LITERASI PAJAK

Mau Tahu Konsep dan Studi Komparasi PPN? Baca Buku Ini, Gratis!

Redaksi DDTCNews | Selasa, 06 Juli 2021 | 13:07 WIB
Mau Tahu Konsep dan Studi Komparasi PPN? Baca Buku Ini, Gratis!

JAKARTA, DDTCNews – Revisi Undang-Undang (UU) Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP) memuat sejumlah usulan perubahan kebijakan pajak pertambahan nilai (PPN).

Setidaknya ada tiga rencana kebijakan PPN yang masuk dalam revisi UU KUP. Pertama, pengurangan pengecualian dan fasilitas PPN. Kedua, pengenaan PPN multitarif. Ketiga, kemudahan dan kesederhanaan PPN (PPN final/GST).

Rencana perubahan kebijakan tersebut pada gilirannya mendorong setiap pemangku kepentingan untuk memahami kembali konsep PPN. Selain itu, skema kebijakan di negara lain atau secara global juga perlu menjadi pertimbangan.

Baca Juga:
PPN Mestinya Naik Tahun Depan, Gerindra akan Bahas Bareng Kemenkeu

Pada 2018, DDTC telah merilis buku Konsep dan Studi Komparasi Pajak Pertambahan Nilai. Buku ini ditulis langsung oleh Managing Partner DDTC Darussalam, Senior Partner DDTC Danny Septriadi, Manager of Research & Training Services DDTC Khisi Armaya Dhora.

Tentu saja buku ini sangat relevan dengan rencana reformasi PPN yang sedang dijalankan pemerintah. Anda bisa men-download versi e-book dari buku tersebut di laman berikut. Selain itu, Anda juga bisa membaca langsung versi digital dari buku tersebut di Perpajakan DDTC melalui tautan berikut.

Terbitnya buku ini berangkat dari adanya kelangkaan literatur PPN di Indonesia yang mampu menyajikan perpaduan antara teori dan konsep secara memadai sekaligus memberikan gambaran penerapan PPN secara komprehensif.

Baca Juga:
Kenaikan Tarif PPN Perlu Diikuti dengan Transparansi Belanja

Selain membahas secara konsep, buku ini mengulas perbandingan kebijakan PPN dengan negara lain. Pembahasan mengenai isu-isu PPN yang bersifat spesifik juga ada di dalam buku ini. Salah satunya mengenai tarif PPN. Simak pula Perspektif ‘PPN: Tarif Tunggal atau Multitarif?’.

Berdasarkan pada data yang ada dalam buku tersebut, hingga April 2001, jumlah negara yang menerapkan PPN adalah sebanyak 124 negara. Dari jumlah ini, sebanyak 68 negara menerapkan tarif tunggal, sedangkan sisanya sebanyak 56 negara menerapkan PPN dengan lebih dari satu tarif.

“Perlu diketahui bahwa tidak terdapat konsensus khusus dalam mengatur kebijakan tarif mana yang harus diterapkan sehingga tiap negara berwenang menentukan sendiri struktur tarif seperti apa yang digunakan. Oleh karena itu, kebijakan penerapan tarif PPN antar negara dapat berbeda,” tulis penulis dalam buku tersebut.

Baca Juga:
Perkaya Pengetahuan Pajak, Baca 11 e-Books Ini di Perpajakan DDTC

Kemudian, buku ini juga membahas mengenai ruang lingkup PPN, mulai dari transaksi, penyerahan barang, hingga penyerahan jasa yang dikenai PPN. Ada pula bahasn mengenai transaksi yang tidak dikenai PPN. Bahasan tersebut juga relevan dengan rencana pengurangan pengecualian dan fasilitas PPN yang masuk dalam revisi UU KUP.

Munculnya goods and services tax (GST) dalam rencana reformasi PPN yang diusung pemerintah juga membuat perlunya untuk melihat sejarah, terminologi, dan konsep dasar PPN. Topik itu juga menjadi bahasan awal dalam buku tersebut. Simak pula ‘Apakah PPN dengan GST Berbeda?’.

