PRESUMPTIVE TAX (1)

Mengenal Sekilas Soal Presumptive Tax

Redaksi DDTCNews | Rabu, 15 April 2020 | 14:07 WIB
Mengenal Sekilas Soal Presumptive Tax

APAKAH Anda pernah mendengar istilah presumptive tax? Ya, salah satu contoh bentuk pemajakan presumptive tax adalah penggunaan tarif pajak penghasilan (PPh) final 0,5% terhadap peredaran bruto hasil usaha UMKM di Indonesia.

Untuk mengenal lebih jauh, akan ada artikel kelas kebijakan pajak dengan topik presumptive tax yang disajikan secara berseri. Pada seri pertama, akan ada pembahasan mengenai konsep dasar dan tujuan penerapan presumptive tax.

Pemajakan dalam bentuk presumptive tax sejatinya menggunakan metode tidak langsung dalam menghitung beban pajak yang terutang. Penggunaan kata presumptive – yang berarti ‘dugaan’ – mengacu pada asumsi bahwa besar penghasilan wajib pajak sebenarnya tidak lebih kecil dibandingkan jika menggunakan metode tidak langsung. (Thuronyi, 1996)

Baca Juga:
Coretax Punya Fitur Layanan Edukasi, WP Bisa Ajukan Topik Kelas Pajak

Dalam praktiknya, acuan presumptive yang digunakan sebagai landasan perhitungan – agar mencerminkan basis pajak sebenarnya – dapat berbasis pada indikator secara administratif dalam praktik di lapangan atau berbasis pada indikator yang ditetapkan dan diatur secara khusus dalam ketentuan pajak. (Tanzi dan de Jantscher, 1987)

Tujuan Penggunaan

TUJUAN yang mendasari penggunaan presumptive tax dapat berasal dari beberapa hal. Pertama, simplifikasi. Hal ini diperlukan ketika wajib pajak terkait membutuhkan biaya kepatuhan (compliance cost) yang tinggi untuk memenuhi kewajiban perpajakannya.

Baca Juga:
Pencantuman NITKU Bakal Bersifat Mandatory saat Pembuatan Bukti Potong

Keberadaan presumptive tax pada akhirnya juga akan menurunkan biaya administrasi yang diperlukan oleh otoritas pajak untuk menjamin kepatuhan wajib pajak tersebut. Dengan demikian, efisiensi terjadi antara kedua belah pihak. (Tanzi dan de Jantscher, 1987)

Kedua, peningkatan kepatuhan pajak. Hal ini dilakukan dengan menutup kemungkinan adanya penghindaran atau pengelakan pajak yang ada ketika penghitungan secara normal menginsentif wajib pajak untuk melakukan hal tersebut.

Selain itu, terjadinya peningkatan kepatuhan pajak juga disebabkan karena adanya kemudahan bagi kelompok wajib pajak tertentu yang sulit untuk memenuhi kewajibannya jika diberikan perlakuan pajak umum. (Thomas, 2013)

Baca Juga:
Rezim Baru, WP Perlu Memitigasi Efek Politik terhadap Kebijakan Pajak

Ketiga, pemerataan distribusi beban pajak secara adil dan merata karena lebih terjaminnya kepatuhan. Jika basis yang digunakan untuk metode penghitungan beban pajak secara tidak langsung ditetapkan secara tepat maka akan dihasilkan suatu distribusi beban pajak yang lebih baik.

Keempat, insentif bagi wajib pajak untuk meningkatkan penghasilannya karena penghasilan neto tidak dijadikan sebagai basis penghitungan pajak. Hal ini terjadi karena peningkatan penghasilan tidak akan serta merta meningkatkan kewajiban pajaknya.

Pada intinya, presumptive tax ditujukan untuk meningkatkan efisiensi dalam memperoleh informasi yang diperlukan untuk menghitung beban pajak. (Yitzhaki, 2007)

Baca Juga:
Dibagikan Gratis, 2 Buku DDTC ITM 2024 Dwibahasa Telah Diluncurkan

Penghitungan presumptive tax dapat diterapkan dalam bentuk penggunaan basis penghitungan pajak (seperti omzet atau norma penghitungan) atau berupa tarif tertentu yang dikalikan dengan penghasilan bruto untuk menghasilkan nilai yang dianggap merepresentasikan penghasilan neto.

Demikian penjelasan awal mengenai presumptive tax. Anda bisa memperdalam pemahaman mengenai salah satu bentuk pemajakan tersebut dengan membaca seri kelas kebijakan pajak topik presumptive tax selanjutnya. Nantikan! *

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Sabtu, 19 Oktober 2024 | 13:00 WIB CORETAX SYSTEM

Coretax Punya Fitur Layanan Edukasi, WP Bisa Ajukan Topik Kelas Pajak

Jumat, 18 Oktober 2024 | 09:14 WIB BERITA PAJAK HARI INI

Pencantuman NITKU Bakal Bersifat Mandatory saat Pembuatan Bukti Potong

Kamis, 17 Oktober 2024 | 13:35 WIB DDTC EXCLUSIVE GATHERING 2024

Rezim Baru, WP Perlu Memitigasi Efek Politik terhadap Kebijakan Pajak

Kamis, 17 Oktober 2024 | 10:30 WIB DDTC EXCLUSIVE GATHERING 2024

Dibagikan Gratis, 2 Buku DDTC ITM 2024 Dwibahasa Telah Diluncurkan

BERITA PILIHAN
Selasa, 22 Oktober 2024 | 17:30 WIB KPP PRATAMA JAMBI TELANAIPURA

WP Gagal Daftar LPSE karena KSWP Tidak Valid, Gara-Gara Tak Lapor SPT

Selasa, 22 Oktober 2024 | 17:06 WIB LEMBAGA LEGISLATIF

DPR Tetapkan Daftar Mitra Kerja untuk Komisi XII dan Komisi XIII

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:41 WIB IHPS I/2024

BPK Selamatkan Keuangan Negara Rp13,66 Triliun pada Semester I/2024

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:30 WIB KANWIL DJP JAWA TIMUR II

Pakai Faktur Pajak Fiktif, Dirut Perusahaan Akhirnya Ditahan Kejari

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:00 WIB TIPS PAJAK DAERAH

Cara Daftarkan Objek Pajak Alat Berat di DKI Jakarta secara Online

Selasa, 22 Oktober 2024 | 15:30 WIB AUSTRALIA

Bikin Orang Enggan Beli Rumah, Australia Bakal Hapus BPHTB

Selasa, 22 Oktober 2024 | 14:00 WIB KP2KP SIDRAP

Ubah Kata Sandi Akun Coretax, Fiskus: Tak Perlu Cantumkan EFIN

Selasa, 22 Oktober 2024 | 13:45 WIB KABINET MERAH PUTIH

Tak Lagi Dikoordinasikan oleh Menko Ekonomi, Kemenkeu Beri Penjelasan

Selasa, 22 Oktober 2024 | 13:30 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Kenaikan Tarif PPN Perlu Diikuti dengan Transparansi Belanja