TAJUK PAJAK

Menimbang Pajak Tanah

Redaksi DDTCNews | Senin, 06 Februari 2017 | 16:20 WIB
Menimbang Pajak Tanah

Ilustrasi land value tax. (DDTCNews)

WACANA yang dikembangkan pemerintah awal tahun ini untuk menerapkan pajak tanah sebagai upaya koreksi atas konsentrasi kepemilikan tanah, sekaligus sebagai alat redistribusi pendapatan dalam rangka mengatasi kesenjangan ekonomi, menarik untuk dicermati.

Konsentrasi kepemilikan tanah memang sudah diakui sebagai salah satu penyebab kesenjangan ekonomi. Karena itu, tak mengherankan jika banyak negara menjalankan reformasi agraria sebagai salah satu agenda untuk mengatasi kesenjangan ekonomi.

Kepemilikan tanah yang terkonsentrasi pada gilirannya memicu banyaknya tanah yang tidak produktif. Alih-alih menjadi faktor produksi, fungsi tanah pun telah berubah jadi instrumen spekulasi. Akibatnya, harga tanah cenderung dibentuk kekuatan pasar hingga menjadi tak terkendali.

Baca Juga:
Pengajuan Penelitian Formal Melalui e-PHTB, Bisa Melalui Akun Notaris

Eskalasi dari situasi ini tidak lain adalah munculnya fenomena gelembung harga tanah. Lebih dari sekadar memperlebar kesenjangan ekonomi, fenomena tersebut juga berisiko mendistorsi ekonomi secara keseluruhan. Di sinilah penerapan pajak tanah memperoleh justifikasi dan relevansi.

Dengan melihat fungsi dan karakternya, pajak di bidang pertanahan yang berlaku saat ini, yaitu PBB, PPh final pengalihan tanah dan BPHTB, jelas tidak efektif jika ditujukan untuk mengatasi kesenjangan ekonomi akibat ketimpangan pemilikan tanah tadi.

Jika ketiganya dikenakan secara progresif untuk tanah yang tidak produktif justru akan timbul masalah definisi, yang pada akhirnya akan menyulitkan praktik pemajakan. Di sisi lain, adanya perbedaan tarif pada ketiga pajak tersebut dengan sendirinya akan menciptakan ruang perencanaan pajak.

Baca Juga:
Ingat! BPHTB Tidak Sama dengan PPh PHTB, Tarif Pajaknya Juga Beda

Di sisi lain, mencegah spekulasi di pasar tanah melalui pajak atas transaksi ala Tobin Tax juga tidak mudah. Berbeda dengan instrumen keuangan dan surat berharga, tanah adalah kebutuhan dasar. Pengenaannya justru berpotensi meningkatkan harga, sehingga tidak efisien bagi ekonomi.

Karena itu, mungkin baik jika pemerintah mempertimbangkan kebijakan pengenaan pajak atas nilai tanah (land value tax/LVT). Sama dengan PBB, LVT dikenakan atas tanah dengan tarif flat. Bedanya, LVT hanya melihat nilai tanah tanpa memedulikan nilai bangunan maupun pemanfaatan tanah.

Artinya, tidak ada jumlah pajak yang berbeda baik jika tanah tersebut dimanfaatkan untuk kegiatan ekonomi atau dibiarkan menganggur. Bagi pemilik tanah menganggur, LVT akan memberikan beban yang progresif karena pemilik tidak memiliki manfaat atau penghasilan apapun dari tanah tersebut.

Baca Juga:
Kantor Pajak Ingatkan PPh Final Atas PHTB Sudah Tidak Lagi 5 Persen

Dengan begitu, LVT yang relatif mudah diadministrasikan, mendorong pemanfaatan tanah dengan menghindari spekulasi yang mendistorsi ekonomi. Ia juga mengundang investasi, tenaga kerja, dan mengoreksi distribusi pemilikan lahan hingga turut berperan mengurangi kesenjangan ekonomi.

