BERTAHAN dan lanjutkan! Begitulah intuisi kubu petahana untuk mempertahankan posisi yang telah dibangun sejak lama. Berbagai strategi disiapkan untuk memenangkan calon presiden dan calon wakil presiden (capres-cawapres) Joko Widodo-Ma’ruf Amin yang diusung oleh 9 partai besar berkoalisi.
Dalam visi misi kebijakan pajak memang tidak ada hal yang baru, mengedepankan kelanjutan reformasi perpajakan sekaligus reformasi penguatan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) menjadi konsen utamanya.
Namun, ada perihal lain yang menarik untuk dibahas dan ditelisisk lebih dalam, yaitu obral insentif petahana yang ramai dijadikan sebagai alat pendulang popularitas oleh para pengurus Tim Kampanye Nasional (TKN) Jokowi-Ma’ruf di banyak talkshow dan kampanye.
Setidaknya ada sekitar 4 poin yang seringkali diungkap oleh TKN Jokowi-Ma’ruf dalam berbagai agenda, yaitu terkait keberhasilan dan prospek jangka panjang program tax amnesty, penurunan PPh final bagi Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM), tax holiday, dan tax allowance.
Lantas, salahkah jika petahana selalu mengungkap hal tersebut sebagai alat pendulang popularitas? Tentu tidak, karena sejatinya kebijakan yang telah disahkan tersebut dapat diproyeksikan mampu melaksanakan fungsinya terutama untuk prospek kelanjutan penerimaan pajak jangka panjang.
Selain itu, tiap-tiap poin yang disampaikan TKN diklaim sebagai sebuah prestasi pemerintah selama menjalankan roda kepemimpinan hampir lima tahun terakhir. Berbagai proyeksi jangka panjang atas ragam kebijakan tersebut meliputi, pertama, tax amnesty yang digadang tersukses di dunia.
Kebijakan ini secara umum telah dilakukan oleh banyak negara untuk meningkatkan pendapatan terutama dari tiga sumber yang sering luput dari pengawasan. Sumber pertama adalah pendapatan yang tidak dilaporkan karena peredarannya dalam ekonomi yang illegal. (Shinta, 2016: 170)
Berikutnya adalah pembayaran pajak kembali oleh orang yang tidak sengaja kurang bayar pajak dan tidak pernah melaporkan kesalahannya, dan terakhir adalah potensi pendapatan pemerintah dari pelarian modal sebagai bujukan bagi warga negara agar memulangkan uangnya ke dalam negeri.
Dengan demikian, kebijakan yang menembus deklarasi harta hingga Rp4.855 triliun yang terdiri atas Rp3.676 triliun deklarasi dalam negeri, Rp1.031 triliun deklarasi luar negeri dan Rp147 triliun repatriasi ini dalam jangka pendek bisa menarik dana yang diparkir di luar negeri.
Selain itu, dalam proyeksi jangka panjang, kebijakan ini dapat memperluas basis data ditjen pajak untuk meningkatkan penerimaan pajak di masa akan datang dengan didukung berbagai kebijakan lain seperti transparansi dan keterbukaan informasi keuangan internasional.
Kedua, adalah penurunan pajak penghasilan (PPh) final bagi pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Berbagai pendapat mengungkapkan kebijakan ini merupakan bentuk pendekatan keadilan pemerintah bagi para pelaku usaha kecil atas dikeluarkannya tax amnesty untuk para konglomerat.
Disahkannya kebijakan ini bertujuan untuk dapat merangsang minat berwirausaha bagi start-up dan menangguhkan keperkasaan UMKM agar dapat naik kelas berkembang lebih besar sebagai kekuatan fundamental penerimaan negara sektor informal.
Terutama dengan mengingat jumlah pelakunya yang mendominasi, ketahanan sistem imunnya menghadapi berbagai penyakit ekonomi, dan sumbangsingnya terhadap penanggulangan pengangguran di dalam negeri.
Dalam jangka pendek kebijakan ini mampu menggerus penerimaan pajak Rp1 triliun- Rp1.5 triliun, lantaran penerapannya pada pertengahan tahun. Namun, diproyeksi dalam jangka panjang kebijakan ini dapat meningkatkan pendapatan cukup moncer akibat kemudahan dan tarifnya yang rendah.
Ketiga, tax holiday. Kebijakan ini disusun untuk merangsang minat investasor asing berinvestasi di dalam negeri. Kebijakan ini memberikan pengurangan atau pembebasan jumlah pajak dalam kurun waktu tertentu sesuai kemampuan perusahaan pionir yang menanam modalnya di dalam negeri.
Setidaknya terdapat 18 industri pionir yang dapat memanfaatkan fasilitas kebijakan ini. Dalam analisis penerimaan pajak jangka pendek memang belum ada perhitungan khusus atas nilai yang seharusnya diperoleh oleh negara tetapi di bebaskan.
Namun, dalam proyeksi jangka panjang perusahaan pionir memiliki keterkaitan yang luas dan memiliki banyak nilai strategis, terutama penyerapan tenaga kerja, serta strategis bagi perekonomian nasional termasuk pula aspek perpajakan setelah berakhirnya masa tax holiday bagi perusahaan.
Dan yang terakhir adalah kebijakan tax allowance yang merupakan keringanan berupa potongan pajak dengan persentase tertentu yang dihitung dari besaran investasi yang ditanamkan, pemberian insentif kompensasi kerugian dalam jangka waktu tertentu pula, serta percepatan amortisasi dan penyusutan.
Secara umum, kebijakan ini tidak jauh beda dengan tax holiday yang sama-sama fokus pada investasi di bidang tertentu atau daerah tertentu. Pokok yang membedakannya adalah penanam modal berasal dari perusahaan dalam negeri dan memiliki ragam sektor yang lebih bervariasi.
Sampai dengan hari ini terdapat 131 perusahaan (wajib pajak) yang telah menikmati fasilitas tax allowance dan diperkirakan akan terus meningkat pada proyeksi yang akan datang dengan keterkaitan manfaat mutualisme nilai strategis di berbagai bidang seperti halnya pada tax holiday.
Arah politik pajak pada periode akan datang memang belum dapat digambarkan secara gamblang hari ini, karena sangat bersinggungan langsung terhadap kepentingan hajatan pemilu tertinggi 5 tahunan pada 17 April nanti.
Terlepas dari siapapun pemenangnya, besar harapan kepada pemerintah untuk dapat meneruskan perjuangan menciptakan keadilan pajak, guna meningkatkan daya saing dan daya tarik investasi guna mendulang optimalisasi pendapatan yang sebesar-besarnya digunakan untuk kemakmuran rakyat.*
(Disclaimer)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.