KEPALA LNSW OZA OLAVIA:

‘LNSW Tidak untuk Mengurangi Kewenangan Kementerian/Lembaga’

Dian Kurniati | Minggu, 04 Agustus 2024 | 10:30 WIB
‘LNSW Tidak untuk Mengurangi Kewenangan Kementerian/Lembaga’

Kepala Lembaga National Single Window (LNSW) Oza Olavia.

PADA 2015, pemerintah meluncurkan portal Indonesia National Single Window (INSW) untuk meningkatkan kinerja logistik nasional sekaligus memperbaiki iklim investasi. Lembaga National Single Window (LNSW) pun dibentuk dengan mandat mengelola INSW dan sistemnya.

Namun, dalam perjalanannya, upaya meningkatkan kinerja logistik tersebut tidaklah mudah. Kepada DDTCNews, Kepala LNSW Oza Olavia pun membeberkan berbagai tantangan yang dihadapi. Salah satunya ialah menyinergikan 18 kementerian/lembaga.

Tak hanya itu, Oza juga menjabarkan upaya-upaya yang telah dilaksanakan oleh LNSW dalam memperbaiki arus logistik dalam 9 tahun terakhir ini, termasuk langkah-langkah perbaikan yang akan dilakukan. Berikut petikan wawancaranya:

Baca Juga:
Fitur MFA Diterapkan di Sistem INSW Mulai 17 Desember 2024

Bagaimana pandangan Anda mengenai dinamika perdagangan global terhadap aktivitas ekspor-impor di Indonesia saat ini?

Bicara kondisi global, pastinya mau tidak mau secara keseluruhan banyak hal yang kena. Kondisi ekonomi di semua negara juga pasti ikut terpengaruh. Hal yang pertama, pasti pengaruhnya adalah ke rantai pasok.

Saat ini, terjadi perlambatan [ekonomi], terutama di negara-negara yang besar seperti AS, China, dan Uni Eropa. Ketika di sana terjadi perlambatan, pasti permintaan turun. Akhirnya, berpengaruh juga ke permintaan komoditas kita yang diekspor ke sana.

Permintaan yang turun tersebut menyebabkan volume ekspor juga turun. Beberapa komoditas yang ekspornya cukup banyak dan akhirnya terpengaruh. Misal, kelapa sawit dan turunannya, batu bara, dan produk manufaktur.

Baca Juga:
Kabinet Lebih Gemuk, Cakupan Kementerian/Lembaga di INSW Bertambah

Sampai sekarang harga komoditas fluktuatif, naik-turun. Dibandingkan dengan tahun-tahun lalu, terutama 2022, harga beberapa komoditas kita turun signifikan. Saat laporan semester I/2024, harga batu bara sudah terjun bebas turun 36,7%, sedangkan CPO turun tipis sekitar 3%.

Mengenai ekspor-impor, faktor yang memengaruhi juga tentang nilai tukar rupiah. Ketika nilai tukar turun, industri ketika impor barang-barang baku menjadi mahal. Untuk ekspor, harganya memang naik, tetapi permintaan juga turun.

Selain itu, ada beberapa kebijakan yang dikeluarkan berbagai negara untuk proteksionisme seperti AS dan Korea Selatan yang ikut berpengaruh.

Baca Juga:
INSW Integrasikan Layanan Ekspor-Impor, Public Trust Ditarget Membaik

Secara total, data BPS menunjukkan neraca perdagangan Indonesia masih surplus selama 49 bulan berturut-turut [hingga Juni 2024 sudah 50 bulan beruntun]. Meski nilai ekspor kita turun, gap dengan nilai impor makin kecil. Mudah-mudahan bisa kita naikkan lagi.

Apakah ada instruksi khusus dari menteri keuangan kepada LNSW untuk menaikkan kembali kinerja ekspor-impor?

Kalau berbicara mengenai kinerja ekspor-impor, akan ada banyak sekali kementerian/lembaga yang terkait, tidak hanya di Kementerian Keuangan (Kemenkeu). Di Kemenkeu, kami selalu diminta untuk simplifikasi, harmonisasi, dan efisiensi proses agar terselenggara pelayanan pemerintah secara baik sehingga mendorong dampak yang signifikan.