Itulah antara lain sebabnya kenapa sudah lebih dari 30 negara yang menerapkan LVT. Untuk Indonesia, penting bagi pemerintah merumuskan kerangka hukum sekaligus cara pemungutannya. Apakah LVT ini diperlakukan sebagai pajak tambahan atas PBB, atau berdiri sendiri.

Selain itu, penentuan atas batasan luas tanah atau batasan bagi pihak yang terkena kewajiban ini juga perlu dipertimbangkan. Hal ini untuk menjamin efektivitas sekaligus untuk tidak memberikan beban tambahan bagi masyarakat yang bukan sasaran LVT, dalam hal ini masyarakat yang bukan spekulan.

Baca Juga:
Atasi Kesenjangan Kesehatan, Negara Asean Bisa Pakai Pandemic Fund

Keberterimaan masyarakat terhadap kebijakan ini tidak boleh diabaikan, termasuk para stakeholder yang terkena dampak langsung, misalnya para pelaku usaha properti pemilik landbank luas yang harus menyesuaikan perencanaan bisnisnya. Sosialiasi kebijakan ini harus menyeluruh.

Perlu segera ditambahkan, LVT juga bisa dipertimbangkan sebagai salah satu jalan keluar persoalan agraria dan kesenjangan ekonomi. Tentu saja, masih banyak kebijakan lain yang perlu dirumuskan, karena memang penyebab kesenjangan itu bukan satu pokok tunggal yang berdiri sendiri. (*)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Sabtu, 26 Oktober 2024 | 17:00 WIB ADMINISTRASI PAJAK

Pengajuan Penelitian Formal Melalui e-PHTB, Bisa Melalui Akun Notaris

Kamis, 12 September 2024 | 13:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Ingat! BPHTB Tidak Sama dengan PPh PHTB, Tarif Pajaknya Juga Beda

Selasa, 10 September 2024 | 19:00 WIB KP2KP SIDRAP

Kantor Pajak Ingatkan PPh Final Atas PHTB Sudah Tidak Lagi 5 Persen

Minggu, 11 Agustus 2024 | 13:30 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Atasi Kesenjangan Kesehatan, Negara Asean Bisa Pakai Pandemic Fund

BERITA PILIHAN
Kamis, 26 Desember 2024 | 14:30 WIB KPP PRATAMA BENGKULU SATU

Mobil Rp200 Juta Disita KPP, Bakal Dilelang Kalau Utang Tak Dilunasi

Kamis, 26 Desember 2024 | 14:00 WIB KILAS BALIK 2024

Februari 2024: Wajib Pajak Bereaksi karena Potongan PPh 21 Lebih Besar

Kamis, 26 Desember 2024 | 13:30 WIB CORETAX SYSTEM

Jelang Coretax Diterapkan, PKP Bakal Perlu Bikin Sertel Baru

Kamis, 26 Desember 2024 | 13:00 WIB PROVINSI JAWA TIMUR

Opsen Berlaku 2025, Pemprov Turunkan Dasar Pengenaan Pajak Kendaraan

Kamis, 26 Desember 2024 | 12:30 WIB ADMINISTRASI PAJAK

PKP Risiko Rendah Diterbitkan SKPKB, Kena Sanksi Kenaikan atau Bunga?

Kamis, 26 Desember 2024 | 11:00 WIB INFOGRAFIS PAJAK DAERAH

9 Jenis Pajak Daerah Terbaru yang Ditetapkan Pemkot Sibolga

Kamis, 26 Desember 2024 | 10:30 WIB KILAS BALIK 2024

Januari 2024: Ketentuan Tarif Efektif PPh Pasal 21 Mulai Berlaku

Kamis, 26 Desember 2024 | 10:00 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Kredit Investasi Padat Karya Diluncurkan, Plafonnya Capai Rp10 Miliar

Kamis, 26 Desember 2024 | 09:30 WIB PENGAWASAN BEA CUKAI

Libur Natal dan Tahun Baru, Bea Cukai Perketat Pengawasan di Perairan

Kamis, 26 Desember 2024 | 09:00 WIB CORETAX SYSTEM

Fitur Coretax yang Tersedia selama Praimplementasi Terbatas, Apa Saja?