KEBIJAKAN PPN

Mengupas Peluang dan Tantangan PPN Melalui Tinjauan Historis

Redaksi DDTCNews | Rabu, 30 Juni 2021 | 16:16 WIB
Mengupas Peluang dan Tantangan PPN Melalui Tinjauan Historis

AKHIR-akhir ini, banyak negara yang mengandalkan instrumen pajak pertambahan nilai (PPN) sebagai salah satu solusi untuk mengatasi defisit anggaran akibat pandemi Covid-19. Indonesia pun mengambil langkah serupa. Penyesuaian berbagai fitur PPN tengah menjadi agenda untuk meningkatkan fleksibilitas APBN.

Tren ini menimbulkan beragam pertanyaan di ranah publik. Mengapa instrumen PPN menjadi kian populer? Seperti apakah sejarahnya?

Karya berjudul The Value Added Tax: Orthodoxy and New Thinking mencoba merangkum jawabannya. Buku yang terdiri atas 11 bab ini ditujukan untuk memberikan gambaran terhadap pemikiran awal pajak berbasis konsumsi, terutama PPN. Mulai dari fitur-fitur yang dimiliki PPN hingga implikasi terhadap sistem pajak dan perekonomian.

Baca Juga:
Kurs Pajak Terbaru: Rupiah Menguat Atas Nyaris Semua Mata Uang Mitra

Pada awal pembahasan, pembaca diajak untuk memahami sejarah kemunculan dan perkembangan PPN. Instrumen ini awalnya berkembang pesat di negara-negara Eropa, terutama pada 1970-an. Dalam periode tersebut, terdapat tren pergeseran struktur pajak dari pajak berbasis penghasilan menuju pajak berbasis konsumsi di berbagai negara.

Efek domino tersebut juga dirasakan Amerika Serikat (AS). Hal ini dibuktikan dengan munculnya kritik dan penentangan yang kuat dari publik terhadap reformasi pajak AS yang menitikberatkan pada peningkatan tarif dan perluasan basis pajak penghasilan (PPh).

“The goal is no longer to improve the income tax by broadening its base but to replace it, fully or partly, with a new model." Begitulah kritik yang dilontarkan ekonom klasik Richard Musgrave perihal sistem pajak AS pada waktu itu.

Baca Juga:
PPN Mestinya Naik Tahun Depan, Gerindra akan Bahas Bareng Kemenkeu

Dari sana, berbagai proposal mengenai pajak berbasis konsumsi menjadi bahasan rutin dalam kongres dan parlemen AS. Salah satu yang paling populer adalah PPN. Dukungan politik terhadap PPN menjadi makin besar karena dipercaya dapat menjadi solusi pamungkas untuk meningkatkan keseimbangan fiskal serta mengurangi defisit anggaran. Hal ini salah satunya dikarenakan basis pajak PPN dianggap lebih luas ketimbang jenis pajak lainnya.

Selain argumen penerimaan, PPN juga dinilai sebagai jenis pajak yang lebih netral dan tak mendistorsi perekonomian. Idealnya, PPN sepenuhnya ditanggung konsumen dan dipungut pada tingkat yang seragam di seluruh basis konsumsi sehingga tidak mendistorsi pilihan di antara produk atau metode produksi.

Seiring dengan berjalannya waktu, prinsip netralitas dan sifatnya yang less distortive meningkatkan peran PPN secara signifikan. Layaknya pada awal kemunculan PPN, berbagai negara nyatanya terus mengandalkan jenis pajak ini untuk mengatasi defisit anggaran pada masa krisis.

Baca Juga:
Kenaikan Tarif PPN Perlu Diikuti dengan Transparansi Belanja

Selanjutnya, pada satu bab yang menarik, buku hasil suntingan Murray L. Weidenbaum, David G. Gaboy, dan Ernest S. Christian Jr. ini juga membahas fenomena PPN pada masa kontemporer yang justru mencederai prinsip utamanya. Salah satunya adalah adanya tekanan yang intens untuk memberikan perlakuan khusus dalam sistem PPN, misalnya dalam bentuk pengecualian.

