PMK 152/2023

Menkeu Tetapkan Tarif Bea Masuk Terbaru atas Barang-Barang asal Korsel

Nora Galuh Candra Asmarani | Jumat, 05 Januari 2024 | 14:00 WIB
Menkeu Tetapkan Tarif Bea Masuk Terbaru atas Barang-Barang asal Korsel

Tampilan awal salinan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 152/2023.

JAKARTA, DDTCNews – Pemerintah mengubah ketentuan tarif bea masuk yang berlaku atas barang asal Korea berdasarkan Asean-Korea Free Trade Area (AKFTA). Perubahan tarif tersebut ditetapkan melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 152/2023.

Beleid yang berlaku efektif mulai 4 Januari 2024 itu merupakan revisi dari PMK 45/2022. Perubahan tarif dilakukan berdasarkan pada hasil evaluasi implementasi AKFTA. Selain itu, perubahan tarif juga dilakukan untuk memberikan kepastian hukum bagi pengguna jasa

“Berdasarkan hasil evaluasi terhadap implementasi persetujuan kemitraan ekonomi menyeluruh antar Negara-Negara Anggota Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara [Asean] dan Republik Korea,” bunyi bagian pertimbangan PMK 152/2023, dikutip pada Jumat (5/1/2024).

Baca Juga:
DPR Tetapkan Daftar Mitra Kerja untuk Komisi XII dan Komisi XIII

Tarif bea masuk yang berlaku terhadap barang-barang asal Korea sebagai penerapan asas timbal balik (resiprositas) dalam AKFTA kini merujuk pada PMK 152/2023. Adapun perincian tarif bea masuknya telah diuraikan dalam lampiran PMK 152/2023.

Sebagai informasi, free trade agreement (FTA) atau disebut juga sebagai perjanjian perdagangan bebas adalah perjanjian di antara dua negara atau lebih untuk membentuk wilayah perdagangan bebas.

Wilayah perdagangan bebas merupakan blok/kelompok kerja sama ekonomi antarnegara yang terletak pada kawasan tertentu. Wilayah ini merupakan salah satu bentuk kerja sama ekonomi, terutama dalam perdagangan internasional.

Baca Juga:
Kenaikan Tarif PPN Perlu Diikuti dengan Transparansi Belanja

FTA membuat perdagangan barang atau jasa antarnegara dapat melewati perbatasan negara lain tanpa hambatan tarif atau nontarif. Hambatan tarif berkaitan dengan pungutan yang dikenakan pada barang dari suatu negara seperti bea masuk atau pajak dalam rangka impor (PDRI).

Sementara itu, hambatan nontarif umumnya berkaitan dengan tindakan nonperpajakan yang dipakai pemerintah untuk membatasi impor dari negara lain. Misal, melalui pembatasan atau larangan hingga persyaratan tertentu sehingga barang impor lebih sukar masuk ke dalam negeri.

Pembentukan FTA diharapkan dapat memberikan beragam manfaat bagi pihak yang terlibat dalam kesepakatan tersebut. Manfaat itu di antaranya berupa penerapan tarif preferensi secara resiprokal di antara pihak-pihak yang mengadakan perjanjian tersebut.

Baca Juga:
Anggota DPR Ini Minta Prabowo Kaji Ulang Kenaikan PPN Jadi 12 Persen

Per September 2023, Indonesia telah meneken sekitar 18 skema FTA atau perjanjian perdagangan internasional dengan berbagai negara mitra. Perjanjian tersebut meliputi IJEPA, IPPTA, ICCEPA, IACEPA, IECEPA, D-8 PTA, dan MoU Indonesia dan Palestina.

Ada pula perjanjian lainnya seperti ATIGA, ACFTA, AANZFTA, AIFTA, AJCEP, AHKFTA, IMPTA, RCEP, IKCEPA, IUAECEPA, dan AKFTA. Adapun AKFTA merupakan perjanjian perdagangan internasional yang melibatkan negara-negara ASEAN dan Korea Selatan. Simak Mengenal Free Trade Agreement (FTA).

Kerja sama ekonomi ini berusaha mewujudkan perdagangan bebas dan memperlancar arus barang dan modal. Kerja sama ini menjalankan prinsip-prinsip perdagangan internasional yang dipromosikan oleh World Trade Organization (WTO).

Merujuk laman FTA Center Kementerian Perdagangan, AKFTA ditandatangani pada 22 November 2015 dan diterapkan pada 12 November 2018. Manfaat utama dari AKFTA ialah menghilangkan tarif untuk 80% barang yang diperdagangkan antara Asean dan Korea. (rig)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Selasa, 22 Oktober 2024 | 17:06 WIB LEMBAGA LEGISLATIF

DPR Tetapkan Daftar Mitra Kerja untuk Komisi XII dan Komisi XIII

Selasa, 22 Oktober 2024 | 15:30 WIB AUSTRALIA

Bikin Orang Enggan Beli Rumah, Australia Bakal Hapus BPHTB

Selasa, 22 Oktober 2024 | 13:30 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Kenaikan Tarif PPN Perlu Diikuti dengan Transparansi Belanja

Selasa, 22 Oktober 2024 | 11:30 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Anggota DPR Ini Minta Prabowo Kaji Ulang Kenaikan PPN Jadi 12 Persen

BERITA PILIHAN
Selasa, 22 Oktober 2024 | 17:30 WIB KPP PRATAMA JAMBI TELANAIPURA

WP Gagal Daftar LPSE karena KSWP Tidak Valid, Gara-Gara Tak Lapor SPT

Selasa, 22 Oktober 2024 | 17:06 WIB LEMBAGA LEGISLATIF

DPR Tetapkan Daftar Mitra Kerja untuk Komisi XII dan Komisi XIII

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:41 WIB IHPS I/2024

BPK Selamatkan Keuangan Negara Rp13,66 Triliun pada Semester I/2024

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:30 WIB KANWIL DJP JAWA TIMUR II

Pakai Faktur Pajak Fiktif, Dirut Perusahaan Akhirnya Ditahan Kejari

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:00 WIB TIPS PAJAK DAERAH

Cara Daftarkan Objek Pajak Alat Berat di DKI Jakarta secara Online

Selasa, 22 Oktober 2024 | 15:30 WIB AUSTRALIA

Bikin Orang Enggan Beli Rumah, Australia Bakal Hapus BPHTB

Selasa, 22 Oktober 2024 | 14:00 WIB KP2KP SIDRAP

Ubah Kata Sandi Akun Coretax, Fiskus: Tak Perlu Cantumkan EFIN

Selasa, 22 Oktober 2024 | 13:45 WIB KABINET MERAH PUTIH

Tak Lagi Dikoordinasikan oleh Menko Ekonomi, Kemenkeu Beri Penjelasan

Selasa, 22 Oktober 2024 | 13:30 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Kenaikan Tarif PPN Perlu Diikuti dengan Transparansi Belanja