Tiap-tiap unit yang terkait dalam rantai pasok sebenarnya diharapkan [berkontribusi], termasuk kami. Mengingat kami dimandatkan untuk mengelola INSW dan menyelenggarakan sistem INSW, kami tentu memastikan sistem INSW ini terselenggara dengan baik.

Baca Juga:
Eksportir Sawit, Ada Henti Layanan INATRADE Jelang Permendag 26/2024

Konsep single window saat dibentuk agar semua perizinan dan prosedur ekspor-impor di berbagai K/L dapat terintegrasi. Apakah tujuan tersebut telah tercapai?

Awal INSW dibentuk dulu dari portal. Setelah itu, keluar perpres pada 2018 untuk membentuk sistem INSW. Pada saat itu, pemerintah mengharapkan sistem INSW dapat terjadi simplifikasi, sinergi, dan kolaborasi.

Dulu pernah ada Asean Single Window sehingga untuk Indonesia diharapkan single window-nya melalui sistem INSW ini. Lalu, konkretnya apa? Sistem INSW mengintegrasikan semua sistem yang ada. Prinsipnya menjadi satu.

Misal, penyampaian data dan informasi, sekarang disampaikan secara tunggal. Penyampaian keputusan juga menjadi tunggal. Semua yang namanya repetisi, duplikasi, dan manual, kami coba hilangkan. Kami harap semuanya serba otomatis, paperless, dan tidak ada lagi pengulangan.

Baca Juga:
‘DJP Perlu Membimbing UMKM dengan Cara Sederhana agar Patuh Pajak’

Kalau ditanya sampai saat ini seperti apa? Kami lihat perkembangannya sudah berjalan cukup baik. LNSW melibatkan 18 kementerian/lembaga, yang beberapa di antaranya sudah terjadi integrasi.

Kegiatan joint atau integrasi sudah dilakukan seperti untuk perizinan, karantina, neraca komoditas, Sistem Informasi Mineral dan Batu Bara (SIMBARA), delivery order (DO) online, surat penyerahan peti kemas (SP2) online.

Kami di LNSW mencoba mengelola tidak hanya satu proses, custom clearance, seperti yang ada di beberapa negara lain. Di Indonesia, INSW memiliki cakupan lebih luas sejak sebelum kedatangan sarana pengangkutnya.

Baca Juga:
‘Kami Akan Usulkan Penerapan Top Up Tax secara Selektif’

INSW sudah mencakup perizinan, penyampaian informasi, joint pemeriksaan, sampai ke clearance atau pengeluaran barang. Ini karena sinergi yang melibatkan 18 kementerian/lembaga.

Apa tantangan yang dihadapi LNSW saat melibatkan 18 kementerian/lembaga?

Namanya koordinasi memang enak diomongkan, tetapi tidak enak dikerjakan. Di mana-mana seperti itu. Tetapi menurut saya justru di LNSW ini menjadi pembelajaran yang bagus. Kami memulainya dari pembenahan business process karena tidak mungkin membuat sistem tanpa ada efisiensi, simplifikasi, dan harmonisasi dari prosedurnya.

Kami membuat standardisasi karena dalam kegiatan ekspor-impor barang satuan panjang atau berat pada sistem di kementerian/lembaga bisa berbeda. Satu sistem menggunakan satuan kilogram, tetapi yang lainnya ton. Hal ini membuat data tidak terbaca sehingga kami harus sepakat apa standarnya.

Baca Juga:
Kereta Api Bakal Masuk dalam National Logistic Ecosystem pada 2025

Hal-hal seperti itu kami atur dengan K/L sehingga setiap regulasi yang dihasilkan tidak mengurangi kewenangan K/L. Ingat, LNSW ini tidak mengurangi kewenangan K/L, tetapi kami ingin sinkronisasi, kolaborasi, dan harmonisasi.

Memang tidak mudah karena tantangan Indonesia. Kita memiliki maturity di sisi IT berbeda, kondisi SDM berbeda, serta pemahaman terhadap aturan juga masih belum sama. Tetapi integrasi bukan hal yang tidak mungkin. Buktinya sekarang sudah mulai terintegrasi.

