BERITA PAJAK HARI INI

Lebih dari 2 Juta WP UMKM Bakal Dapat Pesan Lewat Email dari DJP

Redaksi DDTCNews | Selasa, 12 Mei 2020 | 08:23 WIB
Lebih dari 2 Juta WP UMKM Bakal Dapat Pesan Lewat Email dari DJP

Ilustrasi gedung DJP. 

JAKARTA, DDTCNews – Ditjen Pajak (DJP) akan mendorong wajib pajak UMKM untuk memanfaatkan insentif pajak penghasilan (PPh) final ditanggung pemerintah (DTP) yang diatur dalam PMK 44/2020. Hal tersebut menjadi bahasan media nasional pada hari ini, Selasa (12/5/2020).

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP Hestu Yoga Saksama mengatakan otoritas akan mendorong wajib pajak untuk memanfaatkan insentif yang diluncurkan sebagai respons adanya pandemi Covid-19.

“Kita tetap mendorong wajib pajak untuk memanfaatkan berbagai stimulus tersebut,” ujarnya.

Baca Juga:
Pakai Faktur Pajak Fiktif, Dirut Perusahaan Akhirnya Ditahan Kejari

Hingga 8 Mei 2020 pukul 11.00 WIB, jumlah wajib pajak yang telah mengajukan insentif PPh final DTP sebanyak 92.097. Dari jumlah tersebut, ada sekitar 90.604 pengajuan yang telah disetujui oleh DJP. Simak artikel ‘PPh Final Lebih dari 90.000 WP UMKM Resmi Ditanggung Pemerintah’.

Selain itu, sejumlah media membahas terkait Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) II/2019 yang baru saja dirilis oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Dalam laporan itu, BPK menyoroti masalah pengelolaan utang. Salah satu yang disinggung justru dari sisi penerimaan pajaknya.

Berikut ulasan berita selengkapnya.

Baca Juga:
Pemerintah Pusat Bakal Asistensi Pemda Terbitkan Obligasi Daerah
  • Kirim Email

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP Hestu Yoga Saksama mengaku akan mengirim email blast kepada wajib pajak UMKM agar bisa memanfaatkan insentif PPh final DTP yang diatur dalam PMK 44/2020.

“Untuk WP UMKM misalnya, kita akan kirim email blast kepada sekitar 2,3 juta wajib pajak yang tahun lalu melakukan pembayaran pajak,” katanya.

Selain itu, DJP juga akan terus mengimbau wajib pajak yang sudah terdaftar dan memiliki NPWP tapi belum pernah membayar pajak. Imbauan juga diberikan untuk pelaku usaha yang belum terdaftar dalam sistem administrasi pajak. Pasalnya, mereka juga bisa memanfaatkan insentif PPh final DTP ini. (Kontan)

Baca Juga:
Urus Pemeriksaan Bukper: Coretax Bakal Hadirkan 4 Fitur Baru
  • Pengawasan Insentif PPh Final DTP

Melalui Surat Edaran (SE) Dirjen Pajak No. SE-29/PJ/2020, otoritas menegaskan ketentuan pengawasan atas pemanfaatan insentif PPh final DTP. Pengawasan yang dilakukan DJP bisa mengakibatkan pemberian insentif PPh final DTP yang ada dalam PMK 44/2020 ini dibatalkan.

Akibatnya, wajib pajak tersebut harus membayar dan menyetorkan pajak yang tadinya ditanggung pemerintah. Setidaknya, ada tiga ketentuan pengawasan dalam beleid itu. Simak selengkapnya di artikel ‘DJP Awasi Pemanfaatan Insentif PPh Final DTP UMKM, Ini Ketentuannya’. (DDTCNews)

  • BPK Soroti Tax Ratio

Wakil Ketua BPK Agus Joko Pramono mengungkapkan setiap utang yang diambil pemerintah selalu diukur dengan kemampuan membayar yang disokong penerimaan negara. Sayangnya, meskipun produk domestik bruto (PDB) setiap tahun tercatat naik, tax ratio justru stagnan bahkan turun.

Baca Juga:
Wajah-Wajah Lama Masih Isi Tim Ekonomi Prabowo-Gibran

Berdasarkan hasil audit BPK terhadap pengelolaan utang yang dituangkan dalam IHPS II/2019, ada beberapa rasio yang telah melampaui batas aman, yakni rasio debt service terhadap penerimaan, rasio bunga utang terhadap penerimaan, dan rasio utang terhadap penerimaan. Simak artikel ‘Soroti Utang Negara, BPK Singgung Soal Tax Ratio & Tax Expenditure’ dan ‘BPK: Ada yang Belum Terambil Pajaknya dari PDB’. (Bisnis Indonesia/DDTCNews)

  • Program Pemulihan Ekonomi Nasional

Pemerintah telah resmi menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) No.23/2020 tengang Pelaksanaan Program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN). Sesuai beleid itu, pemerintah bisa melakukan empat hal dalam lingkup program PEN, yaitu penyertaan modal negara, penempatan dana, investasi pemerintah, dan penjaminan. Pemerintah juga dapat menggunakan kebijakan belanja negara.