Rezim perlakuan khusus PPN justru dapat mendorong terjadinya cascading effect yang berimbas pada pengenaan beban pajak yang lebih tinggi kepada sektor usaha. Hal ini bertolak belakang dengan prinsip utama PPN yang seharusnya dibebankan kepada konsumen.

Selain itu, perlakuan khusus yang diberikan memiliki dampak yang cenderung regresif. Contohnya pengecualian PPN yang berpotensi untuk dinikmati oleh lapisan pendapatan yang lebih tinggi, layaknya subsidi pada harga.

Baca Juga:
Perkaya Pengetahuan Pajak, Baca 11 e-Books Ini di Perpajakan DDTC

Tidak sampai di situ, bagian akhir buku yang diterbitkan oleh Kluwer Academic Publisher pada 1989 ini juga mengidentifikasi berbagai langkah reformasi administrasi dan kepatuhan yang efektif agar PPN diimplementasikan secara sederhana dan sesuai dengan prinsip dan tujuannya.

Penasaran dengan pembahasan lengkapnya? Silakan Anda baca langsung di DDTC Library. (kaw)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Rabu, 23 Oktober 2024 | 09:33 WIB KURS PAJAK 23 OKTOBER 2024 - 29 OKTOBER 2024

Kurs Pajak Terbaru: Rupiah Menguat Atas Nyaris Semua Mata Uang Mitra

Selasa, 22 Oktober 2024 | 21:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

PPN Mestinya Naik Tahun Depan, Gerindra akan Bahas Bareng Kemenkeu

Selasa, 22 Oktober 2024 | 15:30 WIB AUSTRALIA

Bikin Orang Enggan Beli Rumah, Australia Bakal Hapus BPHTB

Selasa, 22 Oktober 2024 | 13:30 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Kenaikan Tarif PPN Perlu Diikuti dengan Transparansi Belanja

BERITA PILIHAN
Rabu, 23 Oktober 2024 | 10:00 WIB LEMBAGA LEGISLATIF

DPR Beberkan Alasan Pembentukan Badan Aspirasi Masyarakat

Rabu, 23 Oktober 2024 | 09:45 WIB DPR RI

Said Abdullah Kembali Terpilih Jadi Ketua Banggar DPR

Rabu, 23 Oktober 2024 | 09:33 WIB KURS PAJAK 23 OKTOBER 2024 - 29 OKTOBER 2024

Kurs Pajak Terbaru: Rupiah Menguat Atas Nyaris Semua Mata Uang Mitra

Rabu, 23 Oktober 2024 | 09:19 WIB BERITA PAJAK HARI INI

Kementerian Keuangan Kini di Bawah Langsung Presiden Prabowo

Selasa, 22 Oktober 2024 | 21:45 WIB LEMBAGA LEGISLATIF

Sah! Misbakhun Terpilih Jadi Ketua Komisi XI DPR 2024-2029

Selasa, 22 Oktober 2024 | 21:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

PPN Mestinya Naik Tahun Depan, Gerindra akan Bahas Bareng Kemenkeu

Selasa, 22 Oktober 2024 | 17:30 WIB KPP PRATAMA JAMBI TELANAIPURA

WP Gagal Daftar LPSE karena KSWP Tidak Valid, Gara-Gara Tak Lapor SPT

Selasa, 22 Oktober 2024 | 17:06 WIB LEMBAGA LEGISLATIF

DPR Tetapkan Daftar Mitra Kerja untuk Komisi XII dan Komisi XIII

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:41 WIB IHPS I/2024

BPK Selamatkan Keuangan Negara Rp13,66 Triliun pada Semester I/2024

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:30 WIB KANWIL DJP JAWA TIMUR II

Pakai Faktur Pajak Fiktif, Dirut Perusahaan Akhirnya Ditahan Kejari