Tujuan pembangunan sistem INSW antara lain efisiensi biaya dan durasi logistik. Bagaimana efisiensinya sejauh ini?

Salah satu yang memang diharapkan dari LNSW adalah efisiensi biaya, kelancaran proses, dan asistensi. Memang pada awalnya kita pernah bicara biaya logistik menurut data World Bank yang tinggi banget, 23,8%.

Baca Juga:
‘IKPI Selalu Dorong Perlakuan Sama di antara Kuasa Wajib Pajak’

Namun, pada tahun kemarin, hasilnya hanya 14%. Di LNSW, kami sebenarnya tidak bisa bandingkan mana saja yang telah memberikan dampak efisiensi biaya logistik paling besar.

Akan tetapi, kami punya survei dari Prospera mengenai layanan LNSW. Pada 2023, integrasi layanan perizinan yang dilakukan sistem INSW mencapai efisiensi waktu sebesar 56,4% dan efisiensi biaya 97,8%. Turunnya sudah jauh karena sekarang menggunakan sistem.

Pada single submission (SSm) pengangkut, terdapat efisiensi waktu sebesar 71,4% dan efisiensi biaya 15,8%. waktu sebesar 56,4% dan efisiensi biaya 97,8%. Untuk joint inspection pabean-karantina, ada efisiensi waktu sebesar 73,4% dan efisiensi biaya 46%.

Baca Juga:
‘Harusnya Konsultan Pajak Otomatis Masuk, Bukan Harus Sarjana Hukum’

Hasil survei ini artinya respon pengguna jasa terhadap layanan kami sudah cukup signifikan. Kita juga meyakini bahwa itu memberikan kontribusi langsung terhadap efisiensi logistik.

Dwelling time saat ini berapa? Apakah penurunannya sudah merata di setiap pelabuhan?

Dwelling time untuk per bulan Juni itu 2,7 hari. Secara total, sebenarnya ada kenaikan. Target kami dwelling time itu 2,9 sampai 3,2 hari, tetapi pada April sempat naik menjadi sekitar 3,3 hari karena ada Lebaran.

Namun, secara keseluruhan, kami yakin masih akan di bawah 2,9 hari untuk sampai dengan akhir tahun ini.

Baca Juga:
Begini Strategi Pemerintah Turunkan Dwelling Time Jadi 2,9 Hari

Dwelling time itu dihitung dari mulai kapal sandar hingga barang keluar dari clearance. Artinya, jika kita ingin dwelling time bagus, artinya semuanya harus bagus dan ini membutuhkan koordinasi dari semua pihak.

Bagaimana LNSW memanfaatkan perkembangan teknologi untuk meningkatkan efisiensi?

Pastinya yang namanya teknologi sangat dinamis. Kami memang dituntut untuk transformasi digital. Kami di Kemenkeu menjadi bagian untuk e-Gov (e-Government), dan kami juga bekerja sama dengan Kemenpan-RB untuk menyelenggarakan kerja sama perihal teknologi.

Mengingat kami beranjak dengan integrasi kesisteman, mengelola INSW, dan menyelenggarakan INSW, kami juga harus memastikan sistemnya andal. Apalagi dengan fungsi-fungsi sekarang, kami selalu memastikan sistem yang kami buat dapat terintegrasi dengan banyak pihak.

Baca Juga:
Prosedur Dipermudah, Begini LNSW Pastikan Ekspor Impor sesuai Aturan

Malah kami sudah mulai melakukan kajian terkait dengan blockchain. Kami baru-baru ini kerja sama dengan IPB menyelenggarakan satu kajian yang dibuat kerja sama dengan LPDP. Kerja sama antara LNSW dan IPB, dengan dananya LPDP.

Kami sudah selesai terkait dengan bagaimana mengembangkan blockchain di LNSW, khususnya untuk DO dan SP2 online. Ini sudah selesai pada Mei, dan kami akan masuk ke tahap implementasi.

Tetapi untuk yang INSW blockchain tadi, untuk Indonesia sudah mendapat paten, namanya INSW Chain. Kalau kita beranjak teknologi, ya mau tidak mau kami harus ikut.