Program yang bernilai sekitar Rp318,09 triliun ini dialokasikan untuk 9 instrumen kebijakan. Salah satu instrumen yang dipakai adalah insentif perpajakan (PPh Pasal 21 DTP, PPh final DTP UMKM, pembebasan PPh Pasal 22 Impor, pengurangan angsuran PPh Pasal 25, dan restitusi dipercepat) senilai Rp63,01 triliun. (Kontan)

Baca Juga:
Hapus NPWP yang Meninggal Dunia, Hanya Bisa Disampaikan Tertulis
  • Alokasi DBH Turun

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memaparkan penyesuaian alokasi TKDD ini dilakukan melalui penerbitan Peraturan Presiden (Perpres) No.54/2020. Adapun penurunan DBH dikarenakan proyeksi pendapatan negara juga turun dari target awal.

“DBH turun karena penerimaan negara juga turun, sehingga dana bagi hasil terutama perpajakan juga lebih rendah,” ujarnya. (DDTCNews)

  • THR ASN

Presiden Joko Widodo telah meneken peraturan pemerintah (PP) sebagai payung hukum pencairan tunjangan hari raya (THR) untuk ASN, TNI, Polri, dan pensiunan.

Baca Juga:
Usai Setor PPh Final PHTB, WP Jangan Lupa Ajukan Penelitian Formal

Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan THR untuk ASN akan cair paling lambat pada Jumat, 15 Mei 2020. Dia juga menambahkan telah menerbitkan ketentuan teknis pencairan THR berupa peraturan menteri keuangan (PMK).

"Sedang disiapkan satker untuk eksekusi THR. Diharapkan serentak [dicairkan] paling lambat adalah pada hari Jumat ini tanggal 15 [Mei 2020]," katanya. Simak artikel ‘Sri Mulyani: THR ASN Cair Paling Lambat Jumat Pekan Ini’. (Kontan/DDTCNews)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

13 Mei 2020 | 11:30 WIB

Pph 21 bln april masih bayar,pendapatan dibawah 200 jtper tahun...saya pekerja dr maspion...berita hoax ga usa dipasang

12 Mei 2020 | 16:40 WIB

5) Jangan sampai kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan hanya bersifat dadakan saja (tiba saat, tiba akal). Semoga sistem administrasi perpajakan yang dibangun oleh pemerintah lebih membuat WP merasa nyaman dalam menjalankan kewajiban perpajakannya bukan sebaliknya menjadi ancaman. Mohon Poin No.1 dan No.2 bisa diberi pencerahannya. Terima kasih atas perhatiannya.

12 Mei 2020 | 16:39 WIB

Ada hal-hal yang menjadi tanda tanya karena memiliki Multi Tafsir (ambigu) antara lain: 1) WP dengan Omset dibawah 4,8 M setahun tergolong mendapatkan fasilitas PPh final ditanggung Pemerintah. Pertanyaannya adalah Apakah WP Orang Pribadi yang memakai Norma Penghitungan Neto dengan omset dibawah 4,8 M setahun masuk dalam kategori dapat memanfaatkan insentif ini? 2) Jika Surat keterangan telah didapat oleh WP Orang Pribadi yang perpajakan menggunakan Norma Penghitungan neto, apakah dengan SE 29/PJ/2020 akan menjadi ancaman bagi WP tersebut karena berpotensi dibatalkan? 3) Mengingat minimnya sosialisasi oleh petugas pajak kepada WP khususnya penerapan PMK 44/2020 akan menjadi kebijakan ini tidak menarik. 4) Sebaiknya seblum PMK 44/2020 dipublikasi, dilakukan sosialisasi internal dikalangan petugas pajak itu sendiri, sehingga mempunyai keseragaman dalam menanggapi berbagai persoalan dalam sosialisasi peraturan tersebut. 5) Jangan sampai kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan

