SEMINAR PAJAK- IFA INDONESIA 2018

Mengupas Tren Pajak Internasional & Implementasinya di Indonesia

Redaksi DDTCNews | Rabu, 05 Desember 2018 | 14:43 WIB
Mengupas Tren Pajak Internasional & Implementasinya di Indonesia

Para narasumber dalam acara seminar pajak internasional IFA 2018, Financial Hall Graha CIMB Niaga Jakarta, Rabu (5/12/2018). (Foto: DDTCNews)

JAKARTA, DDTCNews – International Fiscal Association (IFA) Cabang Indonesia menggelar seminar pajak internasional bertema “Recent International Tax Developments and its Implementation in Indonesia” pada hari ini, Rabu (5/12/2018), bertempat di Financial Hall Graha CIMB Niaga Jakarta.

Seminar tahunan yang dihadiri lebih dari 100 orang ini secara umum membahas beragam isu perpajakan dan perubahan lanskap perpajakan internasional. Seminar ini dibagi menjadi empat sesi dengan topik tertentu dan satu sesi diskusi panel.

Ketua IFA Ichwan Sukardi hadir untuk membuka acara. Dalam kesempatan itu, dia menyampaikan bahwa seminar ini bertujuan untuk bertukar pemikiran terkait isu-isu regulasi di Indonesia dalam konteks perubahan lanskap perpajakan internasional.

Baca Juga:
Senator Minta Penumpang Pesawat Kelas Ekonomi Tak Dipungut Travel Tax

Seminar dilanjutkan dengan pemberian keynote speech oleh Direktur Perpajakan Internasional DitjenPajak John Hutagaol International. Menurutnya, terdapat empat variabel yang menyebabkan perubahan lanskap pajak internasional.

"Globalisasi, underground economy, global economic growth, dan yang terakhir pengembangan teknologi informasi dan komunikasi yang sangat progresif. Namun, saat ini masih terdapat asimetri informasi sehingga otoritas pajak tidak memiliki informasi yang cukup mengenai empat hal tersebut," jelasnya.

John mengatakan Ditjen Pajak mengakui bahwa diperlukan perubahan kebijakan dalam rangka memastikan kebijakan pajak di Indonesia sejalan dengan perubahan lanskap pajak internasional. Untuk itu, Ditjen Pajak ikut berkolaborasi secara internasional dalam rangka menangani permasalahan base erosion and profit shifting (BEPS) yang diprakarsai oleh OECD dan G20.

Baca Juga:
AS Buka Opsi Batalkan Bea Masuk 25% Atas Impor dari Kanada dan Meksiko

“Indonesia telah bergabung bersama 124 negara dan yurisdiksi lainnya untuk bekerja sama dalam OECD Inclusive Framework terkait BEPS dalam rangka mengatasi penghindaran pajak,” paparnya.

Sesi pertama membahas mengenai perkembangan isu transfer pricing (TP). Sesi ini diawali oleh presentasi dari Senior Partner DDTC Danny Septriadi. Sebagai informasi, Danny Septriadi dinobatkan sebagai salah satu World’s Leading Transfer Pricing Advisers 2016/2017 menurut Expert Guides. Sedangkan DDTC menduduki tier 1 konsultan pajak transfer pricing 2019 di Indonesia dari International Tax Review.

Danny memaparkan mengenai situasi dan tren sengketa sebelum dan setelah terbitnya Peraturan Menteri Keuangan Nomor 213/2016 (PMK 213/2016) yang mengatur perihal dokumentasi transfer pricing. Ia melihat dari dua sisi, yaitu terkait penetapan waktu dalam konteks perubahan price testing menjadi price setting setelah adanya PMK 213/2016 dan pengujian transaksi intangible.

Baca Juga:
Penghindaran Pajak Lebih Rugikan Negara Berkembang daripada yang Maju

“Sengketa terkait intangible semakin meningkat, terutama pada penentuan pembanding,” ujarnya.

Dalam paparannya, Danny juga mengatakan terdapat tren sengketa pajak terkait pengeluaran advertisement, marketing, and sales promotion (AMP), terutama dalam konteks pembayaran royalti atas merk dagang (trademark royalties). Selain itu, lanjutnya, pola sengketa yang terjadi tetap sama, yaitu masih terkait dengan keberadaan atau manfaat dari pembayaran royalti atau jasa, seleksi perusahaan pembanding, dan perusahaan yang rugi.

Dalam sesi pertama ini, terdapat juga presentasi dari Vice Managing Partner PB Taxand Permana Adi Saputra dan Kepala Seksi Pencegahan dan Penanganan Sengketa Perpajakan Internasional II Ditjen Pajak Edi Sihar Tambunan.

Permana membahas mengenai bagaimana menghadapi pemeriksaan transfer pricing di Indonesia. Dia juga menjelaskan studi kasus terkait management services dan metode transactional net margin method (TNMM). Sesi pertama ditutup oleh Edi yang memberikan pemaparan terkait regulasi transfer pricing di Indonesia dan penerapan arm's length principle (ALP). (Amu)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Jumat, 31 Januari 2025 | 09:30 WIB AMERIKA SERIKAT

AS Buka Opsi Batalkan Bea Masuk 25% Atas Impor dari Kanada dan Meksiko

Kamis, 30 Januari 2025 | 17:55 WIB PAJAK INTERNASIONAL

Penghindaran Pajak Lebih Rugikan Negara Berkembang daripada yang Maju

Kamis, 30 Januari 2025 | 10:51 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Bangun Sistem Pajak Berkeadilan, Civil Society Perlu Pahami Isu Pajak

BERITA PILIHAN
Sabtu, 01 Februari 2025 | 17:30 WIB ADMINISTRASI PAJAK

NPWP Sementara 9990000000999000, Dipakai Jika NIK Tak Valid di e-Bupot

Sabtu, 01 Februari 2025 | 17:15 WIB KEBIJAKAN ENERGI

Pemerintah Naikkan Biaya SLO Listrik, Kecuali Pelanggan 450 dan 900 VA

Sabtu, 01 Februari 2025 | 14:30 WIB PILKADA 2024

Prabowo Ingin Kepala Daerah Hasil Pilkada 2024 segera Dilantik

Sabtu, 01 Februari 2025 | 13:30 WIB LAYANAN KEPABEANAN

Pengumuman bagi Eksportir-Importir! Layanan Telepon LNSW Tak Lagi 24/7

Sabtu, 01 Februari 2025 | 13:00 WIB RESUME PUTUSAN PENINJAUAN KEMBALI

Sengketa PPh Pasal 23 Akibat Transaksi Pinjaman Tanpa Bunga

Sabtu, 01 Februari 2025 | 12:45 WIB BERITA PAJAK SEPEKAN

Tenang! Surat Teguran ‘Gaib’ karena Coretax Eror Bisa Dibatalkan DJP

Sabtu, 01 Februari 2025 | 12:30 WIB INFOGRAFIS PAJAK

Hal-Hal yang Diteliti DJP terkait Pengajuan Pengembalian Pendahuluan

Sabtu, 01 Februari 2025 | 12:00 WIB CORETAX SYSTEM

DJP Terbitkan Panduan Coretax terkait PIC, Impersonate dan Role Akses