PERPAJAKAN GLOBAL

Laporan Terbaru OECD: Laju Reformasi Pajak Melambat

Redaksi DDTCNews | Senin, 09 September 2019 | 16:16 WIB
Laporan Terbaru OECD: Laju Reformasi Pajak Melambat

Tampilan depan laporan OECD bertajuk ‘Tax Policy Reforms 2019’, 

JAKARTA, DDTCNews – Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) mendesak agar setiap negara menjalankan langkah yang lebih berani untuk menjawab tantangan di masa depan. Desakan ini muncul setelah laju reformasi pajak melambat di sebagian besar ekonomi utama.

Dalam laporan terbaru bertajuk ‘Tax Policy Reforms 2019’, OECD menyoroti mulai lebih sedikit negara yang telah memperkenalkan paket reformasi pajak komprehensif pada 2019 dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya.

Pascal Saint-Amans, Direktur Pusat Kebijakan dan Administrasi Pajak OECD mengatakan negara-negara menghadapi banyak tantangan signifikan, seperti perlambatan ekonomi, penuaan populasi, ketimpangan pendapatan dan kekayaan, serta perubahan skema pekerjaan dan iklim.

Baca Juga:
Penduduk Mulai Menua, Thailand Kembali Dorong Reformasi Sistem Pajak

“[Pada saat menghadapi tantangan itu] reformasi pajak struktural tampaknya mulai berkurang. Dalam menghadapi tantangan-tantangan ini, jelas diperlukan tindakan yang lebih berani,” katanya, seperti dikutip dari laman resmi OECD, Senin (9/9/2019).

Reformasi pajak paling komprehensif diperkenalkan di Belanda. Perubahan pajak signifikan lainnya telah diterapkan di Lithuania (pajak tenaga kerja), Australia (PPh orang pribadi), Italia (PPh badan) dan Polandia (PPh orang pribadi dan badan). Di negara-negara lain, reformasi pajak pada 2019 kurang signifikan dan sering dilakukan sedikit demi sedikit.

Dalam laporan itu, OECD menjelaskan reformasi pajak terbaru di semua negara OECD. Selain itu, OECD juga memberikan cuplikan reformasi pajak terbaru di Indonesia, Argentina dan Afrika Selatan. Salah satu aspek yang disorot OECD di Indonesia adalah pemangkasan tarif final pajak UMKM.

Baca Juga:
Langganan Platform Streaming Musik, Kena PPN atau Pajak Hiburan?

OECD, masih dalam laporan tersebut, memaparkan langkah sejumlah negara yang terus menurunkan PPh orang pribadi, terutama bagi mereka yang berpenghasilan rendah dan menengah serta lansia. Beberapa negara juga memperluas insentif untuk mendukung tabungan pensiun dan penabung kecil.

Pemangkasan tarif pajak perusahaan telah berlanjut di seluruh negara. Namun, pemangkasannya sudah kurang signifikan daripada yang diperkenalkan pada 2018. Negara-negara yang memangkas tarif justru yang memiliki tarif pajak awal lebih tinggi.

“Ini mengarah ke konvergensi lebih lanjut dalam tarif pajak perusahaan di seluruh negara,” imbuh Pascal.

Baca Juga:
Transisi Pemerintahan Berjalan, DJP Fokus Amankan Penerimaan Pajak

Lebih lanjut, upaya untuk memerangi penghindaran pajak perusahaan telah berkembang melalui adopsi reformasi signifikan, sejalan dengan proyek Base Erosion and Profit Shifting (BEPS) OECD/G20.

Selain itu, tantangan pajak yang timbul dari digitalisasi ekonomi terus menimbulkan kekhawatiran. Apalagi, beberapa negara mengejar langkah-langkah sepihak (aksi unilateral) di tengah upaya global untuk mencapai solusi multilateral berbasis konsensus yang terus berlanjut.

Dalam laporan tersebut, OECD juga melihat sangat sedikit perubahan pada pajak properti. Hal ini menegaskan bahwa pajak tersebut tetap kurang dimanfaatkan, terlepas dari potensi peningkatan pendapatan dan peningkatan ekuitas.

Baca Juga:
Meninjau Aspek Keadilan dari Konsensus Pajak Minimum Global

Stabilisasi tarif pajak pertambahan nilai (PPN) standar yang diamati di berbagai negara dalam beberapa tahun terakhir terus berlanjut. Tarif PPN standar yang tinggi telah menyebabkan sejumlah negara mencari cara alternatif untuk meningkatkan penerimaan PPN tambahan, khususnya melalui perang melawan penipuan PPN.

Selain itu, laporan tersebut juga mencatat tren kenaikan tarif cukai atas beberapa produk, seperti tembakau dan minuman manis. Ada pula pengenalan tarif perdagangan baru yang dapat menyebabkan eskalasi lebih lanjut di masa depan.

“Di sisi lain, langkah reformasi pajak terkait lingkungan telah melambat. Beberapa negara telah menurunkan pajak energi mereka atau telah melemahkan komitmen mereka untuk menyelaraskan pajak energi dengan biaya iklim. Ini bertentangan dengan tujuan pelestarian lingkungan,” jelasnya. (kaw)


Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Jumat, 18 Oktober 2024 | 15:30 WIB SERBA-SERBI PAJAK

Langganan Platform Streaming Musik, Kena PPN atau Pajak Hiburan?

Kamis, 17 Oktober 2024 | 15:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Transisi Pemerintahan Berjalan, DJP Fokus Amankan Penerimaan Pajak

Rabu, 16 Oktober 2024 | 13:20 WIB BUKU PAJAK

Meninjau Aspek Keadilan dari Konsensus Pajak Minimum Global

BERITA PILIHAN
Selasa, 22 Oktober 2024 | 21:45 WIB LEMBAGA LEGISLATIF

Sah! Misbakhun Terpilih Jadi Ketua Komisi XI DPR 2024-2029

Selasa, 22 Oktober 2024 | 21:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

PPN Mestinya Naik Tahun Depan, Gerindra akan Bahas Bareng Kemenkeu

Selasa, 22 Oktober 2024 | 17:30 WIB KPP PRATAMA JAMBI TELANAIPURA

WP Gagal Daftar LPSE karena KSWP Tidak Valid, Gara-Gara Tak Lapor SPT

Selasa, 22 Oktober 2024 | 17:06 WIB LEMBAGA LEGISLATIF

DPR Tetapkan Daftar Mitra Kerja untuk Komisi XII dan Komisi XIII

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:41 WIB IHPS I/2024

BPK Selamatkan Keuangan Negara Rp13,66 Triliun pada Semester I/2024

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:30 WIB KANWIL DJP JAWA TIMUR II

Pakai Faktur Pajak Fiktif, Dirut Perusahaan Akhirnya Ditahan Kejari

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:00 WIB TIPS PAJAK DAERAH

Cara Daftarkan Objek Pajak Alat Berat di DKI Jakarta secara Online

Selasa, 22 Oktober 2024 | 15:30 WIB AUSTRALIA

Bikin Orang Enggan Beli Rumah, Australia Bakal Hapus BPHTB

Selasa, 22 Oktober 2024 | 14:00 WIB KP2KP SIDRAP

Ubah Kata Sandi Akun Coretax, Fiskus: Tak Perlu Cantumkan EFIN