta dapat disetujui oleh Sri Lanka dalam waktu singkat.

"Kebijakan perpajakan internasional adalah sesuatu yang kompleks. Meski demikian, mereka ingin segera memfinalisasi konsensus meski kami sesungguhnya masih memerlukan waktu untuk mempelajari kedua proposal," ujar Bandara seperti dilansir sundaytimes.lk.

Untuk diketahui, Sri Lanka adalah salah satu anggota Inclusive Framework yang belum menyetujui solusi 2 pilar yang diusung oleh OECD. Selain Sri Lanka, 3 negara yang belum menyetujui proposal Pilar 1 dan Pilar 2 adalah Pakistan, Kenya, dan Nigeria. (sap)


Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Selasa, 22 Oktober 2024 | 15:30 WIB AUSTRALIA

Bikin Orang Enggan Beli Rumah, Australia Bakal Hapus BPHTB

Minggu, 20 Oktober 2024 | 14:00 WIB HONG KONG

Negara Ini Bakal Pangkas Tarif Bea Masuk Minuman Beralkohol

BERITA PILIHAN
Selasa, 22 Oktober 2024 | 21:45 WIB LEMBAGA LEGISLATIF

Sah! Misbakhun Terpilih Jadi Ketua Komisi XI DPR 2024-2029

Selasa, 22 Oktober 2024 | 21:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

PPN Mestinya Naik Tahun Depan, Gerindra akan Bahas Bareng Kemenkeu

Selasa, 22 Oktober 2024 | 17:30 WIB KPP PRATAMA JAMBI TELANAIPURA

WP Gagal Daftar LPSE karena KSWP Tidak Valid, Gara-Gara Tak Lapor SPT

Selasa, 22 Oktober 2024 | 17:06 WIB LEMBAGA LEGISLATIF

DPR Tetapkan Daftar Mitra Kerja untuk Komisi XII dan Komisi XIII

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:41 WIB IHPS I/2024

BPK Selamatkan Keuangan Negara Rp13,66 Triliun pada Semester I/2024

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:30 WIB KANWIL DJP JAWA TIMUR II

Pakai Faktur Pajak Fiktif, Dirut Perusahaan Akhirnya Ditahan Kejari

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:00 WIB TIPS PAJAK DAERAH

Cara Daftarkan Objek Pajak Alat Berat di DKI Jakarta secara Online

Selasa, 22 Oktober 2024 | 15:30 WIB AUSTRALIA

Bikin Orang Enggan Beli Rumah, Australia Bakal Hapus BPHTB

Selasa, 22 Oktober 2024 | 14:00 WIB KP2KP SIDRAP

Ubah Kata Sandi Akun Coretax, Fiskus: Tak Perlu Cantumkan EFIN