Buku ini disusun dengan sumber referensi terpercaya. Dengan latar belakang penulis yang pernah mengikuti kuliah dan kursus PPN di mancanegara, buku ini dapat menjadi pijakan dalam memahami konsep dasar PPN secara utuh.

Baca Juga:
Anggota DPR Ini Minta Prabowo Kaji Ulang Kenaikan PPN Jadi 12 Persen

Penerbitan buku ini menjadi bagian dari upaya DDTC menghidupi visinya sebagai institusi pajak berbasis riset dan ilmu pengetahuan yang terus menetapkan standar tinggi dan bekelanjutan. Buku ini sebagai perwujudan misi menghilangkan informasi asimetris di dalam masyarakat pajak Indonesia.

Buku ini juga menjadi bentuk konkret dari komitmen DDTC untuk membentuk masyarakat melek pajak sekaligus menggairahkan ruang diskusi pajak di Tanah Air. Terlebih, salah satu misi DDTC adalah berkontribusi dalam proses perumusan kebijakan pajak demi menjamin transformasi sistem pajak yang seimbang yang memenuhi ekspektasi berbagai pemangku kepentingan. (kaw)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

21 Juli 2021 | 15:50 WIB

Selamat ulang tahun DDTC. Karya2mu telah banyak membantu masyarakat untuk memahami perpajakan indonesia. Semoga sumbangsihmu untuk negara terus tiada henti.

ARTIKEL TERKAIT
Selasa, 22 Oktober 2024 | 21:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

PPN Mestinya Naik Tahun Depan, Gerindra akan Bahas Bareng Kemenkeu

Selasa, 22 Oktober 2024 | 13:30 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Kenaikan Tarif PPN Perlu Diikuti dengan Transparansi Belanja

Selasa, 22 Oktober 2024 | 11:45 WIB LITERATUR PAJAK

Perkaya Pengetahuan Pajak, Baca 11 e-Books Ini di Perpajakan DDTC

Selasa, 22 Oktober 2024 | 11:30 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Anggota DPR Ini Minta Prabowo Kaji Ulang Kenaikan PPN Jadi 12 Persen

BERITA PILIHAN
Selasa, 22 Oktober 2024 | 21:45 WIB LEMBAGA LEGISLATIF

Sah! Misbakhun Terpilih Jadi Ketua Komisi XI DPR 2024-2029

Selasa, 22 Oktober 2024 | 21:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

PPN Mestinya Naik Tahun Depan, Gerindra akan Bahas Bareng Kemenkeu

Selasa, 22 Oktober 2024 | 17:30 WIB KPP PRATAMA JAMBI TELANAIPURA

WP Gagal Daftar LPSE karena KSWP Tidak Valid, Gara-Gara Tak Lapor SPT

Selasa, 22 Oktober 2024 | 17:06 WIB LEMBAGA LEGISLATIF

DPR Tetapkan Daftar Mitra Kerja untuk Komisi XII dan Komisi XIII

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:41 WIB IHPS I/2024

BPK Selamatkan Keuangan Negara Rp13,66 Triliun pada Semester I/2024

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:30 WIB KANWIL DJP JAWA TIMUR II

Pakai Faktur Pajak Fiktif, Dirut Perusahaan Akhirnya Ditahan Kejari

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:00 WIB TIPS PAJAK DAERAH

Cara Daftarkan Objek Pajak Alat Berat di DKI Jakarta secara Online

Selasa, 22 Oktober 2024 | 15:30 WIB AUSTRALIA

Bikin Orang Enggan Beli Rumah, Australia Bakal Hapus BPHTB

Selasa, 22 Oktober 2024 | 14:00 WIB KP2KP SIDRAP

Ubah Kata Sandi Akun Coretax, Fiskus: Tak Perlu Cantumkan EFIN