12 Mei 2020 | 16:39 WIB

Selamat Sore Redaksi; Menanggapi insentif PPh Final ditanggung pemerintah (DTP) sesuai PMK 44/2020, dan SE-29/PJ/2020 yang bunyinya “Dan wajib pajak yang telah diterbitkan surat pembatalan atau surat pencabutan SK wajib melaksanakan kewajiban perpajakan sesuai ketentuan umum PPh, terhitung sejak saat tidak terpenuhinya kriteria sebagai wajib pajak yang dikenai PPh berdasarkan PP 23/2018,” hal ini karena terjadi kekeliruan dalam penerbitan surat keterangan (SK) dan/atau di kemudian hari terdapat data atau keterangan yang menyatakan wajib pajak tidak memenuhi kriteria wajib pajak yang dikenai PPh final sesuai PP 23/2018. ini menurut saya akan membuat Wajib Pajak UKM merasa tidak percaya diri untuk memanfaatkan insntif tersebut dimana semula WP sangat percaya dengan sistem administrasi yang dibangun oleh pemerintah dalam mengelola data perpajakan mulai dari bidang usaha, kelompok usaha dan informasi terkait dengan kepatuhan akan menjadi ragu dengan keputusan tersebut. Ada hal-hal yang menjadi tanda tanya karena memiliki Multi Tafsir (ambigu) antara lain: 1) WP dengan Omset dibawah 4,8 M setahun tergolong mendapatkan fasilitas PPh final ditanggung Pemerintah. Pertanyaannya adalah Apakah WP Orang Pribadi yang memakai Norma Penghitungan Neto dengan omset dibawah 4,8 M setahun masuk dalam kategori dapat memanfaatkan insentif ini? 2) Jika Surat keterangan telah didapat oleh WP Orang Pribadi yang perpajakan menggunakan Norma Penghitungan neto, apakah dengan SE 29/PJ/2020 akan menjadi ancaman bagi WP tersebut karena berpotensi dibatalkan? 3) Mengingat minimnya sosialisasi oleh petugas pajak kepada WP khususnya penerapan PMK 44/2020 akan menjadi kebijakan ini tidak menarik. 4) Sebaiknya seblum PMK 44/2020 dipublikasi, dilakukan sosialisasi internal dikalangan petugas pajak itu sendiri, sehingga mempunyai keseragaman dalam menanggapi berbagai persoalan dalam sosialisasi peraturan tersebut. 5) Jangan sampai kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan hanya bersifat dadakan saja (tiba saat, tiba akal). Semoga sistem administrasi perpajakan yang dibangun oleh pemerintah lebih membuat WP merasa nyaman dalam menjalankan kewajiban perpajakannya bukan sebaliknya menjadi ancaman. Mohon Poin No.1 dan No.2 bisa diberi pencerahannya. Terima kasih atas perhatiannya.

12 Mei 2020 | 13:26 WIB

bagaiman jika wajib pajak yang sudah terlanjur membayar pph pada masa april 2020 dan ingin mengajukan insentif yg ditanggung pemerintah , dan belum pernah mengajukan karna ketidak mengertian wp. mohon pencerahannya.

ARTIKEL TERKAIT
Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:30 WIB KANWIL DJP JAWA TIMUR II

Pakai Faktur Pajak Fiktif, Dirut Perusahaan Akhirnya Ditahan Kejari

Selasa, 22 Oktober 2024 | 09:00 WIB BERITA PAJAK HARI INI

Pemerintah Pusat Bakal Asistensi Pemda Terbitkan Obligasi Daerah

Senin, 21 Oktober 2024 | 14:32 WIB CORETAX SYSTEM

Urus Pemeriksaan Bukper: Coretax Bakal Hadirkan 4 Fitur Baru

Senin, 21 Oktober 2024 | 09:15 WIB BERITA PAJAK HARI INI

Wajah-Wajah Lama Masih Isi Tim Ekonomi Prabowo-Gibran

BERITA PILIHAN
Selasa, 22 Oktober 2024 | 21:45 WIB LEMBAGA LEGISLATIF

Sah! Misbakhun Terpilih Jadi Ketua Komisi XI DPR 2024-2029

Selasa, 22 Oktober 2024 | 21:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

PPN Mestinya Naik Tahun Depan, Gerindra akan Bahas Bareng Kemenkeu

Selasa, 22 Oktober 2024 | 17:30 WIB KPP PRATAMA JAMBI TELANAIPURA

WP Gagal Daftar LPSE karena KSWP Tidak Valid, Gara-Gara Tak Lapor SPT

Selasa, 22 Oktober 2024 | 17:06 WIB LEMBAGA LEGISLATIF

DPR Tetapkan Daftar Mitra Kerja untuk Komisi XII dan Komisi XIII

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:41 WIB IHPS I/2024

BPK Selamatkan Keuangan Negara Rp13,66 Triliun pada Semester I/2024

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:30 WIB KANWIL DJP JAWA TIMUR II

Pakai Faktur Pajak Fiktif, Dirut Perusahaan Akhirnya Ditahan Kejari

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:00 WIB TIPS PAJAK DAERAH

Cara Daftarkan Objek Pajak Alat Berat di DKI Jakarta secara Online

Selasa, 22 Oktober 2024 | 15:30 WIB AUSTRALIA

Bikin Orang Enggan Beli Rumah, Australia Bakal Hapus BPHTB

Selasa, 22 Oktober 2024 | 14:00 WIB KP2KP SIDRAP

Ubah Kata Sandi Akun Coretax, Fiskus: Tak Perlu Cantumkan EFIN