Baca Juga:
‘Penting bagi Profesional Pajak untuk Menguasai Seni Berkomunikasi’

Bagaimana LNSW memastikan setiap kegiatan ekspor-impor berjalan sesuai prosedur?

Yang masuk ke LNSW terkait dengan perizinannya. Kalau mau impor dan ekspor, harus dipastikan sudah memenuhi peraturan atau belum? Kalau belum memenuhi, divalidasi di kami. Kalau belum punya izin, dokumen apapun tidak akan bisa mengalir. Ya sudah, dia mentok saja, mau impor atau mau ekspor tidak bisa.

Tetapi peran LNSW tidak hanya di situ. Berkaitan dengan negara asing, ada CoO, Certificate of Origin atau Surat Keterangan Asal (SKA). Semua CoO dari negara asing harus melalui LNSW, nanti kami kirimkan ke Bea Cukai sebagai instansi yang berwenang melakukan pengecekan.

Sekarang sudah bekerja sama dengan beberapa negara untuk CoO, termasuk Asean atau ATIGA [Asean Trade in Goods Agreement]. Waktunya menjadi cepat banget. Kalau dulu bisa 19 hari, sekarang cuma 4 menit karena by system.

Baca Juga:
‘Dispute Litigator Harus Punya Daya Pikir Kreatif saat Tangani Kasus’

Kalau pernah mendengar, dulu juga sempat ada kecurigaan pemalsuan dokumen SKA. Kalau ada kecurigaan begini, kita harus tanyakan ke sana [otoritas kepabeanan di negara asal]. Sekarang tidak perlu lagi, karena dokumennya memang mereka yang kirim. Dokumen ini sudah pasti benar dan valid.

Tidak hanya CoO, sekarang kami juga sedang diminta oleh Badan Karantina untuk SPS [Sanitary and Phytosanitary Measures]. Lalu, ada tentang animal health, yaitu pertukaran data karantina di suatu negara akan langsung ke sini.

Tidak perlu juga kita pakai hardcopy. Banyak pendekatan yang kami coba lakukan perihal koordinasi dengan negara lain.

Baca Juga:
‘Solusi Pajak Seharusnya Didiskusikan dalam Ruang yang Tidak Tertutup’

Selain itu, ada Maritime Single Window. Teman-teman di Kementerian Perhubungan meminta yang mengelola Maritime Single Window ialah LNSW. Di beberapa rapat internasional juga kami sudah sudah diikutkan.

Dengan pekerjaan yang begitu banyak, apakah LNSW berencana memperbesar kapasitas organisasi?

Pasti. Kalau kita lihat dari waktu ke waktu, dari yang dulu cuma portal, sekarang dibentuklah INSW, lalu dengan perpres terbentuk LNSW. Dengan mandat yang diberikan, kami memang melihat pastinya juga akan terus berkembang.

Organisasi kami bergerak terus. Beberapa tahun lalu, kami sempat reorganisasi di dalam. Ke depan, kami pasti akan usulkan [pengembangan organisasi] karena kebutuhan SDM akan makin meningkat, dan tata kelolaannya juga meningkat karena makin banyak hal yang harus dikerjakan.

Baca Juga:
‘Hari Pajak Jadi Momentum Pegawai DJP untuk Terus Berbenah Diri’

Nanti, akan makin banyak yang harus disiapkan, termasuk juga dari kesiapan IT. Walaupun kalau IT kami bekerja sama dengan Pusintek. Ke depannya, pasti akan menjadi bagian concern kami terkait dengan organisasi dan SDM.

Apakah Inpres mengenai National Logistik Ecosystem [NLE] bakal diperpanjang?

Inpres 5/2020 sebenarnya memandatkan 4 pilar. Simplifikasi proses bisnis layanan pemerintah untuk mengurangi duplikasi melalui single submission pabean dan karantina, pengangkutan, manifes, serta perizinan; kolaborasi platform logistik yang misalnya mencakup penyedia transportasi, shipping dan gudang; kemudahan pembayaran; dan kemudahan tata ruang logistik.

Inpres ini akan berakhir 2024. Beberapa sudah tercapai. NLE ini dominan di Kementerian Keuangan, yaitu LNSW dan DJBC. Namun, semua sistem NLE ada di LNSW.

Kemudian untuk ke depan bagaimana? Artinya kami harus memastikan ini dapat jalan terus dan juga bisa bergerak. Makanya, kami dan beberapa kementerian di bawah Kemenko Perekonomian sedang menyusun kira-kira tindak lanjut Inpres 5/2020 seperti apa.

Kami sedang bikin diskusi terkait dengan perubahan dari inpres ini. Kemungkinan bentuknya nanti akan perpres karena terkait dengan beberapa kementerian/lembaga. Ini masih diskusi, belum final karena kami berharap sebelum akhir tahun itu sudah selesai.

Semua orang mengatakan NLE banyak manfaatnya. Namun, kementerian/lembaga terkait juga butuh payung hukum untuk mengerjakan. Jika menerbitkan peraturan menteri, mereka akan membutuhkan rujukan. Rujukan inilah yang ditunggu oleh semua kementerian/lembaga.

Arah NLE akan seperti apa? Semua pelabuhan dan bandara internasional bakal tercakup di NLE?

Sekarang sudah 46 pelabuhan dan 6 bandara. Kalau kami lihat semuanya kan merasakan efisiensi dan efektivitasnya bagus. Sebenarnya 46 pelabuhan itu sudah mencakup 95% dari ekspor-impor nasional.

Jadi, kalau dibilang mau semua ke NLE, sebenarnya tidak akan signifikan lagi. Kalau mau semua ke NLE, perlu dilihat lagi apakah worth it? Pasti ke depan kami juga akan berpikir nanti keberlanjutan dari ini akan bagaimana. (rig)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Selasa, 24 Desember 2024 | 10:43 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Catat! Hari Ini Batas Permohonan SKB PPN yang Dimanfaatkan untuk 2024

Sabtu, 14 Desember 2024 | 14:41 WIB LEMBAGA NATIONAL SINGLE WINDOW

Fitur MFA Diterapkan di Sistem INSW Mulai 17 Desember 2024

Jumat, 06 Desember 2024 | 14:30 WIB EKOSISTEM LOGISTIK NASIONAL

Masa Berlaku Inpres Segera Berakhir, Layanan Logistik NLE Tetap Jalan

Jumat, 06 Desember 2024 | 13:30 WIB INDONESIA NATIONAL SINGLE WINDOW

Kabinet Lebih Gemuk, Cakupan Kementerian/Lembaga di INSW Bertambah

BERITA PILIHAN
Selasa, 24 Desember 2024 | 21:30 WIB CORETAX SYSTEM

Simak! Keterangan Resmi DJP Soal Tahapan Praimplementasi Coretax

Selasa, 24 Desember 2024 | 19:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Sempat Menolak, PDIP Kini Berbalik Dukung PPN 12 Persen

Selasa, 24 Desember 2024 | 18:00 WIB KANWIL DJP JAKARTA BARAT

Hingga November, Kanwil DJP Jakbar Kumpulkan Pajak Rp57,67 Triliun

Selasa, 24 Desember 2024 | 17:27 WIB CORETAX SYSTEM

WP Bisa Akses Aplikasi Coretax Mulai Hari Ini, Fiturnya Masih Terbatas

Selasa, 24 Desember 2024 | 17:00 WIB PMK 81/2024

Ini Aturan Terbaru Pengkreditan Pajak Masukan Sebelum Pengukuhan PKP

Selasa, 24 Desember 2024 | 16:30 WIB PROVINSI SUMATERA SELATAN

Realisasi Pajak Rokok di Sumsel Tak Capai Target, Ini Penyebabnya

Selasa, 24 Desember 2024 | 16:00 WIB CORETAX SYSTEM

Nanti Ada Coretax, Masih Perlu Ajukan Sertifikat Elektronik?

Selasa, 24 Desember 2024 | 15:00 WIB KPP PRATAMA KOSAMBI

Utang Pajak Rp632 Juta Tak Dilunasi, Mobil WP Akhirnya Disita KPP